Tahu merupakan makanan tradisional yang banyak
digemari oleh masyarakat luas di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh tahu
yang memiliki manfaat yang besar dengan harga yang sangat terjangkau.
Dalam memenuhi banyaknya permintaan kebutuhan tahu di masyarakat, maka di berbagai daerah banyak sekali ditemukan perusahaan tahu baik berskala kecil maupun berskala besar. Dalam proses pembuatan tahu, perusahaan menghasilkan limbah padat, cair, maupun gas. Pada umumnya limbah padat sudah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi, yaitu, protein (23,35%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), abu (17,03%), serat kasar (16,53%), dan air (10,53%) (Bapedal, 1994). sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan.
Dalam memenuhi banyaknya permintaan kebutuhan tahu di masyarakat, maka di berbagai daerah banyak sekali ditemukan perusahaan tahu baik berskala kecil maupun berskala besar. Dalam proses pembuatan tahu, perusahaan menghasilkan limbah padat, cair, maupun gas. Pada umumnya limbah padat sudah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi, yaitu, protein (23,35%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), abu (17,03%), serat kasar (16,53%), dan air (10,53%) (Bapedal, 1994). sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan.
Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen
sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas
tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air
buangan. Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang
tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak
negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan
pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar.
Apabila
dilihat dari baku mutu limbah cair industri produk makanan dari kedelai menurut
KepMenLH No. Kep-51?MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair
bagi Kegiatan Industri, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk BOD,COD, dan
TSS berturut-turut adalah 50,100, dan 200 mg/L, sehingga jelas bahwa limbah
cair industri tahu telah melebihi baku mutu yang telah diisyaratkan.
Pemanfaatan
Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran
hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat
juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas
metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada
umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu
metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan
gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32
m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785
liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel.
Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per
hari.
Untuk mengubah Limbah
cair tahu menjadi Biogas yaitu dngan cara Fermentasi Anaerob. Kumpulan mikroorganisme,
umumnya bakteri terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi
metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam
kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi
dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989):
Senyawa Organik ---> CH4 + CO2
+ H2 + NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat
ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan
mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik.
Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides,
Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam
proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.
Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas
memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa
mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :
a. Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.
b. Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.
b. Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
Sumber :
APAKAH APLIKASINYA DI INDINESIA SUDAH DILAKUKAN DI INDONESIA??
BalasHapus