Fenomena banyaknya keracunan setelah
mengkonsumsi biota laut khususnya ikan dan kerang yang dialami oleh
warga Kota Baubau pada Bulan Juni lalu ternyata tidak hanya dialami oleh
warga Kota Baubau. Media-media lokal Sulawesi Tenggara telah melaporkan
kejadian yang serupa juga dialami oleh warga-warga daerah lain yang
mengkonsumsi ikan dan kerang di wilayah Sulawesi Tenggara. Kejadian ini
sudah terjadi sejak Bulan Mei sampai Bulan Juli 2010 dengan wilayah
jatuhnya korban yang dilaporkan begitu luas meliputi Kabupaten Muna
(Kec. Maginti dan Kec. Napabalano), Kabupaten Buton (Kec. Gu, Lakudo,
Pasarwajo dan Lasalimu), Kota Bau-Bau dan sebagian pesisir Buton Utara
serta sudah menimbulkan beberapa orang korban meninggal dunia. Patut
diingat bahwa ini adalah data yang bersumber dari laporan media-media
online karena belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh instansi
terkait sehubungan dengan jumlah dan wilayah jatuhnya korban akibat
keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut. Jadi kemungkinan wilayah dan
jumlah korban lebih luas dan banyak dari yang kami tuliskan daftarnya di
bawah ini.
- Kejadian yang sudah berlangsung sejak Bulan Mei namun baru dilaporkan Tanggal 22 Juni 2010. Lokasi : Desa Moko, Mone, Lolibu dan Wajo Gu. Jumlah Korban : Hampir semua masyarakat di Desa Moko, Mone, Lolibu dan Wajo Gu dengan korban meninggal 2 orang. Penyebabnya : Setelah makan ikan dan kerang-kerangan yang ditangkap di sekitar Teluk Lasongko. Gejala yang dialami : mual dan muntah. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian tanggal 18 Juni 2010. Lokasi : Desa Gala Kecamatan Maginti, Muna. Jumlah Korban : 5 orang dengan kondisi 4 orang berhasil diselamatkan dan 1 orang meninggal dunia. Penyebabnya : Setelah makan kerang laut yang diambil dari laut. Gejala yang dialami : Muntah-muntah. Berita lengkapnya lihat disini
- Kejadian Tanggal 27 Juni 2010. Lokasi : Kecamatan Mataoleo, Bombana. Jumlah korban : 2 orang dengan kondisi dapat diselamatkan. Penyebabnya : Setelah makan ikan cakalang hasil tangkapan sendiri. Gejala yang dialami : mual, muntah dan sakit kepala. Berita lengkapnya lihat disini
- Kejadian Tanggal 27 Juni 2010. Lokasi : Kota Baubau. Jumlah korban : 6 orang dengan kondisi selamat. Penyebabnya : Setelah makan siput yang dibeli di pasar wameo. Gejala yang dialami : kejang pada bagian lidah dan tubuh serta muntah-muntah. Berita lengkapnya lihat di sini
- Laporan dari Puskesmas Wajo Kota Baubau selama Bulan Juni 2010. Jumlah korban : 20 orang dengan kondisi selamat. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi kerang dan ikan. Gejalayang dialami : mengalami gejala muntah-muntah, keram dan tingkat kesadaran menurun. Berita lengkapnya lihat di sini.
- Kejadian yang dilaporkan tanggal 9 Juli 2010. Lokasi : Kelurahan Kadolomoko Kota Baubau. Jumlah korban : 1 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : keram dan mual. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian Tanggal 11 Juli 2010. Lokasi : Kota Baubau. Jumlah Korban : 5 orang selamat. Gejala yang dialami : penglihatan kabur, kejang-kejang dan mual-mual. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan dari pasar sehat wameo. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian sekitar Tanggal 16 Juli 2010. Lokasi : Pulau Batu Atas, Kabupaten Buton. Jumlah : 2 orang meninggal dunia. Gejala yang dialami : tidak dilaporkan. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini.
- Kejadian Tanggal 19 Juli 2010. Lokasi : Kec. Sampolawa Kab. Buton. Jumlah Korban : 3 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : kondisi tubuh lemas. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan cakalang. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian Tanggal 24 Juli 2010. Lokasi : Desa Lakapera Kec. Gu, Buton. Jumlah Korban : 5 orang dengan kondisi 3 orang selamat dan 2 orang meninggal dunia. Gejala yang dialami : mual-mual dan buang air terus menerus. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi kerang yang diambil dari Teluk Lasongko. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian yang dilaporkan tanggal 28 Juli 2010. Lokasi : Kec. Lasalimu Kab. Buton. Jumlah korban : 4 orang dengan kondisi selamat. Gejala yang dialami : tidak dilaporkan. Penyebabnya : setelah mengkonsumsi ikan dan kerang. Berita lengkapnya lihat di sini
- Kejadian Tanggal 30 Juli 2010. Lokasi : Kel. Kombeli, Takimpo dan Laburunci, Pasarwajo, Buton. Jumlah Korban : Kombeli 4 orang, Takimpo 2 orang dan Laburunci 4 orang. Gejala yang dialami : mual, pusing dan sakit kepala. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan yang di beli di Pasar Ompu Kelurahan Kombeli. Berita lengkapnya lihat di sini
- Selama Bulan Juli 2010. Lokasi : Kel. Tampo, Napabalano, Muna. Jumlah Korban : Belum ada laporan resmi. Gejala yang dialami : muntah-muntah, mual dan pusing. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan yang ditangkap oleh nelayan. Berita lengkapnya lihat di sini.
- Kejadian yang dilaporkan Tanggal 2 Agustus 2010. Lokasi : Buton Utara. Jumlah Korban : Beberapa orang. Gejala yang dialami : pusing-pusing, muntah dan mata merah. Penyebabnya : Setelah mengkonsumsi ikan. Berita lengkapnya lihat di sini
- Laporan korban dari RSUD Kota Baubau selama Juni-Juli 2010. Jumlah Korban : Juni 13 Orang dan Juli, 23 orang yg mana semuanya selamat. Penyebabnya : keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut jenis ikan dan kerang. Berita lengkapnya lihat di sini
Sayangnya meski terjadi dalam rentang
waktu yang berdekatan, telah menimbulkan banyak korban (meninggal dunia,
trauma dan kerugian material akibat menurunnya tingkat penjualan ikan
dan kerang) dan terjadi dalam wilayah yang luas dalam lingkup Provinsi
Sulawesi Tenggara, kasus keracunan setelah mengkonsumsi hewan laut ini
tidak ditangani secara terpadu dan terkesan lambat. Ketidakterpaduan
ditunjukkan oleh tidak adanya koordinasi antar unit kerja dalam satu
daerah dan antar unit kerja satu daerah dengan daerah yang lain yang
menangani kelautan, perikanan, kesehatan dan pencemaran. Padahal waktu
kejadian antar daerah yang satu dengan yang lain relatif berdekatan
dengan penyebab dan gejala yang dialami korban keracunan relatif sama
yakni disebabkan oleh ikan dan kerang dengan gejala mual, muntah-muntah
dan pusing. Sedangkan kelambanan ditunjukkan oleh adanya penyelidikan
dengan hanya mengirimkan sampel yang diduga mengandung racun ke
instansi yang memiliki peralatan penelitian seperti Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) Kendari yang kebetulan peralatannya rusak (Lihat di sini dan di sini)
. Padahal tidak menutup kemungkinan adanya zat beracun dalam tubuh
hewan laut diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan perairan
seperti adanya pencemaran limbah berbahaya atau munculnya fenomena Harmful Algae Blooms (HABs)/Ledakan Alga Berbahaya (LAB)/red tide
yakni fenomena adanya ledakan populasi dari alga plankton mikroskopik
(dalam bentuk fitoplankton, bukan zooplankton) yang bersifat racun yang
kemudian dikonsumsi oleh ikan dan kerang. Apalagi ada laporan kejadian
kematian ikan secara massal di perairan yang warganya mengalami
keracunan (perairan Pulau Kadatua dan Teluk Lasongko Kab. Buton dan
perairan Kadolomoko Kota Baubau) tanpa diketahui penyebabnya yang
merupakan salah satu akibat dari kemunculan LAB/red tide.
Sehingga penelitian seharusnya tidak hanya difokuskan kepada biota
penyebab keracunan tetapi juga kualitas air suatu perairan seperti
oksigen terlarut, kandungan logam berat, pertumbuhan fitoplankton
berbahaya dan faktor kualitas air lainnya.
Ketidakterpaduan dan kelambanan
penanganan ini tentu dapatberakibat buruk bagi masyarakat mengingat
sifat laut dan biota di dalamnya serta rantai perdagangan hasil laut
begitu dinamis dan tidak mengenal batas-batas administratif sehingga
jika memang ada bahan pencemar atau bahan berbahaya yang berasal dari
laut dan biota di dalamnya maka akan mudah berpindah dari satu daerah ke
daerah lain yang kemudian akan dikonsumsi oleh manusia.
Kelambanan dan ketidakterpaduan
penanganan kasus keracunan setelah mengkonsumsi hasil laut dalam lingkup
Provinsi Sulawesi Tenggara kemudian berimbas pada sumirnya penyebab
utama kenapa hasil laut yang seharusnya aman untuk dikonsumsi menjadi
berbahaya bagi manusia. Padahal informasi tentang penyebab utama ini
penting untuk membangun strategi pencegahan dan pengendalian munculnya
kasus serupa di masa mendatang. Memang Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Kendari sebagai badan yang memiliki kewenangan menyelidiki
kandungan racun dalam bahan makanan telah mendapatkan adanya logam berat
berupa Cu (tembaga) dalam tubuh sampel kerang yang dikirimkan oleh
Dinas Kesehatan Kota Baubau dan menduga adanya arsen dan sianida dalam
sampel tersebut (Lihat di sini).
Namun hasil analisis tersebut tidak serta merta dapat dijadikan sebagai
kesimpulan penyebab utama timbulnya kejadian-kejadian keracunan di
Sulawesi Tenggara. Sebab dari hasil analisis tersebut, pihak BPOM juga
belum bisa memastikan bahwa kandungan tembagalah yang menyebabkan
terjadinya keracunan karena perlu adanya penelitian pada semua makanan
dan air minum yang dikonsumsi oleh korban. Kemudian juga adanya arsen
serta sianida pada sampel yang dikirim oleh Dinkes Baubau juga masih
sebatas dugaan. Juga hasil analisis tersebut sebatas pada sampel kerang
yang dikirimkan oleh Dinas Kesehatan Kota Baubau sehingga tidak bisa
mewakili penyebab kejadian-kejadian keracunan yang banyak terjadi di
daerah lain di Sulawesi Tenggara.
Jadi seyogyanya instansi-instansi yang
menangani urusan laut, ikan, kesehatan dan pencemaran di Sulawesi
Tenggara harus bekerja lebih cepat, terpadu dan terkoordinasi agar
masyarakat tidak berlarut-larut dalam kecemasan saat akan mengkonsumsi
hasil laut yang merupakan santapan favorit di daerah Sulawesi Tenggara.
Juga untuk menyelamatkan kaum nelayan yang kian terjepit oleh kebutuhan
hidup akibat menurunnya pendapatan setelah merebaknya kasus keracunan
dan naiknya harga-harga bahan pokok.
Wassalam
DAFTAR PUSTAKA :
https://musafirtimur.wordpress.com
https://mustofa.aliwikipedia.com
https.//wonderfullsulawesi.com
http.//limbahsulawesi.com
DAFTAR PUSTAKA :
https://musafirtimur.wordpress.com
https://mustofa.aliwikipedia.com
https.//wonderfullsulawesi.com
http.//limbahsulawesi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.