Oleh : Farichatus Sa'diyah (G13-Farichatus)
Abstrak :
Banyak sekali sumber pencemaran air yang dapat merusak ekosistem alam. Pencemaran yang mengkontaminasi wilayah air berasal dari industri rumah tangga, dan industri pabrik. selain itu kurang sadarnya masyarakat akan kebersihan lingkungan hidup belum begitu diperhatikan. Dengan peningkatan limbah baik rumah tangga maupun limbah industri pabrik, membuat penumpukan limbah pada daerah aliran sungai. Sampah dan limbah yang mengandung logam berat apabila dibuang melalui sungai akan terbawa arus dan terserap dalam tubuh organisme hidup. Apabila sungai sudah tercemar maka organisme yang hidup dikawasan tersebut juga tercemar. Oleh karena itu, perlu adanya penanggulangan untuk mengurangi kadar logam berat dan pencemaran lain di wilayah perairan. salah satunya adalah dengan menanami kawasan sungai dengan tumbuhan mangrove.
Isi :
Menurut Mulyadi bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas, dan memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan mata
rantai utama yang berperan sebagai
produsen dalam jaring makanan
ekosistem pantai. Selain itu ekosistem
mangrove yang memiliki produktivitas
tinggi menyediakan makanan berlimpah
bagi berbagai jenis hewan laut dan
menyediakan tempat berkembang biak,
memijah, dan membesarkan anak bagi
beberapa jenis ikan, kerang, kepiting dan
udang, sehingga secara tidak langsung
kehidupan manusia tergantung pada
keberadaan ekosistem mangrove. Mangrove juga memiliki fungsi fisik
bagi pantai yaitu:
Mangrove yang tumbuh di ujung sungai besar berperan sebagai penampungan terakhir bagi limbah dari industri di perkotaan dan perkampungan hulu yang terbawa aliran sungai. Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air sungai terbawa arus menuju muara sungai dan laut lepas. Area hutan mangrove akan menjadi daerah penumpukan limbah, terutama jika polutan yang masuk ke dalam lingkungan estuari melampaui kemampuan pemurnian alami oleh air. Pemandangan menyedihkan yang biasa ditemui pada ekosistem mangrove adalah banyaknya sampah padat seperti plastik, gabus, kaca dan kardus yang menumpuk dan tersangkut di akar-akar mangrove. Pembuangan sampah ke dalam ekosistem ini merupakan indikator rendahnya perhatian masyarakat terhadap ekosistem ini. (Purwiyanto, 2013)
- Sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan angin kencang
- Penahan abrasi
- Penampung air hujan sehingga mencegah banjir
- Penyerap limbah yang mencemari perairan.
![]() |
Hutan Mangrove Sumber : http://www.wif.care/mangrove-restoration/ |
Salah satu pencemaran yang harus diwaspadai yaitu logam berat. Menurut Purwiyanto (2013) bahwa Tembaga (Cu) dalam konsentrasi tinggi atau rendah bersifat sangat toksik bagi tumbuhan jika berada sebagai satu-satunya unsur dalam larutan. Sebagai fungisida tembaga (Cu) digunakan dalam bentuk serbuk dan spray. Tembaga (Cu) juga dibutuhkan oleh beberapa jenis tumbuhan sebagai elemen mikro yang berperan dalam proses respirasi. Tanaman mangrove sendiri memiliki upaya penanggulangan toksik lain diantaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang mudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya
Menurut Purwiyanto (2013) bahwa logam pada sedimen kemudian diserap oleh akar mangrove dan kemudian didistribusikan pada bagian tumbuhan yang lain, termasuk juga daun. Selain menyerap logam pada sedimen, akar-akar mangrove tersebut juga dapat menyerap logam yang terdapat pada kolom air, mengingat akar kedua jenis mangrove dapat terendam air pada saat air pasang. Mekanisme ini secara terperinci dijelaskan oleh Hardiani (2009), dimana secara umum tumbuhan melakukan penyerapan oleh akar, baik yang berasal dari sedimen maupun air, kemudian terjadi translokasi ke bagian tumbuhan yang lain dan lokalisasi atau penimbunan logam pada jaringan tertentu.
Menurut Purwiyanto (2013) bahwa logam pada sedimen kemudian diserap oleh akar mangrove dan kemudian didistribusikan pada bagian tumbuhan yang lain, termasuk juga daun. Selain menyerap logam pada sedimen, akar-akar mangrove tersebut juga dapat menyerap logam yang terdapat pada kolom air, mengingat akar kedua jenis mangrove dapat terendam air pada saat air pasang. Mekanisme ini secara terperinci dijelaskan oleh Hardiani (2009), dimana secara umum tumbuhan melakukan penyerapan oleh akar, baik yang berasal dari sedimen maupun air, kemudian terjadi translokasi ke bagian tumbuhan yang lain dan lokalisasi atau penimbunan logam pada jaringan tertentu.
Salah satu
penghasil Cu adalah bahan antifouling pada
cat-cat kapal. Letak Avicennia yang berada
tepat di pinggir muara, mendapat masukkan
logam pertama secara langsung, baik dari
sedimen maupun kolom air. Hal tersebut
mengakibatkan Avicennia akan terlebih dahulu
mengakumulasi logam Cu yang diterima oleh
mangrove di perairan. Rhizopora yang terletak
di belakang Avicennia mendapat masukkan
logam Cu hasil dari penyaringan Avicennia,
sehingga konsentrasi Cu pada sedimen dan
kolom airnya telah berkurang. Hal tersebut
tentu saja mengakibatkan konsentrasi Cu yang
diserap oleh akar dan didistribusikan ke daun
akan lebih sedikit dibandingkan Avicennia.
Selain itu, perbedaan jenis akar pada
kedua mangrove juga diduga dapat menjadi
penyebab perbedaan akumulasi logam.
Meski pada jaringan akar dan
daun kedua jenis mangrove ini ditemukan
kandungan logam Cu, namun kandungan
tersebut belum serta merta mengindikasikan
adanya pencemaran Cu pada perairan. Hal tersebut karena pada
dasarnya logam Cu merupakan mineral mikro
yang dibutuhkan oleh jaringan, meskipun
dalam jumlah yang sangat sedikit (Arifin,
2008).
Palar (2004) juga mengemukakan bahwa Cu merupakan salah satu jenis logam esensial, yaitu logam yang tidak dapat diproduksi tubuh, dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek toksik. Pada tumbuhan secara umum, logam Cu memegang peranan penting dalam pertumbuhannya, yaitu sebagai aktivator enzim. Kekurangan logam Cu mengakibatkan tumbuhan berdaun kecil dan berwarna kuning, bahkan efek lanjutannya mengakibatkan tumbuhan gagal memproduksi bunga. Kandungan logam Cu pada akar dan daun kedua jenis mangrove dapat berasal dari kandungan logam Cu yang memang sengaja diserap oleh jaringan mangrove untuk memenuhi kebutuhannya.
Palar (2004) juga mengemukakan bahwa Cu merupakan salah satu jenis logam esensial, yaitu logam yang tidak dapat diproduksi tubuh, dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek toksik. Pada tumbuhan secara umum, logam Cu memegang peranan penting dalam pertumbuhannya, yaitu sebagai aktivator enzim. Kekurangan logam Cu mengakibatkan tumbuhan berdaun kecil dan berwarna kuning, bahkan efek lanjutannya mengakibatkan tumbuhan gagal memproduksi bunga. Kandungan logam Cu pada akar dan daun kedua jenis mangrove dapat berasal dari kandungan logam Cu yang memang sengaja diserap oleh jaringan mangrove untuk memenuhi kebutuhannya.
Mulyadi, Edi, Rudi Laksmono dan Dewi Aprianti. Fungsi Mangrove Sebagai Pengendali Pencemar Logam Berat. Surabaya : UPN
dalam http://eprints.upnjatim.ac.id/1263/ (Diunduh pada tanggal 09/02/2018)
Purwiyanto, Anna Ida Sunaryo. 2013. Daya Serap Akar dan Daun Mangrove Terhadap Logam Tembaga (CU) di Tanjung Api-Api, Sumatra Selatan.
dalam https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/33150898/Maspari_Vol_5.pdf? (diunduh pada tanggal 09/02/2018)
Kusmana, Cecep. 2009. Pengelolaan Sistem Mangrove Secara Terpadu. Bogor : Institut Pertanian Bogor
dalam http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%20IPB/PENGELOLAAN%20SISTEM%20MANGROVE%20SECARA%20TERPADU.pdf (diunduh pada tanggal 09/02/2018)
Kariada, Nana dan Andin Irsadi. 2014. Peranan Mangrove Sebagai Biofilter Pencemaran Air Wilayah Tambak Bandeng Tapak, Semarang. Semarang : Universitas Negeri Semarang
dalam https://media.neliti.com/media/publications/117554-ID-none.pdf (diunduh pada tanggal 09/02/2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.