.

Sabtu, 17 Februari 2018

BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN SEBAGAI PENJAGA LINGKUNGAN

Abstrak
Konsep bangunan ramah lingkungan atau green building concept adalah terciptanya konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi yang ramah lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah, dan memperhatikan kesehatan, kenyamanan penghuninya yang semuanya berpegang kepada kaidah bersinambungan.Bangunan hijau juga harus dimulai dengan penggunaan lahan yang sesuai dengan tata ruang kota dan merupakan daerah peruntukan. Selain itu Green Building juga memperhatikan sampai taraf pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya. Manfaat Pembangunan Green Building meliputi manfaat lingkungan, manfaat ekonomi, manfaat sosial. Setiap kawasan memiliki peraturan mendirikan bangunan yang harus dipatuhi seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sepadan Bangunan (GSB), dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Studi ini bertujuan untuk mewujudkan suatu tempat di kawasan Segi Empat Tunjungan yang dihuni secara massal serta kelompok rumah tinggal yang dilengkapi sarana dan prasarana. Demi terciptanya suatu tatanan perkotaan dan penduduk kota yang ideal, sehat, aman, serasi, dan teratur, serta memberi peluang besar terhadap calon penghuni dan sekitar secara berkelanjutan, maka penerapan konsep arsitektur hijau digunakan sebagai pendekatan desain. Metode desain yang digunakan adalah metode Generating Architectural Concept and Idea yang kemudian akan dikembangkan selama proses desain dan menghasilkan desain yang skematik.
Kata kunci : pemilihan lahan, bangunan, ramah lingkungan, arsitektur hijau, rumah susun
PENDAHULUAN.
Pada umumnya tempat tinggal sering dipandang hanya sebagai bentuk fisik sebuah bangunan rumah yang mudah dikenali dan diidentifikasi. Hal ini membuktikan bahwa tempat tinggal hanya difungsikan sebagai tempat berlindung atau melindungi diri sehari-hari, mengingat bahwa kondisi alam tidak selamanya menguntungkan. Tempat tinggal juga merupakan sarana bagi manusia dalam menciptakan tatanan hidup kemasyarakatan. Hal ini mencerminkan bahwa tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia dan juga merupakan determinan kesehatan masyarakat.
Namun dengan bertambahnya jumlah penduduk urbanisasi khususnya pada daerah pusat kota dan semakin maraknya kegiatan perekonomian mendorong timbulnya peningkatan kebutuhan lahan permukiman . Permasalahan yang terjadi pada permukiman kampung di tengah kota ini adalah penurunan kualitas lingkungan , tidak ada ruang terbuka hijau ± 90% telah terbangun, dan berbagai dampak masalah lainnya sehingga kawasan ini dinilai tidak layak huni.
Dengan berbagai masalah yang ada dalam kawasan ini, tentu perlu dilakukan strategi khusus yaitu peremajaan kampung dengan pembangunan suatu tempat yang dapat dihuni secara massal untuk para pendatang tersebut, yakni dengan pembangunan rumah susun. Demi terciptanya suatu tatanan perkotaan dan penduduk kota yang ideal, sehat, aman, serasi, dan teratur, serta memberi peluang besar terhadap calon penghuni dan sekitar secara berkelanjutan, maka penerapan konsep arsitektur hijau digunakan sebagai pendekatan desain.
Arsitektur hijau merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mewujudkan arsitektur yang ekologis atau ramah lingkungan demi mencapai keseimbangan di dalam sistem interaksi manusia dengan lingkungan . Arsitektur hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, yang merupakan langkah untuk merealisasikan kehidupan manusia yang berkelanjutan . Aplikasi arsitektur hijau akan menciptakan suatu bentuk arsitektur yang berkelanjutan .
Konsep penghematan energi pada bangunan sebaiknya dimulai dengan pemilihan lahan dimana bangunan tersebut ditempatkkan. Efisiensi energi, air, dll, diterapkan pada aspek lahan dalam skala kawasan dan kota yang terkait dengan lingkungan binaan (built environment) akan semakin nyata. Efisiensi energi dalam hal aspek lahan yaitu dengan cara merancang lahan dan bangunan dengan mempertimbangkan aspek penghematan penggunaan energi. Sebagai contoh pengalihan fungsi area tanam menjadi bangunan menyumbang emisi CO2 sebesar 18,3 %. Kemudian jika bangunan sudah dipakai baik sebagai rumah tinggal atau bangunan komersial menyumbang emisi CO2 sebesar lebih dari 15 %. Dengan demikian perlu diantisipasi berbagai kemungkinan pelestarian lingkungan dan penghematan energy
ISI
Menurut Hidayat (2017) Teknologi Hijau ( Green Tech ) dikenal sebagai teknologi lingkungan ( Envirotech ) dan Teknologi Bersih ( Cleantech ) , Merupakan integrase antara teknologi modern dan ilmu lingkungan untuk lebih mengoptimalkan pelestrian lingkungan global dan sumber daya alam , serta untuk meminilmalisir dampak negative dari berbagai kegiatan seluruh umat manusia di planet bumi . salah satu nya adalah dengan arsitektur hijau .
Arsitektur hijau merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mewujudkan arsitektur yang ekologis atau ramah lingkungan demi mencapai keseimbangan di dalam sistem interaksi manusia dengan lingkungan. Selain itu Arsitektur hijau adalah arsitektur yang minim mengonsumsi sumber daya alam serta minim menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, yang merupakan langkah untuk merealisasikan kehidupan manusia yang berkelanjutan. dalam penerapan arsitektur hijau mencakup beberapa aspek, antara lain:
·         Ramah Lingkungan
Pada dasarnya, penerapan konsep ramah lingkungan ini menerapkan konsep arsitektur hemat energy, banyak memanfaatkan pengudaraan dan pencahayaan alami.
·         Berkelanjutan
 Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
·         Sehat
Pemanfaatan desain yang mempertimbangkan kesehatan lingkungan, kehidupan sekitar serta efek positif untuk kehidupan.
·         Iklim
Penerapan konsep yang mempertimbangkan iklim yang sesuai. Contohnya penggunaan konsep penghijauan yang sangat cocok untuk iklim tropis.
·         Kegunaan
estetik Penggunaan konsep desain yang tidak hanya mempertimbangkan keestetikaannya saja, tetapi juga kegunaan dan efek pada lingkungan.

Penataan sesuai zona peruntukan akan menempatkan kota tertata dengan baik serta mempermudah penyediaan sarana dan prasarana. Tetapi ada kemungkinan terjadi pemborosan energi terutama masalah transportasi, olehkarenanya untuk penghematan energi harus benar-benar diperhatikan tentang posisi lahan yang ada yang memungkinkan pemakaian energi bisa dikurangi semaksimal mungkin. Untuk mengurangi emisi gas CO2 maka berikut ini adalah : beberapa tanaman akan sangat baik dalam penyerapan CO2. Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002).
Sedangkan untuk mengurangi pengurukan atupun pengangkutan tanah mka seorang arsitek sebaiknya memanfaatkan kontur tanah, kemiringan tanah untuk bangunan yang dibangun, Misal : bangunan hotel resort ditempatkan pada lahan yang mempunyai keindahan alam dan bila lahan mempunyai kemiringan tanah/ tidak datar atau curam bisa dibuat perencanaan bangunan yang memanfaatkan kemiringan lahan sebanyak – banyaknya sehingga bisa mengurangi penggunaan energi, tidak perlu mengangkut material dari tempat lain sehingga mengurangi transportasi yang akan mengurangi emisi gas CO2. Contoh : pemilihan lahan yang memperhatikan kemiringan tanah dan keindahan alam.
Setiap kawasan/zone peruntukan memiliki peraturan mendirikan bangunan yang harus dipatuhi seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sepadan Bangunan (GSB), dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengharuskan luas lantai dasar bangunan tidak melebihi prosentase yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Misal KDB kawasan hunian maksimal 70%, Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30% dari total luas lahan tersebut. Artinya bila lahan seluas 100m2 akan dibangun rumah hijau, maka luas maksimal lantai dasar adalah 100m2x 70% = 70m2, 30m2 nya digunakan untuk taman. (Nirwono Yoga, anggota Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) di buku Gerakan Kota Hijau)
Bila KDB 70% maka luas lahan 100m2, maka luas 70m2 adalah luas maksimal yang dapat dibangun oleh pemilik lahan. Angka KDB bisa bervariasi tergantung pada lokasi lahannya.Semakin besar KDB maka semakin kecil RTH nya. Semakin besar RTH maka semakin besar kemungkinan air masuk ke dalam tanah pada lahan tersebut, dan semakin besar tanah menyerap air dari atas permukaan tanah, bisa memperkecil kemungkinan banjir. Air hujan tersebut disimpan di dalam tanah, air hujan tersebut di”tabung” oleh bumi. Pada saat kemarau, “tabungan” air dapat diambil sebagai persediaan air bersih.
Air hujan bukan untuk disalurkan menjauhi para pemakai air, tetapi air perlu disimpan sebagai persediaan pada musim kemarau. Managemen air yang kurang baik, bila ada saat tertentu akan berlimpah air tapi ada saat lain kawasan tersebut tidak memiliki air. Bangunan ramah lingkungan mampu menyerap air yang jatuh sebanyak banyaknya ke dalam tanah (zero run off).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih lahan untuk pembangunan lingkungan binaan yang berwawasan lingkungan yaitu : bila lahan belum tersedia maka mencari lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Misal : mendirikan bangunan yang berfungsi untuk kantor maka pemilik proyek harus mencari lahan yang memang diperuntukkan bagi fungsi perkantoran, dst. Peruntukan lahan dalam suatu wilayah kota maka diatur melalui rencana umum tata ruang kota (RUTK) dan rencana detail tata ruang kota (RDTRK). Pemilihan lahan yang memperhatikan mengenai konservasi energi, seperti : dengan memperbanyak RHT maka memperbanyak tabungan air tanah, lanskap arsitektur hemat energi yaitu dalam pemilihan material pembentuk lanskap , proses konstruksi dan pemeliharaan lanskap yang hemat energi.
Arsitektur ramah lingkungan, yang juga merupakan arsitektur hijau, mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur hijau mengandung juga dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio-kultural, ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat dan vital dibanding dengan arsitektur pada umumnya.
Green architecture adalah pembangunan yang memperhatikan masalah ekonomi, hema energi, utilitas, daya tahan, dan kenyamanan, ramah lingkungan, dan dapat dikembangkan menjadi pembangunan berkesinambungan. Green architecture (dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang berkelanjutan) adalah membuat struktur dan menggunakan proses pembuatannya memperhatikan terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan: dari tapak untuk desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi.
Tujuan umumnya adalah bahwa bangunan hijau dirancang untuk me- ngurangi dampak keseluruhan dari ling- kungan yang dibangun pada kesehatan manusia dan lingkungan alam dengan cara :
·         Efisien menggunakan energi, air (memilih keran yang memakai tap yang hanya mengeluarkan air dalam volume tertentu) dan sumber daya lain seperti material bagunan
·         Kesehatan penghuni, melindungi dan meningkatkan produktivitas manusia dalam bekerja. *
·         Mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan.
Sebagai contoh bangunan yang ramah lingkungan adalah dengan mendesain bangunan yang memperhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami. Seperti desain interior, menggunakan interior yang ramah lingkungan dan mengurangi pengunaan listrik yang sangat berlebihan, misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti lampu LED yang rendah konsumsi listrik, memperbanyak penggunaan panel sel surya sehingga bisa mengurangi kebutuhan energi listrik bangunan dan memberikan keuntungan antara lain tidak perlu takut kebakaran, hubungan pendek (korsleting), bebas polusi, hemat listrik, hemat biaya listrik, dan rendah perawatan. Sesedikit mungkin penggunaan pendingin ruang / AC pada siang hari dan memperbanyak pembuatan taman di lingkungan rumah dan gedung. Dengan jendela besar untuk lubang sirkulasi udara ke dalam ruangan.

Sedangkan pada desain eksteriornya, dengan menghindari penggunaan bahan bangunan yang berbahaya dan diganti dengan yang ramah lingkungan, dengan memperbanyak taman hijau dan taman dilingkungan rumah dan gedung untuk mengatur keseimbangan lingkungan sekitar.
Desain bangunan dengan atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau bertambah).
Sedangkan untuk material bangunan yang ramah lingkungan seperti misalnya kerangka bangunan utama dan atap, menggunakan material baja memiliki keunggulan lebih kuat, antikarat, antikeropos, antirayap, lentur, mudah dipasang, dan lebih ringan sehingga tidak membebani konstruksi dan fondasi, sehingga baja dapat digunakan sebagai pengganti pemakaian material kayu, untuk mengurangi penebangan hutan/pembabatan kayu hutan yang tak terkendali menempatkan bangunan berbahan kayu mulai berkurang sebagai wujud kepedulian dan keprihatinan terhadap penebangan kayu dan kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia. Material bangunan lainnya yang ramah lingkungan misalnya semen instan, keramik ( untuk dinding pengganti wallpaper dan lantai ). Dinding keramik memberikan kemudahan dalam perawatan, pembersihan dinding (tidak perlu dicat ulang, cukup dilap), motif beragam dengan warna pilihan eksklusif dan elegan, serta menyuguhkan suasana ruang yang bervariasi, batu bata, aluminium (bisa untuk kusen jendela dan pintu juga sudah mulai menggunakan bahan aluminium sebagai generasi bahan bangunan masa datang). Aluminium memiliki keunggulan dapat didaur ulang (digunakan ulang), bebas racun dan zat pemicu kanker, bebas perawatan dan praktis (sesuai gaya hidup modern), hemat biaya, lebih kuat, tahan lama, antikarat, tidak perlu diganti sama sekali hanya karet pengganjal saja, tersedia beragam warna, bentuk, dan ukuran dengan tekstur variasi (klasik, kayu). sehingga dapat mewujudkan konsep bangunan ramah lingkungan.
Untuk bangunan ramah lingkungan (green building), tidak hanya disain bangunan dan material bangunannya saja yang dipikirkan tetapi juga dipikirkan masalah energi,selain energi listrik seperti diatas, merambah ke dunia sanitasi. Septic tank dengan penyaring biologis (biological filter septic tank) berbahan fiberglass dirancang dengan teknologi khusus untuk tidak mencemari air tanah dan lingkungan, antibocor atau tidak rembes, tahan korosi.
Untuk mengantisipasi krisis air bersih, dikembangkan sistem pengurangan pemakaian air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur ulang buangan air bersih (recycle), dan pengisian kembali air tanah (recharge).
Dikembangkan sistem pengolahan air limbah bersih yang mendaur ulang air buangan sehari-hari (cuci tangan, piring, kendaraan, bersuci diri) maupun air limbah (air buangan dari kamar mandi) yang dapat digunakan kembali untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, dan menyirami taman, serta membuat sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan lubang biopori (10 sentimeter x 1 meter) sesuai kebutuhan.

KESIMPULAN
Green building dimulai dengan perencanaan pada pemilihan lahan yang sesuai dengan tata ruang kota yaitu sesuai dengan peruntukannya, kemudian membuat bangunan hijau sebagai desain bangunan yang hemat energy, dimana system bangunan yang didesain dapat mengurangi pemakaian listrik untuk pencahayaan dan sirkulasi udara yang memungkinkan mengurangi penggunaan AC juga konstruksi yang menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan. Konsep hijau yang terdiri dari enam aspek penting untuk bangunan ramah lingkungan meliputi:
1) Penataan dan penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya dan berkelanjutan
2) Penghematan sumber daya energy
3) Konservasi sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih
4) Pemilihan material yang ramah lingkungan dan memiliki daur hidup yang panjang
5) Peningkatan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang yang sehat dan nyaman
 6) pengelolaan sistem bangunan yang mendukung keberlanjutan lingkungan.

DAFTAR PUSAKA
Hidayat, Atep Afia dan Muhammmad Kholill , (2017), Kimia, Industri dan teknologi hijau , Patona Media
Prawibawa, Putu Dera Lesmana dan Happy Ratna Santosa,(2015), Konsep arsitektur hijau daklam penerapan hunian susun dikawasan segi empat tunjungan Surabaya
Karuniastuti, Nurhenu , (2013), Banguna Ramah Lingkungan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.