Kota
Bengkulu merupakan salah satu wilayah administratif di Provinsi Bengkulu yang
sekaligus merupakan ibukota Provinsi. Kota Bengkulu berbatasan langsung dengan
Samudra Hindia di bagian barat, sehingga hampir seluruh wilayahnya berada dipesisir.
Penduduk di sepenjang pesisir umumnaya sebagain besar bermata pencahariansebagai
nelayan.
Pekerjaan
sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang penuh dengan tantangan dan resiko.
Kondisi laut dengan arus, ombak dan angin yang tidak menentu bisamembahayakan
nelayan kapan saja pada saat melalut. Di samping itu keberadaan ikan yang
bersifat musiman menjadikan nelayan tidak dapat bekerja penuh 30 hari dalam satu
bulan, sehingga menyebabkan ada waktu yang terbuang dan nelayan terpaksa menganggur.
Oleh karena itu mata pencaharian sampingan sangat dibutuhkan untuk menunjang
penghasilan rumah tangga nelayan.
Akan
tetapi belakangan ini akibat dari tambang batu bara terdapat beberapa yang
tercemar. Contohnya adalah Sungai Bengkulu yang berada di Kecamatan Sungai
Serut dan Kecamatan Muara Bangkahulu telah tercemar oleh limbah tambang
batubara dan pabrik karet yang berlokasi di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten
Bengkulu Utara.
Pencemaran
itu sangat diprihatinkan masyarakat yang selama ini memanfaatkan air sungai
tersebut. Selain itu air Sungai Bengkulu juga menjadi bahan baku PDAM setempat
untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Bengkulu.
Sungai Bengkulu yang selama ini
menjadi andalan bagi warga untuk berbagaikeperluan, kini semakin tercemar
akibat penambangan batu bara di bagian hulunya.²Air Sungai Bengkulu yang
notabene menjadi satu-satunya sumber air mineral untuk warga Kota Bengkulu
menimbulkan polemik yang diakibatkan oleh pencemaran yang terjadi. Sebagai bukti
dasar adanya pencemaran yang terjadi, berikut akan dipaparkan 4 hasil penelitian
dari 4 otoritas yang berbeda :
Pertama, adalah hasil
penelian yang berasal dari LSM Ulayat Bengkulu:³
“Pencemaran yang terjadi di Sungai Bengkulu sudah melebihi
ambang batas yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
Nomor 907 Tahun 2002 tentang Pengawasan Kualitas Air. Berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh LSM Ulayat pada 2010 terhadap kualitas air Sungai Bengkulu,
pencemaran sudah jauh melebihi ambang batas dan kualitas air sangat buruk
sehingga dak layak diminum. Kajian ulayat terhadap ngkat kekeruhan, warna,
kandungan zat besi, dan kandungan oksigen terlarut menyebutkan kondisi air
Sungai Bengkulu sudah
berada di ambang
batas. Tingkat kekeruhan air
mencapai 421 NTU⁴
dari 5 NTU
yang ditetapkan dalam Permenkes tersebut. Demikian juga
dengan ngkat perubahan warna yang ditoleransi sebesar 15 PTCO⁵ sudah berada
pada angka 267 PTCO. Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg per liter dari
angka yang ditoleransi 0,30 mg per liter.”
Kedua, hasil penelian
yang berasal dari penelian yang dilakukan oleh Tim Gabungan Pemerintah Provinsi
Bengkulu, yang terdiri dari 14 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyatakan
bahwa:⁶
“Setelah uji parameter terhadap air Bengkulu yang dilakukan
ulayat, telah dilakukan juga uji parameter yang dilakukan oleh Tim Gabungan
dari Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pada awal Juni 2011, Pemerintah Provinsi
Bengkulu membentuk Tim gabungan yang berisi 14 SKPD untuk melakukan pengambilan
dan pengujian sampel di 17 k berbeda di sepanjang Sungai Air Bengkulu.
Hasilnya, pada 14 Juni 2011, melalui konferensi pers yang diselenggarakan Badan
Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu yang dipimpin oleh Arifin Daud, telah
dinyatakan bahwa air Sungai Bengkulu posi f tercemar logam berat, mangan, dan
serum. Ia juga menyatakan bahwa golongan kelas air Sungai Bengkulu turun
menjadi golongan kelas III dari sebelumnya golongan kelas I. Dengan kata lain,
air sungai Bengkulu hanya layak untuk akvitas budidaya ikan dan persawahan.”
Kega, hasil penelitian
yang berasal dari penelian m Komisi Penanggulangan Bensin Bermbal (KPBB) berkerjasama
dengan Blacksmith Instuted Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia
menyatakan bahwa:⁷
“Selanjutnya, karena dak adanya ndak lanjut untuk menyikapi
persoalantersebut, tepat pada tanggal 18 Agustus 2011 m KPBB berkerjasama
dengan Blacksmithinstuted Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup kembali melakukan
uji sampel terhadap air Bengkulu. Hasilnya bahkan lebih memprihankan, Sungai
Air Bengkulu dinyatakan sudah tercemar logam membahayakan yaitu Merkuri (Hg)⁸
dan Arsenic (As)⁹. Parahnya lagi, kandungan merkuri dan arsenik tersebut
kadarnya berada pada level mengkhawarkan, yaitu mencapai 15 PPM dan 12 PPM di
dua lokasi yang dijadikan sampel yaitu desa Penandingan dan Surau.”
Keempat, hasil penelitian
yang berasal dari peneli an m terpadu
yang dikoordinir Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), yang terdiri dari 14
dinas dan badan berkepenngan menyatakan bahwa:¹⁰
“Sampel air Sungai Bengkulu yang diambil dari 30 k akan diuji
di ga laboratorium untuk mengetahui tingkat pencemarannya. Sampel air yang
diambil tersebut akan diuji di ga laboratorium yaitu laboratorium milik Badan
Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Dinas ESDM. Pengujian sampel tersebut
dimaksudkan untuk membukkan dugaan pencemaran Sungai Bengkulu akibat limbah
batu bara dan karet seper yang dikeluhkan masyarakat dan PDAM Kota Bengkulu.
Hasil pemeriksaan terhadap 30 sampel tersebut akan dilaporkan ke Gubernur
Bengkulu dan menjadi dasar untuk mengambil langkah selanjutnya. Sebelumnya,
Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Surya Gani mengatakan bahwa pihaknya akan
memeriksa empat perusahaan tambang batu bara yang diduga mencemari Sungai
Bengkulu. Empat perusahaan yang diperiksa akvitasnya terkait dugaan pencemaran
tersebut yakni PT Danau Mas Hitam (PT DMH), PT In Bara Perdana (PT IBP), PT Bukit Sunur (PT
BS), dan PT Kesuma Raya Utama (PT KRU). Seluruh perizinan perusahaan tambang
tersebut diterbitkan sebelum tahun 1990, yang airnya sudah puluhan tahun
berakvitas di hulu sungai tersebut.”
Belakangan
(lima tahun terakhir), nelayan di samping melakukan penangkapan ikan ada juga
nelayan dan keluarga melakukan usaha pengumpulan limbah batu bara hasil dari
kegiatan penambangan batu bara di kelurahan tersebut yang dibuang atau terbuang
ke sungai pada saat pencucian batu bara. Dari hasil pengumpulan, batu bara yang
terkumpul di jual kepengumpul dengan harga jual Rp10.000 per karung untuk ukuran
halus dan seharga Rp17.000 per karung untuk ukuran kasar.
Keluarga
Nelayan Pengumpul Limbah. Ada empat belas keluarga nelayan dikelurahan Pasar
Bengkulu ini yang melakukan usaha tambahan penghasilan denganmelakukan
pengumpulan limbah batu bara di sungai Bengkulu. Anggota keluarganelayan yang
umum melakukan pengumpulan limbah batu bara adalah para kepalakeluarga nelayan
(14 jiwa), anak-anak nelayan (7 jiwa), dan istri nelayan/ibu rumahtangga
nelayan satu orang (1 jiwa). Anak-anak nelayan dan istri nelayan umumnya hanya
membantu kegiatan orang tuanya untuk mencari nafkah keluarga. Namun dari apa
yang mereka lakukan cukup dapat menambah penghasilan keluarga. Para nelayan ini
sudah cukup lama menjadi nelayan (umumnya sudah di atas 10 tahun, bahkan sudah ada
20 tahun lebih). Namun untuk pengumpulan limbah batu bara di sungai sebagai tambahan
penghasilan baru mereka mulai sekitar 4 tahunan belakangan.
Larangan dan Upaya Penanggulangan
Pelaksana Tugas
Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah kembali menerbitkan surat imbauan tentang
larangan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi perkebunan, pertambangan dan
permukiman di 10 wilayah kabupaten serta kota.
"Kembali saya
ingatkan kepada bupati dan wali kota agar menghentikan alih fungsi lahan
pertanian menjadi peruntukan lain," kata dia.
Ia mengatakan
pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Pada pasal 44
menjelaskan, lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
"Peraturan
Gubernur tentang larangan alih fungsi sudah diterbitkan pada 2010 tapi belum
ditindaklanjuti dengan peraturan bupati," katanya.
Sedangkan Peraturan
Wali Kota (Perwal) tentang larangan alih fungsi tersebut sudah diterbitkan,
hanya saja di lapangan belum optimal pengawasannya sehingga masyarakat Lembak
di sekitar Danau Dendam Tak Sudah mengeluhkan alih fungsi areal persawahan
menjadi permukiman.
Menurutnya, jika
perlindungan terhadap lahan pangan tidak dilakukan pemerintah kota, maka
program ketahanan pangan akan sulit tercapai.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
Muslih mengatakan lahan pangan di beberapa kabupaten telah beralih menjadi
pertambangan dan perkebunan.
"Ada beberapa
kabupaten yang tidak taat kesepakatan dewan ketahanan pangan dengan mengalihkan
ladang pangan menjadi pertambangan dan perkebunan," katanya.
Padahal menurut dia
para bupati dan wali kota yang sekaligus ketua dewan ketahanan pangan di
wilayah masing-masing telah menandatangani komitmen ketahanan pangan berisikan
sembilan poin termasuk mempertahankan lahan pangan.
Ia mengatakan tidak
memiliki data terbaru mengenai kawasan lahan pangan yang dialihfungsikan untuk
keperluan lain. Namun, dipastikan luas areal persawahan mengalami penyusutan
sebesar 20 persen setiap tahun yang terjadi sejak enam tahun lalu.
Daftar Pustaka :
·
M.
Ramli dan Khairunnisa. 2013. KONTRIBUSI USAHA PENGUMPULAN LIMBAH PENAMBANGAN BATUBARA
BAGI PENGHASILAN RUMAH TANGGA NELAYAN (Kasus Nelayan di Kelurahan Pasar Bengkulu,
Kota Bengkulu). (dibaca 29-11-2016)
·
J.T.
Pareke dan David Aprizon Putra. 2014. Model Penyelesaian Konflik Kewenangan
dalam Hal Timbulnya Dampak Dumping Limbah Batu Bara: Studi Kasus pada Pemerintah
Kota Bengkulu dengan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah (dibaca 29-11-2016)
·
Anonim,
http://www.antaranews.com/print/29609/sungai-bengkulu-tercemar-limbah-tambang-batubara-dan-pabrik-karet.
(diakses 29-11-2016)
·
Anonim.
2012. http://www.antarabengkulu.com/berita/2556/bengkulu-hadapi-ancaman-kerusakan-lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.