.

Sabtu, 31 Agustus 2019

Penerapan Teknologi Hijau di Indonesia


Abstrak
Pertumbuhan konsumsi energi semakin hari semakin meningkat sementara persediaan energi di dalam bumi terus berkurang. Konsumsi energi yang semakin besar menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang semakin besar juga. Masalah pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, menjadi topik hangat di kalangan masyarakat urban karena dapat mempengaruhi kesehatan keluarga.

Kendaraan Bermotor dan Dampaknya pada Kualitas Udara

oleh : Amalia Rizki Putri

Abstrak:

Pencemaran udara di Indonesia semakin parah. Salah satu penyebab pencemaran udara adalah jumlah kendaraan bermotor yang meningkat. Data terakhir pada tahun 2017, menurut Badan Pusat statistik kendaraan motor di Indonesia mencapai jumlah 113.030.793 unit. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diperkirakan 7juta orang meninggal setiap tahun karena pencemaran udara. Data WHO menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung tinggi polutan.


Kata kunci : Pencemaran Udara, Kendaraan bermotor, jumlah kendaraan bermotor

Pengaruh Meningkatnya Kendaraan Mengakibatkan Polusi Udara

PENGARUH MENINGKATNYA KENDARAAN
MENGAKIBATKAN POLUSI UDARA
Iqro Maulana Hadi
Mata Kuliah Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri
Fakultas Teknik Industri, Universitas Mercu Buana
Email: iqromaulana412@gmail.com 

Abstrak
   Semakin berkembangnya tekonologi meningkatnya perindustrian dan juga populasi penduduk yang semakin meningkat membuat pencemaran udara dari berbagai aktivitas. lahan hijau yang semakin menipis banyak nya bangunan dan kendaraan yang semakin meningkat membuat kadar oksigen menjadi sangat menipis. Pencemaran udara sangat merugikan kelangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya yang menimbulkan berbagai penyakit.

       Kata kunci : pencemaran udara, polusi, kendaraan bermotor

Abstract
   The development of technology increases industry and also an increasing population makes air pollution from various activities. Green areas are increasingly depleting many buildings and vehicles are increasingly making oxygen levels become very thin. Air pollution is very detrimental to the survival of humans and other creatures that cause various diseases.

        Keywords: air pollution, pollution, motorized vehicles

ANALISIS PENGGUNAAN ENERGI SURYA SEBAGAI SALAH SATU GREEN TECHNOLOGY SOLUSI SUPPLY LISTRIK DITENGAH CADANGAN ENERGI FOSSIL YANG MENIPIS

ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang dilalui garis khatulistiwa, dimana matahari bersinar 365hari dalam setahun. Energi matahari yang melimpah ini bisa dimanfaatkan sebagai supply listrik nasional. Karena energi matahari merupakan energi terbarukan yang murah, mudah dan ramah lingkungan atau yang disebut dengan green technology. Dalam proses konversi energi matahari menjadi energi listrik tidak menghasilkan polutan yang mencemari lingkungan sebanyak polutan yang dihasilkan pada proses konversi bahan bakar fossil (batu bara, minyak bumi dll) menjadi energi listrik. Sehingga energi matahari adalah energi yang menjanjikan dimasa depan karena ramah terhadap bumi yang kita tinggali. Namun masalahnya mengapa energi matahari tidak sepopuler energi fossil dalam pemanfaatannya sebagai supply listrik? Padahal ketersediaan energi fossil sangat terbatas. Disini diberikan penjelelasan alasan-alasan penguat untuk beralih dari energi fossil ke energi surya sebagai solusi dalam menjaga bumi tetap hijau.

Kata kunci: Energi matahari, green technology, listrik

PENDAHULUAN
            Menurut sumbernya, ada dua jenis sumber energi di muka bumi ini, yaitu sumber energi terbarukan yang merupakan sumber energi yang dapat pulih secara alami, jika kita dapat mengelolanya dengan baik sumber energi ini tidak akan habis dan sumber energi tidak terbarukan yang diperoleh dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya hingga jutaan tahun. Contoh sumber energi terbarukan meliputi energi matahari, angin, panas bumi, biomassa, gas alam, air dan pasang surut, sementara contoh sumber energi tidak terbarukan meliputi energi yang berasal dari fossil, mineral alam, dan lain sebagainya.
            Di Indonesia, sumber energi ini digunakan untuk menghasilkan energi listrik sebagai energi yang dapat dikonversikan menjadi energi cahaya untuk penerangan rumah, energi panas untuk memasak air dan nasi, energi bunyi, dan masih banyak lagi. Sehingga dibangunlah berbagai macam pembangkit listrik untuk supply listrik nasional. Pada umumnya pembangkit listrik di Indonesia menggunakan bahan bakar fossil yakni batu bara yang adalah salah satu sumber energi yang tidak terbarukan. Menurut kementrian ESDM, cadangan batu bara nasional mencapai 39.83 miliar ton dan cadangan yang cukup besar ini hanya akan bertahan hingga 80 tahun ke depan, sementara jika cadangan sudah habis, pembentukan batu bara itu sendiri akan memakan waktu jutaan tahun lagi. Selain itu, penggunaan bahan bakar fossil pada industri pembangkit listrik tidak ramah lingkungan karena prosesnya yang menghasilkan polutan. Maka sudah seharusnya Indonesia beralih ke sumber energi terbarukan yaitu energi matahari untuk supply listrik nasional.

PERMASALAHAN
            Teknologi membantu manusia dalam memberi kenyamanan dan membantu mempercepat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kemajuan teknologi ini juga membawa dampak negatif karena konsumsi energi yang tidak sedikit contohnya penggunaan pendingin ruangan (AC), komputer, lift, lampu, televisi hingga handphone. Semua teknologi ini membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari listrik. Pembangkit listrik harus disediakan sebagai penunjang agar teknologi tersebut tetap bisa digunakan masyarakat. Namun sebagaimana yang telah kita ketahui, sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan bahan bakar fossil. Selain karena persediaan bahan bakar fossil yang semakin menipis, penggunaan energi fossil sebagai pembangkit listrik menuai polemik akibat isu lingkungan. karena tidak bisa dipungkiri, bahan bakar fossil memiliki emisi yang tinggi selama proses pengkonversiannya menjadi energi listrik. Dimana menurut walhi, Emisi dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang berbahan bakar batu bara menyumbang 20%-30% polusi udara Jakarta. Selain itu, pengerukan energi fossil dari perut bumi yang terus menerus akan mengancam kerusakan permanen pada bumi itu sendiri.
            Menurut Manan, 2009 selain mengembangkan sumber energi yang terbarukan, salah satu tujuan kebijakan energi nasional adalah pelestarian lingkungan yang mana pengembangan sumber energi secara efisien da bijaksana dengan memperhatikan dampak negatif dan meningkatkan ampak positif terhadap lingkungan pada pengadaan dan pemanfaatan energi. Teknologi hijau adalah jawaban yang sesuai dengan semangat kebijakan energi nasional. Menurut catatan Soemarno, 2011 (dalam Hidyat & Kholil 2018) Teknologi hijau merupakan teknik untuk menghasilkan energi dan atau produk yang prosesnya tidak mencemari lingkungan. Teknologi hijau dibidang energi adalah pemanfaatan matahari sebagai sumber pembangkit listrik yang mana proses konversi dari energi matahari menjadi energi listrik tidak menghasilkan polutan seperti pada energi fossil.



PEMBAHASAN
            Indonesia yang memiliki luas daratan hampir 2 juta km2 disinari oleh matahari sepanjang tahun. Permukaan bumi menerima 1000 watt energi matahari per meter persegi, jadi total energi matahari yang diterima daratan indonesia adalah (2x106) x (1x103)= 2 miliar watt. Kurang dari 30 % energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23 % digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagaian kecil 0,25 % ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025 % disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan. Jadi 47% dari 2 miliar adalah 940 juta watt yang merupkan potensi energi matahari yang siap dikonversi menjadi energi listrik.
            Teknik pemanfaatan energi surya ditemukan oleh A.C. Bacquerel pada tahun 1839 dengan mengkonversikan radiasi matahari dengan menggunakan kristal silikon. Pada perkembangannya hingga saat ini pemanfaatan energi surya menggunakan solar cell system sebagai alat mengkonversikan energi surya menjadi energi listrik.

Gambar 1.1 Solar cell (sumber, Yandri, 2012)
Menurut  Hasan, 2012 energi surya memiliki keunggulan dibandingkan dengan energi fossil diantaranya:
1.      Sumber energi mudah didapatkan
2.      Ramah lingkungan
3.      Sesuai untuk berbagai macam kondisi geografis
4.      Instalasi, pengoperasian dan perawatan mudah
5.      Listrik dari energi surya dapt disimpan dalam baterai
Di indonesia pemanfaatan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) hanya untuk wilayah pedesaan yang sulit dijangkau oleh instalasi listrik, artinya penggunaan energi surya hanya optional. Untuk supply nasional termasuk supply industri, PLTS memiliki tantagan besar karena membutuhkan area instalasi yang luas. Namun tantangan ini bisa dijawab salah satunya dengan instalasi solar cell system pada tiap rumah masing-masing baik diperkotaan maupun di pedesaan baik yang sudah bisa dijangkau instalasi listrik maupun yang belum sehingga menghilangkan ketergantungan listrik fossil dan membantu mengurangi polusi dunia akibat pemanfaatan energi fossil serta mendorong kebijakan energi nasional dalam pengembangan sumber energi terbarukan. Namun belum banyak masyarakat yang sadar akan isu lingkungan dan potensi penghematan terbesar yang mereka rasakan jika beralih ke solar cell system. Jadi masyarakat harus dikenalkan kepada teknologi hijau yaitu energi surya itu sendiri.
            Pengalaman dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Widodo, et al 2010, penerapan pembangkit listrik tenaga surya dapat dilaksanakan secara bertahap. Tahapan ini meliputi beberapa aspek yang meliputi aspek pengenalan sampai pada tahap penyebarluasan.
-          Tahapan Pertama adalah tahap demonstrasi yaitu tahapan untuk mendapatkan model sistem tenaga surya, investigasi keandalan sistem, mendapatkan kemampuan ekonomis, meningkatkan kemampuan peneliti serta investigasi dampak sosial dari proyek listrik tenaga surya.
-          Tahapan berikutnya adalah demonstrasi ganda tujuan. Tahapan ini adalah untuk mempelajari kendala dan masalah yang terjadi di lapangan, pengaturan distrubusi sistem serta pengaturan-pengaturan setelah purna jual. Masih perlu pendekatan, berbagai penyuluhan baik teknis maupun non teknis mengingat kondisi sifat masarakat yang majemuk.
-          Tahapan penyebarluasan, tujuan dari tahapan ini adalah menyebarluaskan penerapan PLTS yang secara teknis, ekonomis dan sosial bisa diterima oleh masyarakat.
Konversi energi surya menjadi energi listrik menggunakan teknologi photovoltaic (PV) yang terbuat dari bahan semi konduktor yag disebut dengan solar cell. Bahan semi konduktor yang terdiri atas elektron-proton jika digerakkan oleh energi dari luar akan melepaskan elektron sehingga menimbulkan arus listrik. Solar cell mampu menyerap cahaya matahari yang mengandung gelombang elektromagnetik atau energi foton dimana energi foton ini  menghasilkan energi kinetik yang mampu melepaskan elektron-elektron ke pita konduksi sehingga menimbulkan arus listrik. Energi kinetik akan semakin besar seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya dari matahari terlebih disiang hari yang terik.
Menurut Hasan, 2012 Perancangan Teknologi PV dan instalasinya adalah sebagai berikut:
1.      Mencari total beban pemakaian per hari. Rumus yang digunakan yaitu:
Beban pemakaian (Wh)= Daya x Lama pemakaian
2.      Menentukan ukuran kapasitas modul surya yang sesuai dengan beban pemakaian. Rumus yang digunakan yaitu: Kapasitas=total beban pemakaian harian/isolasi surya harian
Isolasi surya harian adalah ketersediaan energi surya rata-rata Indonesia sekitar 4.8kWh/m2
3.      Menentukan kapasitas baterai/aki. Rumus yang digunakan adalah:
Kapasitas baterai (Ah)=Total kebutuhan energi harian/Tegangan sistem
Teknologi PV dirancang untuk memudahkan dalam instalasi dan maintenance, sehingga instalasi teknologi ini tidak membutuhkan waktu lama atau hanya sehari. Hal yang perlu diperhatikan dalam instalasi adalah lokasi pemasangan harus terletak di lapangan terbuka yang tidak terhalangi oleh pohon raksasa atau bangunan tinggi. Posisi instalasi diharapkan miring menghadap ke utara disebabkan karena letak Indonesia di sebelah selatan bumi.
Contoh:
Instalasi pembangkit listrik dengan tenaga surya untuk penerangan, TV 21”, dan komputer membutuhkan perencanaan:
a. Pemakaian daya
- Penerangan rumah : 20 lampu CFL @ 15 Watt x 4 jam sehari = 1.200 Wh
- Televisi 21" : @ 100 W x 5 jam sehari = 500 Wh
- Komputer : @ 150 W x 6 jam = 900 Wh

Total kebutuhan daya = 2.600 Watt hour
b. Jumlah panel surya yang dibutuhkan, satu panel kita hitung 100 W.

- Kebutuhan panel surya : (2.600/100 x 5) = 6 panel surya. harga 1 panel surya 100 W adalah Rp.950.000 sehingga dibutuhkan investasi awal sebesar Rp.5.700.000,-

c. Jumlah kebutuhan baterai 12 Volt dengan masing-masing 100 Ah:

- Kebutuhan baterai minimum (baterai hanya digunakan 50% untuk pemenuhan kebutuhan listrik), dengan demikian kebutuhan daya kita kalikan 2 x lipat:

2.600 x 2 = 5.200 Wh = 5.200/12 Volt/100 Amp = 4 batere 100 Ah.
- Kebutuhan baterai (dengan pertimbangan dapat melayani kebutuhan 3 hari tanpa sinar matahari):
2.600 x 3 x 2 = 15.600 Wh =15.600/12 Volt/100 Amp = 13 baterai 100 Ah.

Gambar 1.2 Penggunaan solar cell untuk rumah tangga (sumber, Yandri, 2012)

KESIMPULAN & SARAN
Sudah saatnya kesadaran akan menjaga lingkungan hidup dimulai dari diri kita sendiri dengan beralih ke teknologi hijau yaitu menggunakan energi matahari yang ramah lingkungan. Walau penggunaan solar cell membutuhkan biaya investasi awal yang tinggi, namun kita tidak akan pernah khawatir dengan kenaikan tarif listrik dari pemerintah.  Sebagai misi nasional yang melibatkan masyarakat, sebaiknya pemerintah melakukan subsidi pengadaan solar cell untuk setiap rumah, bisa dilakukan denan skema cicilan dengan bunga ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Adi Widodo , Suryono, T. A. (2010). PEMBERDAYAAN ENERGI MATAHARI SEBAGAI ENERGI LISTRIK LAMPU PENGATUR LALU LINTAS. Jurnal Teknik Elektro Vol. 2 No.2, 2(1), 133–138.
Hasan, H. (2012). Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Jurnal Riset Dan Teknologi Kelautan, 10, 169–180.
Manan, S. (2009). Energi Matahari, Sumber Energi Alternatif yang Effisien, Handal dan Ramah Lingkungan di Indonesia. Gema Teknologi, 31–35. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/1722
Yandri, V. R. (2012). Prospek Pengembangan Energi Surya Untuk Kebutuhan Listrik Di Indonesia. Jurnal Ilmu Fisika | Universitas Andalas, 4(1), 14–19. https://doi.org/10.25077/jif.4.1.14-19.2012

PENANGGULANGAN PENCEMARAN AIR OLEH BAKTERI ESCHERICHIA COLI


PENANGGULANGAN PENCEMARAN AIR OLEH BAKTERI ESCHERICHIA COLI
Oleh : Moh Hariyanto
ABSTRAK
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenugi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. (Permenkes RI No. 416.MENKES/PER/IX/1990) semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantita serta kualitas air bersih . Bakteri Escherichia Coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi  feses atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan  pada manusia seperti diare.

PENDAHULUAN
 Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia karena diperlukan antara lain untuk rumah tangga,  industri  dan pertanian dan meningkatkan derajat  kesehatan  masyarakat.  Oleh  karena  itu  harus  diperhatikan  kualitas  dan kuantitas. Kualitas air mudah diperoleh karena adanya siklus hidrologi yaitu siklus alamiah yang memungkinkan tersedianya air permukaan dan air laut. Namun  pertumbuhan  penduduk  dan  kegiatan  manusia  jelas  menyebabkan pencemaran air sehingga kualitasnya sulit diperoleh. Air  bersih  yang  memenuhi  syarat  kesehatan  harus  bebas  dari pencemaran, sedangkan air minum harus memenuhi standar yaitu persyaratan fisik,  kimia  dan biologis,  karena air  minum yang tidak memenuhi  standar kualitas dapat menimbulkan gangguan  kesehatan.
Bakteri  Escherichia  coli  merupakan  kelompok  bakteri  Coliform, semakin  tinggi  tingkat  kontaminasi  bakteri  Coliform  semakin  tinggi  pula resiko kehadiran bakteri  pathogen lainnya  yang biasa hidup dalam kotoran manusia yang dapat menyebabkan diare. Tingginya tingkat penyakit  diare berkaitan dengan bakteri   Escherichia coli  yang terdapat  di Indonesia,  khususnya dikota-kota kecil.  Minimnya  pengetahuan masyarakat  awam tentang bahaya akan bakteri  Escherichia coli  mengakibatkan kurangnya kesadaran  untuk  mendeteksi  dan  mengambil  langkah-langkah pencegahan terhadap bakteri tersebut.
Escherichia coli merupakan indikator pencemaran air.  Hal  yang menyebabkan menurunnya  kualitas air sumur gali diantaranya jumlah Escherichia coli pada air sumur diluar ambang batas maksimum.  Kandungan Escherichia coli pada air sumur yang dipakai mempunyai  peranan  besar  dalam penularan  berbagai  penyakit.  Keadaan kualitas  air  yang jelek dan manajemen pengaturan limbah padat  (manure) maupun limbah cair (air buangan) yang kurang memadai,  letak sumur yang terlalu  dekat  (+2  m)  dengan  tumpukan  kotoran  hewan  (manure)  dan pembuangan tinja, pada dasarnya disebabkan oleh ketidakcermatan manusia dalam mengatur kebersihan.
Kebutuhan  air  untuk  minum  (termasuk  untuk  masak)  air  harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit  bagi manusia, Menurut hasil penelitian dikatakan bahwa bakteri  pathogen air  minum adalah bakteri  Escherichia coli, ini cukup membahayakan bagi kesehatan anak. Air minum yang  terkontaminasi  bakteri  Escherichia  coli  dapat  menyebabkan penyakit gangguan saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare. Menurut standart Nasional Indonesia (SNI) syarat  Escherichia coli  dalam minuman (nol) koloni per 100 ml.

Metode Penanggulang
Penelitian pada beberapa jurnal masalah pencemaran air oleh bakteri Escherichia coli banyak di temukan pada kasus penyediaan sumber air dan sumber-sumber air minum. Pada beberapa penelitian hukum empiris yang menggunakan data primer dan sekunder . Data primer tersebut diperoleh secara langsung dari para narasumber dan responden yang terkait dengan beberapa penelitian. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, sedangkan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat, yaitu peraturan hukum dalam bidang hukum lingkungan yang terkait dengan maslah pencemaran air, meliputi: Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Menteri Lingkunga Hidup No. 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Akibat Dugaan Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, dan Surat KepMenKes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum . Hasil penelitiannya adalah dalam rangka penanggulangan pencemaran bakteri Escherichia coli dimana pemerintah berperan dalam pengadaan alat Chlorine diffuser, sosialisasi hidup bersih, pengawasan kualitas air minum, dan sebagainya.

Hasil dan Pembahasan
Sebagaimana  peraturan  pemerintah  No.82  Tahun  2001 tentang kualitas air  yang meliputi  standar  kualitas fisik, kimia dan biologis yaitu:
1.       Kualitas Fisik, dalam menentukan kualitas fisik air  dilihat  dari  parameter  umum yang meliputi  warna,  bau,  rasa,  dan kekeruhan. Bau dan rasa biasanya ditimbulkan oleh bahan kimia dan bakteri  tertentu. Bahwa Bau dan rasa dapat  dihasilkan oleh kehadiran mikroorganisme dalam air seperti  alga  serta  oleh  adanya  gas  seperti  H2S  yang  terbentuk  dalam kondisi anaerobic dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.
2.      Kualitas Kimia, kualitas air secara kimia meliputi nilai pH, kandungan senyawa kimia didalam air, kandungan residu atau sisa, misalnya residu peptisida, deterjen,  kandungan senyawa toksin atau racun, serta reaksi-reaksi kimia,  yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan maupun aktifitas-aktifitas lain yang berhubungan dengan penggunaan air tersebut.
3.      Kualitas Biologis, kualitas biologis  biasanya  paling  banyak  digunakan untuk  menentukan  kualitas perairan  melalui  parameter  mikrobiologinya.  Misalnya  kehadiran  mikroba khususnya  bakteri coli. Escherichia coli  adalah bakteri  gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora yang merupakan flora normal di usus. Jadi adanya E. coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum tersebut  terkontaminasi  kotoran  manusia  dan  dapat  mengandung pathogen usus. Oleh karenanya standar air minum mesyaratkan E. coli  harus absent dalam 100 ml.

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri flora normal usus manusia, yang berfungsi membusukkan sisa-sisa makanan lewat saluran usus besar manusia, memadatkannya hingga dikeluarkan dalam bentuk fase. Escherichia coli adalah bakteri gram negative yang berbentuk basil atau batang. Ukuran panjang sel Escherichia coli rata-rata2 mikrmeter dengan volume sel 0.7 mikrometer kubik. Escherichia coli hidup pada suhu 20-45 derajat celcius. Dengan rentang suhu itu Escherichia coli dapat tumbuh dengan baik di dalam saluran pencernaan manusia.
Escherichia coli dikenal sebagai bakteri penyebab diare dan gangguan saluran pencernaan. Escherichia coli tidak seluruhnya bahaya, namun hanya sebagian kecil yang menyebabkan penyakit, itu pun apabila pertumbuhannya tidak terkendali. Escherichia coli pada umumnya tidak berbahaya dan dapat memberi keuntungan bagi manusia dengan turut berperan dalam memproduksi Vitamin K. Keberadaan Escherichia coli sebagai flora usus justru menjadi penghalang tumbuhnya bakteri lain yang kemungkinan bahaya untuk tumbuh di usus.
Macam-macam bakteri Escherichia coli yang di klasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat-sifat virulensinya adalah sebagai berikut:
1.      E. coli Enteropatogen (EPEC) merupakan penyebab diare terpenting pada bayi terutama di Negara berkembang. Cara penularannya yaitu dari makanan bayi dan makanan tambahan yang tekontaminasi. Di tempat perawatan bayi penularan dapat terjadi melalui alat-alat dan tangan yang terkontaminasi. Masa inkubasi berlangsung antara 9-12 jam pada penelitian yang dilakukan terhadap orang dewasa.
2.      E. coli Enterotoksigenik (ETEC) merupakan penyebab diare umum pada bayi dinegara berkembang seperti Indonesia. Berbeda dengan EPEC, E.coli jenis ini memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas dibawah control genetic plasmid. Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan bekerja dengan cara merangsang sel epitel usus untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare.
3.       E. coli Enterohemoragik (EHEC) dan galur yang memproduksi verotoxin (VTEC). Dinegara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, VTEC menyebabkan sejumlah kejadian luar biasa diare dan colitis hemoragik. Penyakit ini bersifat akut dan dapat sembuh spontan. Penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abnomen, diare disertai darah.

Tingginya pencemaran Escherichia coli dikarenakan sistem sanitasi yang buruk, dan jarak dekatnya antara sumur dengan saluran septic tank.
Pada penelitian disalah satu jurnal mengatakan bahwa terdapat perbedaan kandungan bakteri Escherichia coli pada beberapa jenis sumur seperti sumur beton, sumur non beton dan sumur suntik. Didapat  hasil yaitu yang  paling banyak mengandung bakteri E. coli yaitu air sumur non beton dengan rata-rata 2,4 x103  Se3l/ml, sedangkan kandungan E. coli pada air sumur Beton dan Suntik hanya terdapat  rata-rata air sumur beton 1,3 x 10 1 Sel/ml dan air sumur suntik 0,95 x 101 Sel/ml. Namun adapula faktor yang mempengaruhi banyaknya bakteri  Escherichia coli yaitu  dikarenakan dekatnya sumur dengan tempat pembuangan tinja dan septic tank.
Untuk itu,  agar  air  yang  diminum tidak tercemar  bakteri,  sebaiknya memperhatikan  syarat-syarat  sumur  gali  yang  baik  yaitu  jarak  sumur  dengan jamban,  lubang  galian  untuk  air  limbah,  dan  sumber-sumber  pengotoran lainnya  minimal  10  meter,  dinding  sumur  jarak  kedalaman  3  meter  dari permukaan air dan terbuat dari tembok yang kedap air (disemen), bibir sumur harus dibuat setinggi 70-75 cm, lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air  ± 1,5 m,  dibuat  agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah. Dapat pula dilakukan dengan membuat IPAL komunal dan membuat septic tank komunal missal satu septic tank  untuk sepuluh sampai dua puluh rumah tangga. Serta untuk meningkatkan sumber daya manusia diadakan diklat bagi petugas sanitasi yang bersangkutan.

Kesimpulan
Tingginya pencemaran Escherichia coli dikarenakan sistem sanitasi yang buru, dan jarak dekatnya antara sumur dengan saluran septic tank. Hasil dari salah satu penelitian bahwa yang  paling banyak mengandung bakteri Escherichia coli yaitu air sumur non beton dengan rata-rata 2,4 x103  Se3l/ml, sedangkan kandungan Escherichia coli pada air sumur Beton dan Suntik hanya terdapat  rata-rata air sumur beton 1,3 x 10 1 Sel/ml dan air sumur suntik 0,95 x 101 Sel/ml. Namun adapula faktor yang mempengaruhi banyaknya bakteri  Escherichia coli yaitu  dikarenakan dekatnya sumur dengan tempat pembuangan tinja dan septic tank.
Untuk itu,  agar  air  yang  diminum tidak tercemar  bakteri,  sebaiknya memperhatikan  syarat-syarat  sumur  gali  yang  baik  yaitu  jarak  sumur  dengan jamban,  lubang  galian  untuk  air  limbah,  dan  sumber-sumber  pengotoran lainnya  minimal  10  meter,  dinding  sumur  jarak  kedalaman  3  meter  dari permukaan air dan terbuat dari tembok yang kedap air (disemen). Dapat pula dilakukan dengan membuat IPAL komunal dan membuat septic tank komunal missal satu septic tank  untuk sepuluh sampai dua puluh rumah tangga. Serta untuk meningkatkan sumber daya manusia diadakan diklat bagi petugas sanitasi yang bersangkutan.




Saran
Sebaikanya pemerintah lebih mensosialisasikan tentang penggunaan air bersih dan bagaimana pengambilan sumber air dengan baik seperti pada penggalian sumur yang seharusnya mengikuti syarat-syarat pembuatannya. Sehingga air yang digunakan bersih dan sehat


Daftar Pustaka
Winarni, Fajar .Dinarji. Eka Puspitasari. 2011. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan Pencemaran Air Tanah Oleh BAkteri E.Coli di Kota Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai NgringoKarangan Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Universitas Diponegoro.Semarang