.

Tampilkan postingan dengan label Tugas K06. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tugas K06. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 Januari 2017

Pencemaran Udara Di Papua Barat


Kepala Stasiun BMKG L. Budi Nugroho



HUMPRO BIAK, Kabut asap yang berasal dari  beberapa titik api di daerah Merauke, dan sebagian kecil sekitar teluk Bintuni menyelimuti sebagian besar Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kamis, 05 Januari 2017

Pencemaran Lingkungan Di Gorontalo



Pencemaran Lingkungan

Manusia dengan segala kehebatannya telah semakin maju dan berkembang dalam kehidupan sehari- hari. seiring dengan perkembangan zaman, manusia semakin menemukan banyak sekali temuan- temua baru yang memudahkan kehidupan manusia kedepannya.

Permasalahan Lingkungan Di Daerah Jawa Tengah




TEMPO.CO , Semarang: Pelanggar lingkungan di Jawa Tengah tak pernah dihukum padahal tindakannya merusak ekosistem sungai.  Pada sisi lain lembaga pemerintah saling lempar tangung jawab dalam mengontrol kualitas air yang ada.

Kualitas Air Sungai Batanghari Di Jambi

Kualitas air Sungai Batanghari yang selama ini menjadi bahan baku utama air untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mayang Kota Jambi cenderung semakin buruk. Air sungai tersebut semakin tak layak minum akibat meningkatnya pecemaran dan terjadinya pendangkalan sungai selama musim kemarau.

Rabu, 28 Desember 2016

Tercemarnya Sungai Di Sumatera Barat



Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Padang untuk melakukan pemeriksaan baku mutu air di kawasan aliran Batang Anai.

Senin, 26 Desember 2016

Pencemaran Udara Di Jawa Tengah

   
Perkembangan industri di Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Pulau Jawa tidak lepas dari dampak langsung maupun tidak langusng terhadapa kesehatan masyarakat di sekitarnya.

Senin, 05 Desember 2016

Pencemaran Lingkungan di Kalimantan Utara

Putri Ayu


Sebelum membahas mengenai pencemaran lingkungan yang ada dikalimantan utara, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran? Pencemaran adalah efek dari perubahan yang tidak diinginkan dalam lingkunmgan yang secara langsung berpengaruh buruk terhadap kondisi tubuh,hewan,dan manusia.
Pencemaran sendiri digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu ada pencemaran udara, pencemaran air,pencemaran tanah,pencemaran suara,pencemaran radioaktif,dan pencemaran cahaya.

Nah, kali ini saya akan membahas mengenai pencemaran yang ada di Kalimantan Utara. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pencemaran di Kalimantan Utara  terdiri dari 59 pencemaran air,4 kasus mengenai pencemaran tanah,dan 27 kasus mengenai pencemaran udara. Dari data statistik tersebut sangat jelas bahwa pencemaran pada air terlihat lebih dominan jika dibandingkan dua pencemaran lainnya. ada beberapa titik sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Adapun sungai tersebut ialah pencemaran Sungai Sesaya,pencemaran Sungai Tarakan, dan pencemaran Sungai Selor.

Pencemaran air yang terjadi di Kalimantan Utara ini merupakan akibat dari berbagai aktivitas pabrik dan aktivitas manusia yang tiada henti mengeluarkan limbah, dan limbah tersebut dibuang sembarangan tanpa dikelolah terlebih dahulu. Hasil dari limbah pabrik ini bisa berbagai bentuk seperti limbah pupuk dan limbah minyak. Contohnya Di sungai selor Kabupaten Bulungan tercemar yang tercemar limbah minyak, di Sungai Sesaya yang tercemar akibat dari dua perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Malinau, serta air laut Tarakan yang berubah merah akibat dari limbah pupuk.

Minyak mempunyai dampak yang sangat berbahaya bagi lingkungan karna limbah minyak mempunyai sifat yang mudah meledak,mudah terbakar,bersifat reaktif,beracun,menyebabkan infeksi serta bersifat korosif.

Dampak dari pencemaran ini tentunya berakibat kepada manusia yang mengonsumsi air sungai tersebut serta berdampak juga pada habitat yang ada di dalam sungai tersebut. Tercatat bahwa pada sungai Sasayap terdapat 30 ekor ikan pesut didalamnya. Ikan ini merupakan salah satu hewan langka yang ada didunia dan sangat dilindungi. Akan tetapi, karena adanya pencemaran ini jmlah dari ikan tersebut menjadi berkurang.


DAFTAR PUSTAKA
Djumana Erlangga, 2016, pencemaran pesut sungai sesayap terancam, http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/pencemaran-pesut-sungai-sesayap-terancam, kompas.com
Sahriansyah, Mudi, 2014, warga tarakan kaget,air laut berubah warna merah darah, http://beritakaltara.com/?p=7310 ,


Kamis, 01 Desember 2016

Pencemaran di Jogyakarta


Pembangunan hotel dan mal yang semakin marak dalam beberapa tahun terakhir di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata membawa dampak buruk bagi lingkungan. Dalam diskusi Jogja Sold Out di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada, Rabu, (22/04/2015), warga Miliran, Kota Yogyakarta, Dodok Putra Bangsa mencontohkan sejak pendirian Fave Hotel, sumur warga Miliran mengering.
“Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak muncul hotel tersebut. Kami jadi korban pembangunan Fave Hotel. Sejak beroperasi 2012 silam sumur warga jadi kering. Padahal sejak saya hidup disini dan kecil sumur tidak pernah kering meski musim kemarau,” kata aktivis gerakan Jogja Asat itu.
Setelah protes mereka tidak direspon manajemen hotel Fave, Dodo dan warga Miliran menyambangi pemerintah Kota Yogyakarta untuk meminta dilakukan pengawasan penggunaan sumur dalam Fave Hotel.
“Ironisnya pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) malah beragumen membenarkan operasional hotel karena dinilai sudah tepat mengambil sumber air dalam yag tidak akan menganggu air sumber air dangkal masyarakat. Padahal jelas-jelas sumur warga terdampak menjadi kering,” tambahnya.
Dodok mengajak masyarakat dan kaum muda bersama-sama memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah kehilangan kebutuhan dasar yakni air. Salah satunya dengan melakukan riset terkait dokumen Amdal pembangunan hotel dan mal di Yogyakarta.
“Saya takut Jogja nantinya benar-benar kering. Jadi ayo siapa yang mau membantu melakukan riset Amdal dan IMB mal dan hotel di Yogyakarta,” ajaknya.
Sementara itu, aktivis lingkungan RM. Aji Kusumo menilai bahwa pembangunan hotel maupun mal lebih banyak memunculkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. “Pembangunan hotel dam mal dengan modal investor tidak menguntungkan warga karena keuntungan hanya masuk ke kantong mereka sendiri (investor),” kata Aji.
Meski merugikan masyarakat, pembangunan gedung komersil tetap berjalan karena ada dukungan dari aparat kepolisian. Bahkan tidak jarang mendapat dukungan ilmiah dari kalangan akademisi yang luput dari fokus pembangunan yang berkeadilan.
Pembangunan dan aktivitas manusia di Kota Jogja yang semakin padat berdampak pada risiko pencemaran timah dalam tanah.
Dosen Departemen Geologi Universitas Yangon Myanmar, Saw Aung Zaw Aye dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan pentingnya pengawasan terhadap area perkotaan yang berpotensi terkontaminasi. Kesadaran mengenai kesehatan masyarakat terkait bahaya timah juga diperlukan, mengingat jalur paparan dan penilaian risiko polutan, juga harus diperhatikan.
Ia memberikan masukan, agar ada manajemen dari area urban yang telah terkontaminasi, dilihat berdasarkan tipe penggunaan tanah. Selain itu diperlukan edukasi publik untuk mengurangi sumber kontaminasi dengan pengelolaan limbah yang layak, daur ulang, serta penggunaan ulang material harus dipraktekkan di area urban yang tua. Manajemen yang efektif perlu dirancang untuk area urban yang relatif muda demi pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam penelitian tersebut Saw Aung Zaw Aye menerangkan, kontaminasi timah sesungguhnya dapat diturunkan dari sumber natural atau sumber antropogenik. Peneliti sebelum dirinya, telah menjelaskan mengenai kemungkinan kontaminasi timah di permukaan tanah yang disebabkan oleh hasil pembakaran bahan bakar dari kendaraan bermotor.
Selain itu, ia juga mengumpulkan sampel dari beberapa lokasi seperti area sekitar Gunung Merapi sebagai area alami, Pakem sebagai area pertanian, serta wilayah perkotaan sebagai area urban.
Dari sana diketahui, kontaminasi timah di area perkotaan dan Pakem disebabkan oleh sumber antropogenik, sementara di Merapi kontaminasi lebih disebabkan oleh sumber natural, yaitu sebagai akibat dari aktivitas vulkanis.

Daftar Pustaka :
-Aprindo, Tommy. 2015. Pembangunan Hotel Dan Mal di Yogyakarta Merusak Lingkungan. Mengapa?
-Febriani, Uli. 2016. Konsentrasi timah dijogja tinggi, apa yang harus dilakukan?

Pencemaran di Sulawesi Tenggara



fenomena red tide yang dapat mematikan biota laut dalam jumlah massal dan juga keracunan bagi manusia yang mengkonsumsi biota yang terkontaminasi (sumber foto klik gambar)
Fenomena banyaknya keracunan setelah mengkonsumsi biota laut khususnya ikan dan kerang yang dialami oleh warga Kota Baubau pada Bulan Juni lalu ternyata tidak hanya dialami oleh warga Kota Baubau. Media-media lokal Sulawesi Tenggara telah melaporkan kejadian yang serupa juga dialami oleh warga-warga daerah lain yang mengkonsumsi ikan dan kerang di wilayah Sulawesi Tenggara. Kejadian ini sudah terjadi sejak Bulan Mei sampai Bulan Juli 2010 dengan wilayah jatuhnya korban yang dilaporkan begitu luas meliputi Kabupaten Muna (Kec. Maginti dan Kec. Napabalano), Kabupaten Buton (Kec. Gu, Lakudo, Pasarwajo dan Lasalimu), Kota Bau-Bau dan sebagian pesisir Buton Utara serta sudah menimbulkan beberapa orang korban meninggal dunia. Patut diingat bahwa ini adalah data yang bersumber dari laporan media-media online karena belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh instansi terkait sehubungan dengan jumlah dan wilayah jatuhnya korban akibat keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut. Jadi kemungkinan wilayah dan jumlah korban lebih luas dan banyak dari yang kami tuliskan daftarnya di bawah ini.
  1. Kejadian yang sudah berlangsung sejak Bulan Mei namun baru dilaporkan  Tanggal  22 Juni 2010.  Lokasi : Desa Moko, Mone, Lolibu dan Wajo Gu. Jumlah Korban : Hampir semua masyarakat di Desa Moko, Mone, Lolibu dan Wajo Gu dengan korban meninggal 2 orang. Penyebabnya : Setelah makan ikan dan kerang-kerangan yang ditangkap di sekitar Teluk Lasongko. Gejala yang dialami : mual dan muntah. Berita lengkapnya lihat di sini
  2. Kejadian tanggal 18 Juni 2010. Lokasi : Desa Gala Kecamatan Maginti, Muna. Jumlah Korban : 5 orang dengan kondisi 4 orang berhasil diselamatkan dan 1 orang meninggal dunia. Penyebabnya : Setelah makan kerang laut yang diambil dari laut. Gejala yang dialami : Muntah-muntah. Berita lengkapnya lihat disini
  3. Kejadian Tanggal 27 Juni 2010. Lokasi : Kecamatan Mataoleo, Bombana. Jumlah korban : 2 orang dengan kondisi dapat diselamatkan. Penyebabnya : Setelah makan ikan cakalang hasil tangkapan sendiri. Gejala yang dialami : mual, muntah dan sakit kepala. Berita lengkapnya lihat disini
  4. Kejadian Tanggal 27 Juni 2010. Lokasi : Kota Baubau. Jumlah korban : 6 orang dengan kondisi selamat. Penyebabnya : Setelah makan siput yang dibeli di pasar wameo. Gejala yang dialami : kejang pada bagian lidah dan tubuh serta muntah-muntah. Berita lengkapnya lihat di sini
  5. Laporan dari Puskesmas Wajo Kota Baubau selama Bulan Juni 2010. Jumlah korban : 20 orang dengan kondisi selamat. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi kerang dan ikan. Gejalayang dialami : mengalami gejala muntah-muntah, keram dan tingkat kesadaran menurun. Berita lengkapnya lihat di sini.
  6. Kejadian yang dilaporkan tanggal 9 Juli 2010. Lokasi : Kelurahan Kadolomoko Kota Baubau. Jumlah korban : 1 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : keram dan mual. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini
  7. Kejadian Tanggal 11 Juli 2010. Lokasi : Kota Baubau. Jumlah Korban : 5 orang selamat. Gejala yang dialami : penglihatan kabur, kejang-kejang dan mual-mual. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan dari pasar sehat wameo. Berita lengkapnya lihat di sini
  8. Kejadian sekitar Tanggal 16 Juli 2010. Lokasi : Pulau Batu Atas, Kabupaten Buton. Jumlah : 2 orang meninggal dunia. Gejala yang dialami : tidak dilaporkan. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini.
  9. Kejadian Tanggal 19 Juli 2010. Lokasi : Kec. Sampolawa Kab. Buton. Jumlah Korban : 3 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : kondisi tubuh lemas. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan cakalang. Berita lengkapnya lihat di sini
  10. Kejadian Tanggal 24 Juli 2010. Lokasi : Desa Lakapera Kec. Gu, Buton. Jumlah Korban : 5 orang dengan kondisi 3 orang selamat dan 2 orang meninggal dunia. Gejala yang dialami : mual-mual dan buang air terus menerus. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi kerang yang diambil dari Teluk Lasongko. Berita lengkapnya lihat di sini
  11. Kejadian yang dilaporkan tanggal 28 Juli 2010. Lokasi : Kec. Lasalimu Kab. Buton. Jumlah korban : 4 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : tidak dilaporkan. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan dan kerang. Berita lengkapnya lihat di sini
  12. Kejadian Tanggal 30 Juli 2010. Lokasi : Kel. Kombeli, Takimpo dan Laburunci, Pasarwajo, Buton. Jumlah Korban : Kombeli 4 orang, Takimpo 2 orang dan Laburunci 4 orang. Gejala yang dialami : mual, pusing dan sakit kepala. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan yang di beli di Pasar Ompu Kelurahan Kombeli. Berita lengkapnya lihat di sini
  13. Selama Bulan Juli 2010. Lokasi : Kel. Tampo, Napabalano, Muna. Jumlah Korban : Belum ada laporan resmi. Gejala yang dialami : muntah-muntah, mual dan pusing. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan yang ditangkap oleh nelayan. Berita lengkapnya lihat di sini.
  14. Kejadian yang dilaporkan Tanggal 2 Agustus 2010. Lokasi : Buton Utara. Jumlah Korban : Beberapa orang. Gejala yang dialami : pusing-pusing, muntah dan mata merah. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini
  15. Laporan korban dari RSUD Kota Baubau selama Juni-Juli 2010. Jumlah Korban : Juni 13 Orang dan Juli, 23 orang yg mana semuanya selamat. Penyebabnya : keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut jenis ikan dan kerang. Berita lengkapnya lihat di sini
Sayangnya meski terjadi dalam rentang waktu yang berdekatan, telah menimbulkan banyak korban (meninggal dunia, trauma dan kerugian material akibat menurunnya tingkat penjualan ikan dan kerang) dan terjadi dalam wilayah yang luas dalam lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara, kasus keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut ini tidak ditangani secara terpadu dan terkesan lambat. Ketidakterpaduan  ditunjukkan oleh tidak adanya koordinasi antar unit kerja dalam satu daerah dan antar unit kerja satu daerah dengan daerah yang lain yang menangani kelautan, perikanan, kesehatan dan pencemaran. Padahal waktu kejadian antar daerah yang satu dengan yang lain relatif berdekatan dengan penyebab dan gejala yang dialami korban keracunan relatif sama yakni disebabkan oleh ikan dan kerang dengan gejala mual, muntah-muntah dan pusing. Sedangkan kelambanan ditunjukkan oleh adanya penyelidikan dengan hanya mengirimkan  sampel yang diduga mengandung racun ke instansi yang memiliki peralatan penelitian seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kendari yang kebetulan peralatannya rusak (Lihat di sini dan di sini) . Padahal tidak menutup kemungkinan adanya zat beracun dalam tubuh hewan laut diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan perairan seperti adanya pencemaran limbah berbahaya atau munculnya fenomena Harmful Algae Blooms (HABs)/Ledakan Alga Berbahaya (LAB)/red tide yakni  fenomena adanya ledakan populasi dari alga plankton mikroskopik (dalam bentuk fitoplankton, bukan zooplankton) yang bersifat racun yang kemudian dikonsumsi oleh ikan dan kerang. Apalagi ada laporan kejadian kematian ikan secara massal di perairan yang warganya mengalami keracunan (perairan Pulau  Kadatua dan Teluk Lasongko Kab. Buton dan perairan Kadolomoko Kota Baubau) tanpa diketahui penyebabnya yang merupakan salah satu akibat dari kemunculan LAB/red tide.  Sehingga penelitian seharusnya tidak hanya difokuskan kepada biota penyebab keracunan tetapi juga kualitas air suatu perairan seperti oksigen terlarut, kandungan logam berat, pertumbuhan fitoplankton berbahaya dan faktor kualitas air lainnya.
Ikan-ikan yang mati secara massal yang diduga akibat fenomena red tide (sumber foto klik gambar)
Ketidakterpaduan dan kelambanan penanganan ini tentu dapatberakibat buruk bagi masyarakat mengingat sifat laut dan biota di dalamnya serta rantai perdagangan hasil laut begitu dinamis dan tidak mengenal batas-batas administratif sehingga jika memang ada bahan pencemar atau bahan berbahaya yang berasal dari laut dan biota di dalamnya maka akan mudah berpindah dari satu daerah ke daerah lain yang kemudian akan dikonsumsi oleh manusia.
Kelambanan dan ketidakterpaduan penanganan kasus keracunan setelah mengkonsumsi hasil laut dalam lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara kemudian berimbas pada sumirnya penyebab utama kenapa hasil laut yang seharusnya aman untuk dikonsumsi menjadi berbahaya bagi manusia. Padahal informasi tentang penyebab utama ini penting untuk membangun strategi pencegahan dan pengendalian munculnya kasus serupa di masa mendatang. Memang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kendari sebagai badan yang memiliki kewenangan menyelidiki kandungan racun dalam bahan makanan telah mendapatkan adanya logam berat berupa Cu (tembaga) dalam tubuh sampel kerang yang dikirimkan oleh Dinas Kesehatan Kota Baubau dan menduga adanya arsen dan sianida  dalam sampel tersebut (Lihat di sini). Namun hasil analisis tersebut tidak serta merta dapat dijadikan sebagai kesimpulan penyebab utama timbulnya kejadian-kejadian keracunan di Sulawesi Tenggara. Sebab dari hasil analisis tersebut, pihak BPOM juga belum bisa memastikan bahwa kandungan tembagalah yang menyebabkan terjadinya keracunan karena perlu adanya penelitian pada semua makanan dan air minum yang dikonsumsi oleh korban. Kemudian juga adanya arsen serta sianida pada sampel yang dikirim oleh Dinkes Baubau juga masih sebatas dugaan. Juga hasil analisis tersebut sebatas pada sampel kerang yang dikirimkan oleh Dinas Kesehatan Kota Baubau sehingga tidak bisa mewakili penyebab kejadian-kejadian keracunan yang banyak terjadi di daerah lain di Sulawesi Tenggara.
Jadi seyogyanya instansi-instansi yang menangani urusan laut, ikan, kesehatan dan pencemaran di Sulawesi Tenggara harus bekerja lebih cepat, terpadu dan terkoordinasi agar masyarakat tidak berlarut-larut dalam kecemasan saat akan mengkonsumsi hasil laut  yang merupakan santapan favorit di daerah Sulawesi Tenggara. Juga untuk menyelamatkan kaum nelayan yang kian terjepit oleh kebutuhan hidup akibat menurunnya pendapatan setelah merebaknya kasus keracunan dan naiknya harga-harga bahan pokok.
Wassalam

DAFTAR PUSTAKA :
https://musafirtimur.wordpress.com
https://mustofa.aliwikipedia.com
https.//wonderfullsulawesi.com
http.//limbahsulawesi.com

Pencemaran Air di Kalimantan Selatan


Air Sungai Barito dan Sungai Martapura Provinsi Kalimantan Selatan yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan warga, sekarang ini telah menjadi ancaman akibat limbah yang telah merusak kualitas air di kedua sungai tersebut.
Kondisi air tercemar logam berat dan sampah menjadi salah satu pemicu timbulnya penyakit autis, gangguan saraf, dan ginjal, kata Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Badan Lingkungan Hidup Daearah (BLHD) Kalsel, Ninuk Murtini di Banjarmasin.
Hasil pemeriksanaan air di beberapa titik hasilnya sebagian besar air sungai tercemar rata-rata di atas ambang batas.
Pencemaran antara lain, kandungan mangan atau Mn seharusnya hanya 0,1 miligram tapi di Sungai Barito April 2012 mencapai 0,3135 miligram.
Titik terparah berada di Sungai Barito di sekitar Pasar Gampa Marabahan Kabupaten Barito Kuala, selain itu di Hilir Pulau Kaget mencapai 0,2097 miligram dan Hulu Kuripan atau di sekitar kantor Bupati Barito Kuala mencapai 0.2029 miligram.
Menurut Ninuk pemeriksanaan tidak hanya dilakukan di Sungai Barito tetapi di sungai lainnya dengan total pengambilan sampel sebanyak 29 titik yaitu enam titik di sungai Barito, enam titik sungai Martapura dan tujuh titik di Sungai Negara.
“Hasil dari 29 titk yang kita ambil Mn-nya berada di atas ambang batas,” katanya.
Tingginya kandungan mangan dalam air yang disebabkan aktivitas pertambangan dan alam tersebut, bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik sebelum dikonsumsi bisa menimbulkan berbagai penyakit tersebut.
Ciri air yang mengandung mangan cukup tinggi antara lain rasanya anyir dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan pada peralatan dan pakaian yang dicuci.
Meskipun ion kalsium, ion magnesium, ion besi dan ion mangan diperlukan oleh tubuh namun air yang banyak mengandung ion-ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi, karena dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati.
“Tubuh kita hanya memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit sedikit sekali. Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mangan dan magnesium merupakan zat yang membantu kerja enzim, besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah,” katanya.
Bukan hanya Mangan, hampir semua ion dalam air sungai Kalsel termasuk ecoli atau coliform juga melampaui ambang batas sangat tinggi, seperti ecoli yang di antaranya berasal dari tinja manusia, seharusnya hanya 100 miligram kini mencapai maksimal 5.800 miligram.
Kondisi tersebut, menyebabkan penyakit diare, muntaber dan berbagai penyakit lainnya, yang biasanya akan terlihat dalam waktu cepat.
Sedangkan penyakit ginjal atau saraf baru bisa terdeteksi selama sepuluh tahun.
“Namun untuk air PDAM biasanya sudah dilakukan pengolahan jadi layak dikonsumsi, hanya saja biaya pengolahannya jauh lebih mahal,” katanya.
Beberapa waktu lalu Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Drg.Rosihan Adhani,MS mengimbau warga agar tidak mengkonsumsi air begitu saja tanpa melalui proses pengolahan yang benar.
Contohnya bila air dikonsumsi tanpa proses yang baik bisa terjadi kecacatan terhadap bayi maupun warga, karena air sudah tercemar limbah pertambangan emas dan penambangan batubara skala besar di hulu-hulu sungai.
Dari hasil survei yang dilakukan Dinas Kesehatan Kalsel penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat.
Hal tersebut tercermin dari masih tingginya kejadian seperti keracunan dan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan demikian.
Kondisi ini disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan penggunaan jamban keluarga yang tidak memperhatikan ketentuan kesehatan.
Data survei dilakukan Dinkes, kematian bayi di Kalsel rata-rata disebabkan karena buruknya kondisi lingkungan.
Penyakit akibat faktor lingkungan tersebut diantaranya, Asma 2,5 persen, Pneumena 16,4 persen, Diare 11,4 persen, tetanus 4,7 persen, ISPA 3,9 persen, Ensefalitis 2,5 persen, Bronchitis 2,5 dan Emfisema 2,5 persen.
Sebaiknya sebelum air yang tercemar limbah tersebut di konsumsi maka terlebih dahulu di endapkan baru kemudian di rebus hingga mendidih 100 drajat celcius selama satu menit, dengan demikian diharapkan bakteri yang ada dalam air tercemar tersebut bisa mati.
Warga Banjarmasin dan warga lain di Kalsel terutama tinggal di pinggiran sungai masih sangat tergantung dengan keberadaan sungai untuk melakukan aktivitas sehari-hari baik itu, mandi, mencuci memasak dan membuang air besar.
Budaya warga yang masih banyak membuang air besar ke sungai melalui budaya jamban yang menyebabkan kandungan bakteri ecoli sangat tinggi.
Bila air yang tercemar bakteri ecoli dikonsumsi tanpa proses pemanasan yang sesuai maka bisa menimbulkan penyakit diare serta infeksi pencernaan.
Bukti demikian bisa dilihat dikala air PDAM macet pada musim kemarau dan banyak warga mengandalkan air sungai untuk makan dan minum maka akhirnya sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare di kota Banjarmasin.
Badan Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin menyatakan air sungai yang membelah Kota Banjarmasin berkualitas buruk karena tingginya tingkat pencemaran. “Tingkat kualitas air berada di level minus 155 alias tercemar berat,” kata Kepala BLH Banjarmasin, Hamdi, kepada Tempo di Banjarmasin kemarin.

Penilaian ini hasil survei di 10 lokasi yang dilakukan lima kali dalam satu tahun. Kondisi ini tidak berubah sejak lima tahun lalu.

Penilaian merujuk pada dominasi dua parameter utama penyebab pencemaran air sungai, yaitu kandungan bakteri E-Coli dan koliform. Jika kedua parameter itu dihapus, Hamdi meyakini kualitas air sungai Banjarmasin berada di level minus 11 hingga minus 31 alias tercemar sedang.

Menurut Hamdi, banyak pemicu sungai tercemar. Gaya hidup warga Banjarmasin adalah pemicu utamanya, seperti aktivitas mandi-cuci-kakus (MCK) masih di pinggiran sungai. Selain itu, septic tank warga mayoritas terbuat dari kayu sehingga mencemari air tanah dan ekosistem sungai.
Untuk mereduksi pencemaran, ia mengusulkan pengembang perumahan membuat septic tank komunal, mengubah kebiasaan buruk MCK, dan mendorong warga ikut layanan pengolahan limbah yang digarap pemerintah kota. “Kalau air sungai tercemar, dibutuhkan biaya besar mengolah menjadi air bersih,” kata Hamdi.

Direktur Utama PDAM Bandarmasin, Muslih membenarkan pendapat Hamdi. Menurut dia, parameter air yang layak diolah seperti derajat keasaman (pH) tak lebih 6,8; tingkat keruh di bawah 5 ppm; dan warna air di bawah 15 mtu. Kalau ditemukan bahan baku air dengan kualitas di bawah itu, “butuh biaya besar mengolahnya karena ada proses menghilangkan logam berat.”

Kendati butuh biaya tambahan mengolah air baku, Muslih belum berencana menaikkan tarif pelanggan. Kata Muslih, pasokan air semakin seret ketika musim kemarau. Selain buruknya kualitas air sungai Banjarmasin, tingkat intrusi air sungai juga tinggi hingga level 5.000 ppm. “Saat kemarau, produksi air baku hanya 4.500 meter kubik per jam, turun dari 5.000 meter kubik per jam.” 
Daftar Pustaka :
-Zainuddin, Hasan.2012. Air sungai kalsel sudah ancam kesehatan
-Sumedi, Diananta P.2016. Air sungai banjar masin tercemar berat


Pencemaran Di Mamjuju Sulawesi Barat



Pencemaran lingkungan di Sulawesi Barat
Sulawesi Barat adalah provinsi hasil pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi yang dibentuk pada 5 Oktober 2004 ini berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004. Ibukotanya ialah Mamuju. Luas wilayahnya sekitar 16,796.19 km². Suku-suku yang ada di provinsi ini terdiri dari Suku Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan suku lainnya (19,15%).
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air atau udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Di Sulawesi Barat tepatnya di Mamuju, Air dan Udara sudah tercemari oleh polusi yang disebabkan oleh manusia karena kurangnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Air merupakan sumber penting dalam kehidupan manusia dan menyokong kepada sistem kehidupan global. Manusia memerlukan air untuk menjalankan aktivitas harian seperti pertanian, perikanan, perindustrian, pengangkutan dan sebagainya. Namun, air semakin hari semakian tercemar lantaran sikap tidak bertanggung jawab sebagian pihak.
Pencemaran air yaitu peristiwa masuknya zat, energi, unsur-unsur, atau komponen lain ke dalam air yang mengakibatkan penurunan kualitas air. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan adanya perubahan bau, rasa, dan warna. Sumber pencemaran air dapat berupa limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah pertambangan.
Salah satu lokasi di Mamuju ini yang telah mengalami pencemaran air yaitu di Pasar Sentral Mamuju (Jl. Mangga). Masyarakat sekitar tempat ini melakukan pembuangan limbah rumah tangga sembarangan. Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Dari limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi, minyak, serta air buangan manusia) yang terbawa air got/parit, kemudian ikut aliran sungai. Adapula bahan-bahan anorganik seperti plastik, alumunium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun, menyumbat saluran air, dan mengakibatkan banjir. Bahan pencemar lain dari limbah rumah tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan jamur.
Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air turun dratis sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik dari limbah pemukiman.
Dikota-kota, air got berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Didalam air got yang demikian tidak ada organisme hidup kecuali bakteri dan jamur. Selain itu, dampak lain yang disebabkan dari pencemaran air seperti membuang sampah non-organik ke sungai, akan berakibat menghalangi cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen. Dibandingkan dengan limbah industri, limbah rumah tangga di daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari seluruh limbah yang ada.
Cara mengurangi pencemaran air, maka solusi terbaik yang seharusnya diterapkan yaitu,
(1) Tidak membuang sampah sembarangan
(2) Memanfaatkan  sampah-sampah non-organik yang sebenarnya dapat didaur ulang menjadi barang baru yang lebih berguna
(3) Melakukan penguburan terhadap sampah organik yang dapat diuraikan oleh bakteri, kemudian kalau sudah membusuk dapat digunakan sebagai pupuk, serta
(4) Memberikan kesadaran berupa penyuluhan terhadap masyarakat sekitar tentang arti lingkungan hidup sehingga manusia lebih mencintai lingkungan hidup terutama air yang merupakan salah satu komponen terpenting dari kehidupan manusia.
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Di Mamuju Sulawesi Barat pencemaran udara disebabkan oleh reklamasi pantai Manakarra. Dampak kegiatan proyek reklamasi pantai Manakarra Mamuju terhadap lingkungan sekitar yaitu  aktivitas dari truk yang menimbulkan debu karna puluhan truk pengangkut timbunan tidak menggunakan penutup untuk  mengangkut timbunan.  Selain itu timbunan yang diangkut truk juga berjatuhan di  jalanan, sehingga mengotori jalanan dan mengganggu masyarakat pengguna kendaraan yang melintas di Pantai Manakarra Mamuju. Debu yang ditimbulkan selain mencemari udara juga menimbulkan berbagai macam penyakit yang salah satunya adalah penggangguan pernafasan.
Cara mengurangi pencemaran udara di Mamuju
1). Reboisasi
Daftar Pustaka
-          Anonim. 2016. Sulawesi Barat. Wikipedia. Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Barat
-          Armansyah, Wawang. 2015. Pengertian Pencemaran Lingkungan. Belajar Bagus. Indonesia.
-          Atikah, Fildzah Dini. 2012. Hasil Pengamatan Pencemaran Air. Anonim. Indonesia.
-          Syarif, Nawar. 2015. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap. Anonim. Indonesia
http://nawarsyarif.blogspot.co.id/2015/08/dampak-reklamasi-pantai-terhadap.html