.

Selasa, 29 November 2016

Bengkulu Tercemar Limbah BatuBara dan Karet


Kota Bengkulu merupakan salah satu wilayah administratif di Provinsi Bengkulu yang sekaligus merupakan ibukota Provinsi. Kota Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di bagian barat, sehingga hampir seluruh wilayahnya berada dipesisir. Penduduk di sepenjang pesisir umumnaya sebagain besar bermata pencahariansebagai nelayan.
Pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan yang penuh dengan tantangan dan resiko. Kondisi laut dengan arus, ombak dan angin yang tidak menentu bisamembahayakan nelayan kapan saja pada saat melalut. Di samping itu keberadaan ikan yang bersifat musiman menjadikan nelayan tidak dapat bekerja penuh 30 hari dalam satu bulan, sehingga menyebabkan ada waktu yang terbuang dan nelayan terpaksa menganggur. Oleh karena itu mata pencaharian sampingan sangat dibutuhkan untuk menunjang penghasilan rumah tangga nelayan.
           

Akan tetapi belakangan ini akibat dari tambang batu bara terdapat beberapa yang tercemar. Contohnya adalah Sungai Bengkulu yang berada di Kecamatan Sungai Serut dan Kecamatan Muara Bangkahulu telah tercemar oleh limbah tambang batubara dan pabrik karet yang berlokasi di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara.
Pencemaran itu sangat diprihatinkan masyarakat yang selama ini memanfaatkan air sungai tersebut. Selain itu air Sungai Bengkulu juga menjadi bahan baku PDAM setempat untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Bengkulu.

            Sungai Bengkulu yang selama ini menjadi andalan bagi warga untuk berbagaikeperluan, kini semakin tercemar akibat penambangan batu bara di bagian hulunya.²Air Sungai Bengkulu yang notabene menjadi satu-satunya sumber air mineral untuk warga Kota Bengkulu menimbulkan polemik yang diakibatkan oleh pencemaran yang terjadi. Sebagai bukti dasar adanya pencemaran yang terjadi, berikut akan dipaparkan 4 hasil penelitian dari 4 otoritas yang berbeda :
Pertama, adalah hasil penelian yang berasal dari LSM Ulayat Bengkulu:³
“Pencemaran yang terjadi di Sungai Bengkulu sudah melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 907 Tahun 2002 tentang Pengawasan Kualitas Air. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh LSM Ulayat pada 2010 terhadap kualitas air Sungai Bengkulu, pencemaran sudah jauh melebihi ambang batas dan kualitas air sangat buruk sehingga dak layak diminum. Kajian ulayat terhadap ngkat kekeruhan, warna, kandungan zat besi, dan kandungan oksigen terlarut menyebutkan kondisi  air  Sungai  Bengkulu  sudah  berada  di  ambang  batas.  Tingkat kekeruhan  air  mencapai  421  NTU⁴  dari  5  NTU  yang  ditetapkan  dalam Permenkes tersebut. Demikian juga dengan ngkat perubahan warna yang ditoleransi sebesar 15 PTCO⁵ sudah berada pada angka 267 PTCO. Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg per liter dari angka yang ditoleransi 0,30 mg per liter.”

Kedua, hasil penelian yang berasal dari penelian yang dilakukan oleh Tim Gabungan Pemerintah Provinsi Bengkulu, yang terdiri dari 14 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyatakan bahwa:⁶
“Setelah uji parameter terhadap air Bengkulu yang dilakukan ulayat, telah dilakukan juga uji parameter yang dilakukan oleh Tim Gabungan dari Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pada awal Juni 2011, Pemerintah Provinsi Bengkulu membentuk Tim gabungan yang berisi 14 SKPD untuk melakukan pengambilan dan pengujian sampel di 17 k berbeda di sepanjang Sungai Air Bengkulu. Hasilnya, pada 14 Juni 2011, melalui konferensi pers yang diselenggarakan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu yang dipimpin oleh Arifin Daud, telah dinyatakan bahwa air Sungai Bengkulu posi f tercemar logam berat, mangan, dan serum. Ia juga menyatakan bahwa golongan kelas air Sungai Bengkulu turun menjadi golongan kelas III dari sebelumnya golongan kelas I. Dengan kata lain, air sungai Bengkulu hanya layak untuk akvitas budidaya ikan dan persawahan.”

Kega, hasil penelitian yang berasal dari penelian m Komisi Penanggulangan Bensin Bermbal (KPBB) berkerjasama dengan Blacksmith Instuted Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia menyatakan bahwa:⁷
“Selanjutnya, karena dak adanya ndak lanjut untuk menyikapi persoalantersebut, tepat pada tanggal 18 Agustus 2011 m KPBB berkerjasama dengan Blacksmithinstuted Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup kembali melakukan uji sampel terhadap air Bengkulu. Hasilnya bahkan lebih memprihankan, Sungai Air Bengkulu dinyatakan sudah tercemar logam membahayakan yaitu Merkuri (Hg)⁸ dan Arsenic (As)⁹. Parahnya lagi, kandungan merkuri dan arsenik tersebut kadarnya berada pada level mengkhawarkan, yaitu mencapai 15 PPM dan 12 PPM di dua lokasi yang dijadikan sampel yaitu desa Penandingan dan Surau.”

Keempat, hasil penelitian yang berasal dari peneli an   m terpadu yang dikoordinir Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), yang terdiri dari 14 dinas dan badan berkepenngan menyatakan bahwa:¹⁰
“Sampel air Sungai Bengkulu yang diambil dari 30 k akan diuji di ga laboratorium untuk mengetahui tingkat pencemarannya. Sampel air yang diambil tersebut akan diuji di ga laboratorium yaitu laboratorium milik Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, dan Dinas ESDM. Pengujian sampel tersebut dimaksudkan untuk membukkan dugaan pencemaran Sungai Bengkulu akibat limbah batu bara dan karet seper yang dikeluhkan masyarakat dan PDAM Kota Bengkulu. Hasil pemeriksaan terhadap 30 sampel tersebut akan dilaporkan ke Gubernur Bengkulu dan menjadi dasar untuk mengambil langkah selanjutnya. Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Surya Gani mengatakan bahwa pihaknya akan memeriksa empat perusahaan tambang batu bara yang diduga mencemari Sungai Bengkulu. Empat perusahaan yang diperiksa akvitasnya terkait dugaan pencemaran tersebut yakni PT Danau Mas Hitam (PT DMH), PT In   Bara Perdana (PT IBP), PT Bukit Sunur (PT BS), dan PT Kesuma Raya Utama (PT KRU). Seluruh perizinan perusahaan tambang tersebut diterbitkan sebelum tahun 1990, yang airnya sudah puluhan tahun berakvitas di hulu sungai tersebut.”

Belakangan (lima tahun terakhir), nelayan di samping melakukan penangkapan ikan ada juga nelayan dan keluarga melakukan usaha pengumpulan limbah batu bara hasil dari kegiatan penambangan batu bara di kelurahan tersebut yang dibuang atau terbuang ke sungai pada saat pencucian batu bara. Dari hasil pengumpulan, batu bara yang terkumpul di jual kepengumpul dengan harga jual Rp10.000 per karung untuk ukuran halus dan seharga Rp17.000 per karung untuk ukuran kasar.
Keluarga Nelayan Pengumpul Limbah. Ada empat belas keluarga nelayan dikelurahan Pasar Bengkulu ini yang melakukan usaha tambahan penghasilan denganmelakukan pengumpulan limbah batu bara di sungai Bengkulu. Anggota keluarganelayan yang umum melakukan pengumpulan limbah batu bara adalah para kepalakeluarga nelayan (14 jiwa), anak-anak nelayan (7 jiwa), dan istri nelayan/ibu rumahtangga nelayan satu orang (1 jiwa). Anak-anak nelayan dan istri nelayan umumnya hanya membantu kegiatan orang tuanya untuk mencari nafkah keluarga. Namun dari apa yang mereka lakukan cukup dapat menambah penghasilan keluarga. Para nelayan ini sudah cukup lama menjadi nelayan (umumnya sudah di atas 10 tahun, bahkan sudah ada 20 tahun lebih). Namun untuk pengumpulan limbah batu bara di sungai sebagai tambahan penghasilan baru mereka mulai sekitar 4 tahunan belakangan.

Larangan dan Upaya Penanggulangan
Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah kembali menerbitkan surat imbauan tentang larangan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi perkebunan, pertambangan dan permukiman di 10 wilayah kabupaten serta kota.

"Kembali saya ingatkan kepada bupati dan wali kota agar menghentikan alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lain," kata dia.

Ia mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pada pasal 44 menjelaskan, lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.

"Peraturan Gubernur tentang larangan alih fungsi sudah diterbitkan pada 2010 tapi belum ditindaklanjuti dengan peraturan bupati," katanya.

Sedangkan Peraturan Wali Kota (Perwal) tentang larangan alih fungsi tersebut sudah diterbitkan, hanya saja di lapangan belum optimal pengawasannya sehingga masyarakat Lembak di sekitar Danau Dendam Tak Sudah mengeluhkan alih fungsi areal persawahan menjadi permukiman.

Menurutnya, jika perlindungan terhadap lahan pangan tidak dilakukan pemerintah kota, maka program ketahanan pangan akan sulit tercapai.

Kepala  Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu Muslih mengatakan lahan pangan di beberapa kabupaten telah beralih menjadi pertambangan dan perkebunan.

"Ada beberapa kabupaten yang tidak taat kesepakatan dewan ketahanan pangan dengan mengalihkan ladang pangan menjadi pertambangan dan perkebunan," katanya.

Padahal menurut dia para bupati dan wali kota yang sekaligus ketua dewan ketahanan pangan di wilayah masing-masing telah menandatangani komitmen ketahanan pangan berisikan sembilan poin termasuk mempertahankan lahan pangan.

Ia mengatakan tidak memiliki data terbaru mengenai kawasan lahan pangan yang dialihfungsikan untuk keperluan lain. Namun, dipastikan luas areal persawahan mengalami penyusutan sebesar 20 persen setiap tahun yang terjadi sejak enam tahun lalu.
Daftar Pustaka :
·         M. Ramli dan Khairunnisa. 2013. KONTRIBUSI USAHA PENGUMPULAN LIMBAH PENAMBANGAN BATUBARA BAGI PENGHASILAN RUMAH TANGGA NELAYAN (Kasus Nelayan di Kelurahan Pasar Bengkulu, Kota Bengkulu). (dibaca 29-11-2016)
·         J.T. Pareke dan David Aprizon Putra. 2014. Model Penyelesaian Konflik Kewenangan dalam Hal Timbulnya Dampak Dumping Limbah Batu Bara: Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bengkulu dengan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah (dibaca 29-11-2016)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.