.

Rabu, 31 Januari 2018

CEGAH HUJAN "BERBAHAYA"



Oleh : CHANDRA EKA PRASETYA (@G04-CHANDRA)


Abstrak : 

Hujan asam sebagai salah satu jenis hujan yang mempunyai pengertian sebagai segala bentuk hujan yang memiliki tingkat keasaman atau pH dibawah normal, yakni dibawah 5,6. Secara umum, hujan yang turun di wilayah Indonesia memiliki pH normal sekitar 6. Dan hujan asam ini mempunyai kandungan pH di bawah kadar normal tersebut. Asamnya hujan ini dikarenakan adanya kandungan karbondioksida atau CO yang larut dengan air hujan tersebut dan memiliki bentuk sebagai asam lemah.

Hujan asam merupakan sebuah hujan yang intensitas terjadinya meningkat ketika terjadi revolusi industri. Jenis industri yang paling banyak menimbulkan atau memicu terjadinya hujan asam adalah indistri yang melakukan pembakaran atau yang mempunyai cerobong asam dan menggunakannya sebagai cara untuk membuang asap sisa pembakaran. Penggunaan cerobong asap memang bisa mengurangi polusi udara yang ada di permukaan Bumi (khususnya di bagian bawah), namun penggunaan cerobong asap ini justru akan menambah kontribusi pada penyebaran hujam asam sendiri.

Kata kunci : Hujan Asam
 
Isi :

Menurut Hidayat dan Kholil (2017) dalam ELC(2008) bahwa sebenarnya hujan secara alami bersifat asam(pH hujan normal 5,6) karena merupakan hasil dari reaksi uap air, karbondioksida dan nitrogen dalam atmosfer. Tingkat keasaman air hujan dapat meningkatkan secara drastis karena masuknya sulfurdioksida dan nitrogenoksida ke atmosfer, sehingga terjadilah hujan asam. Hal tersebut terjadi secara alami sebagai akibat adanya kerusakan vegetasi dan letusan gunung berapi. Manusia pun secara langsung berkontribusi terhadap hujan asam, yaitu dengan semakin intensifnya pemanfaatan bahan fosil, terutama melalui kegiatan industri, pembangkit tenaga listrik (minyak batu bara), knalpot kendaraan bermotor, dan areal pertanian yang mengeluarkan amonia (seperti sawah)
Pada kondisi tertentu, oksida sulfur dan oksida nitrogen dari hasil pembakaran fosil akan berubah secara kimiawi di atmosfer, menjadi asam sulfat dan asam nitrat. Kedua asam tersebut akan tercuci dan terlarut dalam hujan, yang berakibat pada buruknya mutu kualitas air hujan (terjadinya hujan asam). Dampak hujan asam bagi lingkungan sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian serius, karena hujan asam berdampak negatif pada lingkungan, seperti erjadinya kerusakan pada bangunan dan benda-benda yang terbuat dari logam dan juga terjadinya pengasaman danau dan sungai. (Menurut Budiyono : 2001)
Budiawati dkk. (2010) dalam KNLH (1996) bahwa kontribusi gas seperti SO2 dan NO2 dari pembakaran bahan bakar fosil akan menyebabkan keasaman atmosfer, selanjutnya menyebabkan masalah lingkungan dengan terjadinya hujan asam. Issu hujan asam adalah seiring dengan masalah polusi udara sebagai konsekuensi pertumbahan ekonomi yang berdampak pada pemakaian bahan bakar. Kandungan sulfur dan nitrogen dalam premium di Indonesia cukup tinggi bila dibandingkan dengan minyak di USA  yaitu 2%. Selain gas polutan yang terus meningkat konsentrasinya di atmosfer, pertikel tanah di Indonesia umumnya sangat tinggi terutama di musim kemarau. Komposisi kimia partikel yang mengandung unsur asam berpotensi menyebabkan deposisi asam.
Dari hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pada bulan Juni 2009, seluruh percontoh air hujan memenuhi persyaratan fisika kimia air minum, dan pada bulan Mei 2009, percontoh air hujan yang berasal dari Pos Pengamatan Gunung Api Gunung Tangkubanparahu, Cihideung dan Buah Batu juga memenuhi persyaratan untuk air minum. Pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Juli 2009, contoh air hujan tidak memenuhi persyaratan untuk air minum karena keruh, berwarna, dan mengandung kadar amonium tinggi. Pada bulan Desember 2008 dan April 2009 telah terjadi hujan asam dengan nilai pH <5,6. (Matahelumual, 2010)
Mengingat dampak hujan asam yang luas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terbentuknya hujan asam. Upaya pencegahan terbentuknya hujan asam antara lain :Menggunakan bahan bakar dengan kandungan belerang rendah. Minyak bumi dan batu bara merupakan sumber bahan bakar utama di Indonesia. Minyak bumi memiliki kandungan belerang yang tinggi, untuk mengurangi emisi zat pembentuk asam dapat digunakan gas alam sebagai sumber bahan bakar. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang seperti methanol, etanol, dan hidrogen. Namun penggunaan bahan bakar non-belerang ini juga perlu diperhatikan karena akan membawa dampak pula terhadap lingkungan.


Daftar pustaka :
- Hidayat, Atep Afia dan Muhammad Kholil. 2017.  Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta : Pantona Media.
- Budiyono (2001) . Berita Dirgantara, Vol.2 No.1 Maret 2001. Dalam : http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/687 (Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018)
- Budiawati dkk. (2010). Analisis Korelasi Pearson Pearson Untuk Unsur-Unsur Kimia Air Hujan Di Bandung http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_sains/article/view/1118/1006 (Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018)
-  Matahelumual (2010) . Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 1 No. 2  Agustus 2010. Dalam : http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg/article/view/6 (Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.