.

Jumat, 10 Agustus 2018



Oleh : @H12- STEALLA

CINTAI BAYI, CINTAI BUMI
 @ProyekH02

Abstrak :
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin pesat tentu dibarengi dengan banyaknya penggunaan diaper (biasa dikenal popok) oleh para ibu-ibu. Popok yang umumnya dipakai oleh ibu-ibu zaman sekarang adalah popok sekali pakai, karena tidak perlu memikirkan untuk mencuci dan menunggu kering. Atau dapat dikatakan popok sekali pakai jauh lebih praktis daripada popok kain. Tetapi disamping sifatnya yang praktis ketika digunakan, ternyata popok sekali pakai juga memiliki beberapa efek.

Isi :
Menurut buku Ensiklopedia clodi, Niken TF Alimah menjelaskan bahwa keberadaan clodi berawal dari sebelum abad ke-18 Masehi. Beberapa suku bangsa di Eropa dengan teknik bedong menggunakan bahan alami seperti dedaunan, lumut maupun kulit binatang. Penggunaan Lumut spaghum sebagai penyerap oleh suku Indian di Amerika, salah satunya suku Indian Cree. Cara yang berbeda digunakan oleh masyarakat Jepang pada masa era ebdo (1603-1868). Mereka menggunakan ejiko ayunan unik dari rotan yang dilapisi dengan bahan-bahan penyerap cairan dengan lubang khusus dibagian belakang bayi. Sedangkan popok tradisional yang ada di China bisa dikenal dengan sebutan kai-dang-ku- pun berbeda, Popok ini yang lebih diarahkan untuk latihan pergi ke toilet (toilet training) berbentuk celana dalam dengan lubang di bagian pantat bayi.
Sekitar tahun 1800, popok kain mulai digunakan dengan berbahan dasar kain katun atau linen yang dilipat membentuk segi tiga, atau segi empat yang dibebatkan di pinggang bayi menutupi alat kelaminnya. Popok ini dikunci dengan peniti besar di bagian depan perut bayi. Istilah diaper atau popok mulai digunakan untuk kain kecil dengan pola geometris.Pada periode ini bayi di Amerika utara maupun Eropa biasa dipakaikan celana penutup popok berbahan wool yang disebut soaker atau pilch sehingga lebih bersifat anti tembus saat buang air kecil.
Pada tahun 1887 popok kain mencapai keemasan, bahkan diproduksi secara masal dengan dipelopori oleh Maria Allen dari Amerika pada tahun 1887. Bahan yang digunakan mulai bergeser dari katun ke handuk terry dan kain muslin yang lembut. Meski demikian, kebutuhan akan kepraktisan rupanya membuat popok kain buatan pabrik dirasa kurang memuaskan.
Pada tahun 1947 Marion Donovan dari Amerika dan Paddi oleh Valerie Hunter menemukan popok sekali pakai bernama “booter”. Suami Istri Rick dan Erika Force melalui Motherease adalah pelopor popok kain modern (modern cloth diapers) dengan desain unik yang kemudian dikenal dengan sebutan AIO (All in one) pada tahun 1991 di Kanada. Kesadaran akan besarnya anggaran untuk popok sekali pakai adalah motivator utama pasangan ini untuk bergerak menciptakan desain popok ekonomis yang tetap nyaman dipakai bayi. (Rahayu, 2016)
Bayi-bayi jaman dahulu bisa dikatakan jarang terkena ruam popok, karena mereka hanya mengenakan popok kain yang terbuat dari kain tipis sehingga saat bayi ngompol bisa cepat kering sendiri.
Tetapi untuk menjaga kebersihan dan kesehatan bayi, popok harus segera diganti. Hal ini tentu cukup melelahkan karena bayi bisa saja mengompol hingga 2-3 kali per jam. Belum lagi jika bayi BAB, kotorannya bisa menyebar (berantakan).
Kelebihan dari popok kain tentunya lebih hemat, karena orang tua hanya perlu membeli beberapa popok kain dan menggunakannya berulang kali. Bahkan, kadang kala bisa diwariskan kepada generasi berikutnya. Ada pula beberapa keluarga yang memberikannya kepada calon ibu lain yang akan memiliki momongan.
Tetapi zaman sekarang, ibu-ibu lebih memikirkan segi praktiks. Sekarang sudah bukan jamannya lagi bagi para ibu untuk berkutat seharian dengan tumpukan popok bayi di dalam bak cucian dan proses penjemuran yang menjemukan. Apalagi, jika sedang musim hujan, mereka harus berupaya mengeringkannya di dalam rumah agar tidak sampai kekurangan popok.
Sekarang ini, para orang tua lebih memilih menggunakan popok bayi sekali pakai dan tinggal membuangnya saja jika sudah kotor. Oleh karena itu kebutuhan akan popok sekali pakai semakin hari semakin meningkat. Penumpukan sampah popok sekali pakai tentu berdampak pada pencemaran lingkungan.
Sampah tersebut merupakan jenis sampah produk yang sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga jika dibiarkan akan semakin menumpuk. Salah satu bahan yang terkandung dalam popok sekali pakai yaitu plastik. Plastik memiliki karakteristik sukar terurai, tidak menyerap, bahkan kedap air serta tidak berkarat. Karena sifatnya yang kedap air maka mikroorganisme pun enggan menyentuhnya sehingga tidak adanya proses pembusukan. Akibatnya, tidak dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Apabila sampah plastik tidak terurai, tidak membusuk, tidak berkarat berarti bersifat kumulatif. Maka keberadaan sampah plastik akan menggunung. Kehadiran sampah plastik di suatu perairan, apabila dalam jumlah banyak akan menyita ruang. Plastik juga akan mengurangi tata guna air, akibatnya hantaran panas air tidak sama dan lebih jauh mengganggu keseimbangan cairan (homeostasis). Keberadaan plastik pada tanah akan menimbulkan keterbatasan penggunaan tanah. (Rahayu, 2016)
Dimulai dari hal yang kecil yang berada di lingkungan rumah akan tetapi berdampak sangat fatal bagi keseimbangan lingkungan. Jika dalam satu rumah memiliki satu bayi atau balita yang masih memakai popok, dalam sehari rata-rata bayi membutuhkan popok sekali pakai 3-6 buah dalam penggunaan popok sekali pakai selama satu tahun : 6 buah x 365 hari = 2.190 sampah. Dilihat dari segi ekonomi, pemakaian popok sekali pakai pada bayi sangat terasa. Jika satu anak memakai popok dengan harga yang paling murah maka dapat dihitung pengeluaran pertahun untuk pemakaian popok sekali pakai adalah : Rp.1.500,-x6 buahx365 hari = Rp 3.285.000,-
Selain biaya yang dikeluarkan lebih besar dan memberi dampak buruk bagi lingkungan, popok sekali pakai ternyata memberikan masalah kesehatan juga bagi bayi. Pada sebagian bayi popok sekali pakai menimbulkan masalah diantaranya terjadinya iritasi kulit, gatal, dan luka. Menurut Weisbrod dan Hoff (2011) uric acid pada urine neonates merupakan pemicu pertumbuhan Candida sp. Dib (2005) mengemukakan bahwa ruam kemerahan (iritasi) pada permukaan kulit bayi dapat terjadi juga pada di daerah pangkal paha bayi. Kemerahan tersebut menunjukkan iritasi pada kulit bayi yang dipicu oleh bakteri pada popok sekali pakai maupun bakteri pada urine. Ketika ammonia yang terdapat pada urine bergabung dengan plastik diapers maka suasana dipermukaan kulit bayi yang anaerobic akan mendukung pertumbuhan bakteri. Bayi yang sering enupresis dan enkopresis tetapi tidak diganti akan memperburuk kondisi kulit bayi. Pada bayi dengan ASI eksklusif makanan ibu juga dapat mempengaruhi terutama jika kandungan zat makanan yang tergolong allergen. Penggunaan antibiotik juga dapat menyebabkan iritasi karena antibiotik akan membunuh semua jenis bakteri termasuk bakteri yang akan berkompetisi dengan jamur. Disamping itu juga bahan kimia popok sekai pakai, bahan makanan bayi yang menyebabkan alergi baik pada urine maupun feses. Penelitian tentang lamanya penggunaan diapers yang aman pada setiap jenis diapers belum dilakukan Mullen (2005). Disamping disebabkan oleh bakteri, kemerahan juga kemungkinan disebabkan oleh jamur, karena kondisi yang lembab dan tersedianya faktor pendukung kehidupan jamur. Iritasi tersebut juga dipengaruhi oleh acrodermatitis enteropathica yang berhubungan dengan diare, hilangnya rambut pada permukaan kulit, erosive perioral dermatitis, malabsorbtion, malnutrition, asma, alergi herpes dan HIV. Dampak iritasi tersebut adalah luka, rasa gatal dan panas, demam, dan limphangitis. Infeksi lain yang mungkin timbul adalah cystitis yang dapat berlanjut pada penurunan fungsi urogenital. (Noriko)
Jika dilihat dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari popok kain maupun popok sekali pakai, dapat dikatakan bahwa popok kain sifatnya lebih aman. Entah aman bagi kesehatan bayi, aman bagi lingkungan, dan pastinya aman bagi “dompet” orangtua. Walaupun popok kain tidak praktis seperti diaper, tetapi kesehatan bayi adalah yang utama. Apabila ada pilihan untuk menjaga kesehatan bayi dengan menggunakan popok kain, tentu ada baiknya kita terapkan. Lagipula dengan tindakan kecil seperti menggunakan popok kain, kita sebagai penduduk bumi telah menunjukan kepedulian dan cinta pada bumi.


Daftar Pustaka :

https://id.theasianparent.com/pedebatan-soal-popok-bayi

Aisyah, Siti. 2016. HUBUNGAN PEMAKAIAN DIAPERS DENGAN KEJADIAN RUAM POPOK PADA BAYI USIA 6 – 12 BULAN. http://journal.unisla.ac.id/pdf/19812016/d.%20dr.%20Siti.pdf


Hidayat, Atep Afia, Kholil, Muhammad. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Industri

Norgitasari, Selvia. 2017. PEMAKAIAN DIAPERS TERHADAP PERILAKU TEMPERTANTRUM PADA ANAK. http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/download/94/39


Rahayu, Yayu. 2016. PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE PENGGUNAAN CLOTH DIAPER SEBAGAI SOLUSI POPOK RAMAH LINGKUNGAN. http://digilib.isi.ac.id/1261/7/yayu%20rahayu_0911909024.pdf

(semua diakses tanggal 10 Agustus 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.