.

Kamis, 01 Desember 2016

Pencemaran Air di Kalimantan Selatan


Air Sungai Barito dan Sungai Martapura Provinsi Kalimantan Selatan yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan warga, sekarang ini telah menjadi ancaman akibat limbah yang telah merusak kualitas air di kedua sungai tersebut.
Kondisi air tercemar logam berat dan sampah menjadi salah satu pemicu timbulnya penyakit autis, gangguan saraf, dan ginjal, kata Kepala Bidang Pemantauan dan Pemulihan Badan Lingkungan Hidup Daearah (BLHD) Kalsel, Ninuk Murtini di Banjarmasin.
Hasil pemeriksanaan air di beberapa titik hasilnya sebagian besar air sungai tercemar rata-rata di atas ambang batas.
Pencemaran antara lain, kandungan mangan atau Mn seharusnya hanya 0,1 miligram tapi di Sungai Barito April 2012 mencapai 0,3135 miligram.
Titik terparah berada di Sungai Barito di sekitar Pasar Gampa Marabahan Kabupaten Barito Kuala, selain itu di Hilir Pulau Kaget mencapai 0,2097 miligram dan Hulu Kuripan atau di sekitar kantor Bupati Barito Kuala mencapai 0.2029 miligram.
Menurut Ninuk pemeriksanaan tidak hanya dilakukan di Sungai Barito tetapi di sungai lainnya dengan total pengambilan sampel sebanyak 29 titik yaitu enam titik di sungai Barito, enam titik sungai Martapura dan tujuh titik di Sungai Negara.
“Hasil dari 29 titk yang kita ambil Mn-nya berada di atas ambang batas,” katanya.
Tingginya kandungan mangan dalam air yang disebabkan aktivitas pertambangan dan alam tersebut, bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik sebelum dikonsumsi bisa menimbulkan berbagai penyakit tersebut.
Ciri air yang mengandung mangan cukup tinggi antara lain rasanya anyir dan berbau, serta akan menimbulkan noda-noda kuning kecoklatan pada peralatan dan pakaian yang dicuci.
Meskipun ion kalsium, ion magnesium, ion besi dan ion mangan diperlukan oleh tubuh namun air yang banyak mengandung ion-ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi, karena dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati.
“Tubuh kita hanya memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit sedikit sekali. Kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, mangan dan magnesium merupakan zat yang membantu kerja enzim, besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah,” katanya.
Bukan hanya Mangan, hampir semua ion dalam air sungai Kalsel termasuk ecoli atau coliform juga melampaui ambang batas sangat tinggi, seperti ecoli yang di antaranya berasal dari tinja manusia, seharusnya hanya 100 miligram kini mencapai maksimal 5.800 miligram.
Kondisi tersebut, menyebabkan penyakit diare, muntaber dan berbagai penyakit lainnya, yang biasanya akan terlihat dalam waktu cepat.
Sedangkan penyakit ginjal atau saraf baru bisa terdeteksi selama sepuluh tahun.
“Namun untuk air PDAM biasanya sudah dilakukan pengolahan jadi layak dikonsumsi, hanya saja biaya pengolahannya jauh lebih mahal,” katanya.
Beberapa waktu lalu Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Drg.Rosihan Adhani,MS mengimbau warga agar tidak mengkonsumsi air begitu saja tanpa melalui proses pengolahan yang benar.
Contohnya bila air dikonsumsi tanpa proses yang baik bisa terjadi kecacatan terhadap bayi maupun warga, karena air sudah tercemar limbah pertambangan emas dan penambangan batubara skala besar di hulu-hulu sungai.
Dari hasil survei yang dilakukan Dinas Kesehatan Kalsel penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat.
Hal tersebut tercermin dari masih tingginya kejadian seperti keracunan dan timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan demikian.
Kondisi ini disebabkan masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan penggunaan jamban keluarga yang tidak memperhatikan ketentuan kesehatan.
Data survei dilakukan Dinkes, kematian bayi di Kalsel rata-rata disebabkan karena buruknya kondisi lingkungan.
Penyakit akibat faktor lingkungan tersebut diantaranya, Asma 2,5 persen, Pneumena 16,4 persen, Diare 11,4 persen, tetanus 4,7 persen, ISPA 3,9 persen, Ensefalitis 2,5 persen, Bronchitis 2,5 dan Emfisema 2,5 persen.
Sebaiknya sebelum air yang tercemar limbah tersebut di konsumsi maka terlebih dahulu di endapkan baru kemudian di rebus hingga mendidih 100 drajat celcius selama satu menit, dengan demikian diharapkan bakteri yang ada dalam air tercemar tersebut bisa mati.
Warga Banjarmasin dan warga lain di Kalsel terutama tinggal di pinggiran sungai masih sangat tergantung dengan keberadaan sungai untuk melakukan aktivitas sehari-hari baik itu, mandi, mencuci memasak dan membuang air besar.
Budaya warga yang masih banyak membuang air besar ke sungai melalui budaya jamban yang menyebabkan kandungan bakteri ecoli sangat tinggi.
Bila air yang tercemar bakteri ecoli dikonsumsi tanpa proses pemanasan yang sesuai maka bisa menimbulkan penyakit diare serta infeksi pencernaan.
Bukti demikian bisa dilihat dikala air PDAM macet pada musim kemarau dan banyak warga mengandalkan air sungai untuk makan dan minum maka akhirnya sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare di kota Banjarmasin.
Badan Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin menyatakan air sungai yang membelah Kota Banjarmasin berkualitas buruk karena tingginya tingkat pencemaran. “Tingkat kualitas air berada di level minus 155 alias tercemar berat,” kata Kepala BLH Banjarmasin, Hamdi, kepada Tempo di Banjarmasin kemarin.

Penilaian ini hasil survei di 10 lokasi yang dilakukan lima kali dalam satu tahun. Kondisi ini tidak berubah sejak lima tahun lalu.

Penilaian merujuk pada dominasi dua parameter utama penyebab pencemaran air sungai, yaitu kandungan bakteri E-Coli dan koliform. Jika kedua parameter itu dihapus, Hamdi meyakini kualitas air sungai Banjarmasin berada di level minus 11 hingga minus 31 alias tercemar sedang.

Menurut Hamdi, banyak pemicu sungai tercemar. Gaya hidup warga Banjarmasin adalah pemicu utamanya, seperti aktivitas mandi-cuci-kakus (MCK) masih di pinggiran sungai. Selain itu, septic tank warga mayoritas terbuat dari kayu sehingga mencemari air tanah dan ekosistem sungai.
Untuk mereduksi pencemaran, ia mengusulkan pengembang perumahan membuat septic tank komunal, mengubah kebiasaan buruk MCK, dan mendorong warga ikut layanan pengolahan limbah yang digarap pemerintah kota. “Kalau air sungai tercemar, dibutuhkan biaya besar mengolah menjadi air bersih,” kata Hamdi.

Direktur Utama PDAM Bandarmasin, Muslih membenarkan pendapat Hamdi. Menurut dia, parameter air yang layak diolah seperti derajat keasaman (pH) tak lebih 6,8; tingkat keruh di bawah 5 ppm; dan warna air di bawah 15 mtu. Kalau ditemukan bahan baku air dengan kualitas di bawah itu, “butuh biaya besar mengolahnya karena ada proses menghilangkan logam berat.”

Kendati butuh biaya tambahan mengolah air baku, Muslih belum berencana menaikkan tarif pelanggan. Kata Muslih, pasokan air semakin seret ketika musim kemarau. Selain buruknya kualitas air sungai Banjarmasin, tingkat intrusi air sungai juga tinggi hingga level 5.000 ppm. “Saat kemarau, produksi air baku hanya 4.500 meter kubik per jam, turun dari 5.000 meter kubik per jam.” 
Daftar Pustaka :
-Zainuddin, Hasan.2012. Air sungai kalsel sudah ancam kesehatan
-Sumedi, Diananta P.2016. Air sungai banjar masin tercemar berat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.