.

Rabu, 30 November 2016

Pencemaran Lingkungan di Jawa Barat



                          


                           Pencemaran Lingkungan di Jawa Barat
POKOK-POKOK PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Pokok-pokok permasalahan lingkungan di Propinsi Jawa Barat yang telah teridentifikasi hingga saat ini, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  • Degradasi sumberdaya alam khususnya air dan lahan, yang ditandai dengan deplesi
    sumber air (permukaan dan air bawah tanah, baik kuantitas maupun kualitasnya),
    semakin meluasnya tanah kritis dan DAS kritis, penurunan produktifitas lahan, semakin
    meluasnya kerusakan hutan (terutama karena perambahan) baik hutan pegunungan
    maupun hutan pantai (mangrove).
  • Permasalahan pencemaran, baik pencemaran air, udara maupun tanah yang
    penyebarannya sudah cukup meluas dan terkait dengan industri, rumah tangga dengan
    segala jenis limbahnya, terutama sampah.
  • Permasalahan kebencanaan alam, yaitu Jawa Barat terutama bagian tengah dan
    selatan termasuk wilayah rawan gempa dan volkanisme. Wilayah ini termasuk daerah
    yang paling sering tertimpa musibah tanah longsor dibanding wilayah lainnya di
    Indonesia, yang terkait dengan "irrational land use" dan juga kegiatan pertambangan.
  • Inkonsistensi antara Rencana Tata Ruang Wilayah dengan eksisting penggunaan
    lahan/pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan.
  • Permasalahan kawasan pesisir dan pantai, yaitu kerusakan hutan mangrove, abrasi dan
    akresi pantai, perubahan tataguna lahan di wilayah pesisir, intrusi air laut, dan
    pencemaran air laut.
  • Permasalahan sosial kependudukan, ditandai dengan tingginya urbanisasi, munculnya
    permukiman kumuh pada hampir seluruh kota di Jabar, pedagang kaki lima - PKL dan
    kesemrawutan lalu lintas.
  • Tumpang-tindih peraturan perundang-undangan terhadap lingkungan, baik dari
    interpretasi materi maupun implementasinya di lapangan.
Terbatasnya sarana dan prasarana pemantauan lingkungan (termasuk laboratorium lingkungan) serta sistem informasi lingkungan. Lemahnya fungsi pengendalian, sebagai akibat kurang efektifnya kegiatan pemantauan, dan juga akibat rendahnya penegakan hukum (law enforcement), dan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.

GAMBARAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN JAWA BARAT
·        Degradasi Sumberdaya Alam
1.     Sumberdaya Lahan
Pokok permasalahan terjadinya degradasi sumberdaya lahan adalah karena inkonsistensi atau ketidak sesuaian antara penggunaan lahan dan ruang yang ada dengan arahan yang diperintahkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sekitar 33% lahan tidak digunakan sesuai dengan arahan tata guna tanah dalam Rencana Tata Ruang bahkan selama lima tahun terakhir telah terjadi penyimpangan terhadap pemanfaatan kawasan lindung sekitar 12,9% . Kondisi terbesar dari penyimpangan tersebut terutama disebabkan adanya alih fungsi pada kawasan hutan dan kawasan resapan air.
2.     Sumberdaya Air
Wilayah Propinsi Jawa Barat banyak diberkahi dengan sumber-sumber air tapi dengan cepatnya kenaikan permintaan akan air telah mengakibatkan sistem penyediaan yang dibangun tidak lagi seimbang. Curah hujan yang besar (terutama di wilayah bagian tengah) memberikan aliran air permukaan berlimpah, tapi keragaman aliran menurut musim dan keterbatasan fasilitas penyimpanannya sumber-sumber air permukaan tidak lagi memadai untuk satu tahun penuh. Air tanah juga merupakan sumber penting tapi pengembangannya dibatasi oleh jumlah pengisian kembali sumber air tersebut.

Permintaan air sekarang untuk kebutuhan domestik, konsumsi industri, dan irigasi pertanian diperkirakan 17,5 milyar m3 pertahun, dan diperkirakan akan terus naik sekitar satu persen per tahun. Permintaan air irigasi sekitar 80% dari total permintaan air, meskipun angka ini diperkirakan berkurang dalam jangka panjang, mengingat kebutuhan domestik, perkotaan dan industri tumbuh lebih cepat. Kebutuhan ini dipenuhi dari sumber-sumber seperti: air permukaan dari sungai di wilayah Propinsi Jawa Barat dan air tanah.


.
3.     Sumberdaya Hutan
Salah satu masalah lingkungan paling serius di Jawa Barat adalah penurunan luas hutan. Penurunan hutan yang sebagian besar terletak di bagian hulu DAS, memiliki konsekuensi lingkungan yang luas dan sangat besar. Banjir dalam periode musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau cenderung meningkat pada lima tahun terakhir. Masalah-masalah lingkungan terkait lainnya yaitu tingginya sedimentasi sungai dan waduk telah mengakibatkan berkurangnya produktifitas pertanian dan gangguan terhadap infrastruktur lainnya secara signifikan bagi pembangunan daerah dan nasional. Angka sedimentasi yang tinggi ini ditambah dengan erosi tanah yang hebat di daerah-daerah tangkapan air, yang dalam beberapa kasus disebabkan oleh penurunan luas hutan.
Angka penurunan hutan yang tinggi di Jawa Barat sangat serius. Penyebab penurunan hutan bermacam-macam mulai dari perambahan hutan yang berkaitan dengan krisis ekonomi, tingginya kebutuhan akan lahan pertanian, masalah-masalah kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya hutan, hingga inkonsistensi antara rencana tata ruang dan implementasinya di tingkat lapangan. Masalah terakhir ini sebagian besar disebabkan karena lemahnya penegakan hukum. Dalam beberapa tahun terakhir, skala penurunan hutan di Jawa Barat meningkat. Sebagai contoh, pada skala lokal di KPH Bandung Selatan, perambahan hutan dilaporkan hingga 15.500 ha. Ini berarti 28% dari keseluruhan areal hutan yang melibatkan sekitar 41.500 keluarga (Anonymous, 1999). Hasil-hasil pertanian perkebunan pada lahan hutan disatu sisi memberikan keuntungan ekonomi buat petani dalam jangka pendek. Tapi pada sisi lain, hal ini akan mengurangi produksi hutan dan merusak layanan-layanan lingkungan lainnya termasuk stabilisasi tanah dan air, iklim mikro, dan merosotnya karbon. Konflik antara kepentingan-kepentingan ekonomi dan ekologi ini perlu ditangani secara tepat sehingga keberadaan sumberdaya hutan yang tersisa dapat tetap terpelihara.
4.     Masalah pertanian
Selama lima tahun terakhir telah terjadi pengurangan atau alih fungsi lahan sawah di Jawa Barat sebesar 62.834 Ha, yaitu dari luas sawah 976.869 Ha pada tahun 1997 berkurang menjadi 881.637 Ha pada tahun 2002. Perubahan terbesar terjadi di Kabupaten Bandung sebesar 38.159 Ha, yaitu dari luas sawah 64.147 Ha pada tahun 1997 berkurang menjadi 25.988 Ha pada tahun 2002.
Sebaliknya pertanian lahan kering selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi penambahan luasan lahan kering atau alih fungsi ke lahan kering di Jawa Barat sebesar 804.409 Ha, dari luas lahan kering 1.781.909 Ha pada tahun 1992 bertambah menjadi 2.586.318 Ha pada tahun 2002. Perubahan terbesar terjadi di Kabupaten Garut sebesar 90.347 Ha, dari luas lahan kering 154.514 Ha pada tahun 1992 bertambah menjadi 244.861 Ha pada tahun 2002.
Pembangunan pertanian pada saat ini khususnya tanaman pangan dan hortikultura diarahkan pada penyediaan bahan pangan beras. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian Jawa Barat tahun 1999 sebesar 1,59 % (NKLD, 2000). Produksi padi mencapai 10.340.686 ton GKG, atau mencapai 99,71 % dari sasaran sebesar 10.370.436 ton, dan meningkat 5.57 % dari tahun 1998 yang mencapai 9.795.638 ton GKG (NKLD, 2000).

5.     Masalah kegiatan pertambangan
Penambangan bahan galian 'C' mencakup pengerukan, penggalian atau penambangan material yang tidak termasuk material strategis. Bahan galian 'C' termasuk pasir, kerikil, tanah liat, tanah, batu kapur dan batu yang digunakan sebagai bahan mentah untuk kebutuhan industri dan konstruksi. Endapan tanah liat, pasir dan kerikil ditemukan di dataran-dataran rendah dan sungai; batu keras (basal, andesit, dasit) untuk agregat ditemukan di wilayah-wilayah berbukit dan pegunungan. Pengadaan bahan galian 'C' sangat penting untuk mendukung pembangunan fisik wilayah di Jawa Barat dan Jakarta.
Tingkat kecepatan eksploitasi dan penggunaan material ini telah mengakibatkan beberapa permasalahan lingkungan dimana belum ada ketaatan akan praktek-praktek pengelolaan yang bijak dan kurangnya rehabilitasi pasca penambangan. Kerusakan lingkungan karena penambangan, pengedukan dan pengerukan bahan galian 'C' sebagian besar diakibatkan dari kurang mempertimbangkan masalah-masalah lingkungan dalam perencanaan, pengoperasian dan perbaikan pasca penambangan. Kerusakan lingkungan dapat diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi atau oleh dampak kumulatif dari operasi-operasi kecil.
Dampak-dampak lingkungannya meliputi: (i) destabilisasi lereng dengan penggalian dinding-dinding tinggi, yang sering meluas sampai batas wilayah perumahan, (ii) meningkatnya bahaya tanah longsor atau runtuhnya batuan akibat terpotongnya lereng curam yang terdiri dari batuan lepas dan batuan lapuk, karena cuaca dan tidak terkonsolidasi, (iii) meningkatnya erosi tanah karena hilangnya vegetasi penutup, (iv) meningkatnya kekeruhan dan pendangkalan selokan dan sungai karena penggalian tanpa penyediaan penampung sedimen, (v) kerusakan daerah resapan air tanah, (vi) semakin menurunnya permukaan air bawah tanah atau hilangnya air tanah karena terpotongnya akuifer, (vii) polusi debu dan suara dari jalan-jalan pengangkutan serta kerusakan vegetasi dan tanaman.
6.     Permasalahan lingkungan pantai dan wilayah pesisir
Masalah-masalah umum yang dihadapi wilayah pesisir dan pantai Jawa Barat adalah degradasi hutan bakau, gerusan (abrasi) dan sedimentasi, pencemaran pantai karena kegiatan-kegiatan industri dan domestik serta intrusi air laut.
Dilaporkan oleh BPLHD (Jawa Barat ASER, 2002) bahwa di pantai utara Jawa Barat abrasi sejauh 400-500 m terjadi di Indramayu, 5 km di Subang dan 2 mil / tahun di Karawang, sedangkan sedimentasi/penambahan (akresi) sejauh 5-7 km sepanjang garis pantai terjadi di Indramayu, 5 km di Subang dan 300 m di Karawang.
Penurunan hutan bakau sejauh 1 km panjang pantai terjadi di Indramayu, 6000 tanaman di Subang, sekitar 1000 ha di Karawang, dan sekitar 64% dari total hutan bakau di Bekasi. Di wilayah pantai Subang, pengendapan (sedimentasi) telah menutup sekitar 6000 ha daratan.
7.     Permasalahan bencana alam
Keberadaan gunung berapi aktif yang tersebar di wilayah Jawa Barat dapat menyebabkan bahaya potensial terhadap kehidupan manusia di wilayah-wilayah sekitarnya. Dampak-dampak dari letusan gunung berapi tidak hanya kehilangan jiwa dan kerusakan dan harta benda, tapi juga dapat menjadi sumber polusi alami. Akan tetapi, perlu juga diingat bahwa kegiatan gunung berapi memberikan keuntungan yang sangat besar seperti tanah-tanah subur, bahan baku yang berlimpah, bijih besi, energi geothermal, dan pemandangan yang indah (pariwisata). Dengan kata lain, kegiatan gunung berapi selain menimbulkan dampak-dampak negatif, tapi juga memberikan kontribusi aspek-aspek positif untuk kemakmuran manusia.
Daftar pustaka
Walhi. 2007. Permasalahan Lingkungan Jawa Barat. Dalam link http://uwadadang.blogspot.co.id/2007/12/permasalahan-lingkungan-jawa-barat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.