.

Jumat, 16 Februari 2018

Kimia Hijau dan Aplikasinya

Kimia Hijau dan Aplikasinya

Oleh : arisa savitri eka pratiwi (G21-Arisa)


 Abstrak
Aplikasi kimia hijau sejalan dan seirama dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sebagai catatan, pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan dengan menerapkan prinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi mada depan.

Kata kunci : Kimia Hijau dan Aplikasi kimia hijau  

Isi

Menurut Mustafa, Istilah kimia hijau pertama kali digunakan oleh Paul T. Anastas pada sebuah program khusus yang diperkenalkan organisasi EPA (Environmental Protection Agency) di Amerika Serikat tahun 1991. Program ini dimaksudkan untuk menerapkan pengembangan berkelanjutan di bidang kimia dan teknologi kimia oleh dunia industri, akademi, dan pemerintahan. Konsep kimia hijau mengintegrasikan pendekatan baru untuk proses sintesa, pengolahan, dan aplikasi zat-zat kimia sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan ancaman terhadap kesehatan dan lingkungan. Pendekatan baru ini kemudian diberi istilah: kimia yang ramah terhadap lingkungan (Environmental benign Chemistry), kimia bersih (Clean Chemistry) ekonomi atom (atom economy), kimia yang dirancang jinak/ramah (benign-by-design chemistry).

Konsep kimia hijau biasanya ditampilkan sebagai gabungan dari 12 prinsip yang diusulkan oleh Anastas dan Warner (Anastas & Warner, 1998), apabila diterapkan dapat menunjukkan bagaimana produksi zat kimia dapat memfasilitasi kesehatan manusia dan lingkungan, dengan tetap memperhatikan efisiensi dan keuntungan. Kedua belas prinsip kimia hijau itu adalah: 1) pencegahan: pencegahan limbah lebih diutamakan daripada perlakuan terhadap air limbah; 2) atom ekonomi: metode sintesa harus dirancang untuk memaksimalkan pemanfaatan semua materi yang digunakan dalam proses sampai menghasilkan suatu produk; 3) sintesa zat kimia dengan kemungkinan timbulnya bahaya seminimal mungkin: kegiatan pembuatan zat kimia diusahakan menerapkan metode yang dirancang untuk memanfaatkan dan menghasilkan zat-zat dengan toksisitas serendah mungkin bagi kesehatan manusia dan lingkungan; 4) merancang zat kimia yang aman yang dapat digunakan sesuai peruntukannya dengan meminimalisir toksisitas zat tersebut; 5) pemanfaatan pelarut dan zat pendamping yang aman; 6) perancangan sistem untuk mendapatkan efisiensi energi pada temperatur dan tekanan rendah serta ramah lingkungan; 7) sejauh mungkin menerapkan penggunaan bahan mentah yang terbarukan, bukan yang menghabiskan sumber daya; 8) sejauh mungkin mengurangi pemanfaatan zat derivatif seperti zat pencegah, pelindung, atau penghancur; 9) pemanfaatan katalis seselektif mungkin dan yang merupakan reagen dengan sifat stokiometrik yang paling baik; 10) perancangan agar mudah diuraikan, zat-zat kimia yang dihasilkan harus mudah diuraikan saat manfaatnya telah selesai; 11) analisis secara real-time untuk pencegahan polusi; metode-metode analisis harus dikembangkan untuk memungkinkan pemantauan dan pencegahan secara langsung pada setiap tahap dari proses sintesa untuk mencegah terbentuknya zat berbahaya; 12) penerapan kimia aman untuk mencegah kecelakaan, zat-zat yang digunakan dalam proses kimia harus dipilih untuk meminimalisir potensi kecelakaan, termasuk pelepasan zat berbahaya, ledakan, dan kebakaran. Kedua belas prinsip ini diharapkan dapat memotivasi hal-hal yang berhubungan dengan bidang kimia seperti penelitian, pendidikan, dan kebijakan dan persepsi masyarakat. Prinsip pertama menggambarkan ide dasar dari kimia hijau, yang dilanjutkan dengan prinsip-prinsip berikutnya yang menjadi pedoman dalam melaksanakan prinsip pertama itu seperti atom economy, penghindaran toksisitas, pemanfaatan solven dan media lainnya dengan konsumsi energi seminimal mungkin, pemanfaatan bahan mentah dari sumber yang terbarukan, serta penguraian produk kimia menjadi zat-zat nontoksik sederhana yang ramah lingkungan (Dhage, 2013).

Para ahli kimia dapat mengakses berbagai sumber informasi mengenai potensi bahaya molekul zat kimia yang akan dirancang dan zat pendukung yang akan dipilih. Saat ini para ahli kimia hijau sudah terlatih untuk mengintegrasikan berbagai informasi tersebut untuk merancang molekul dengan menghindari atau mengurangi sifat racun/toksik dari molekul tersebut. Sebagai contoh, mereka mungkin merancang molekul yang cukup besar ukurannya sehingga tidak dapat menembus jauh ke dalam paru-paru manusia atau hewan, yaitu tempat efek toksik dapat terjadi. Cara lain adalah mengubah sifat-sifat suatu molekul untuk mencegah absorpsi oleh kulit atau untuk memastikan molekul tersebut akan mudah terurai di lingkungan. Dengan kemajuan di bidang teknologi pembuatan partikel nano, maka perlu diperhatikan atau dibuat peraturan untuk mengurangi dampak kesehatan dan lingkungan yang disebabkan partikel nano ini termasuk aplikasi teknologi dan partikel nano di dunia kedokteran, seperti pencitraan, pemberian obat, disinfektasi, dan perbaikan jaringan (Albrecht, Evans, & Raston, 2006). Partikel nano ini dapat masuk ke tubuh manusia melalui paru, usus besar, kulit, serta dapat masuk ke jaringan otak yang kemungkinan besar dapat menimbulkan masalah kesehatan, meskipun penelitian mengenai ini belum tuntas. Aturan dan regulasi terkait nano partikel dan kesehatan serta lingkungan perlu dikembangkan berdasarkan 12 prinsip kimia hijau. Albrechts et al., (2006) menguraikan dampak nano partikel dan berbagai kemungkinan alternatif yang tidak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan untuk pemanfaatan nano partikel di berbagai aspek kehidupan. Manfaat pendekatan kimia hijau adalah mengurangi berbagai risiko pada siklus produksi dan pemanfaatan zat kimia. Pendekatan pembaharuan berkelanjutan dalam hal penemuan atau inovasi akan membawa kepada proses dan produk yang aman di dalam ekosistem alami, dan mudah terurai, sehingga menjadi zat gizi untuk alam atau dapat didaur ulang.

CAT RAMAH LINGKUNGAN
Senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC) biasa diidentifikasi sebagai bau sesuatu yang baru dicat, bersifat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Sejak dulu ada cat yang larut dalam air berbentuk bubuk, tetapi tidak mudah didapat. Perusahan cat di Inggris berhasil membuat cat yang sedikit sekali atau tidak mengandung VOC tetapi tetap menarik, misalnya cat yang berbasis pelarut dari tanaman yang tidak berbau, mudah dibersihkan, dan berdaya tutup yang baik. Cat-cat yang diiklankan di Indonesia juga sudah mulai memperhatikan keamanan terhadap kesehatan dan lingkungan.

PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN
Sudah ada produk-produk plastik yang berbahan dasar gula dari tanaman hasil pertanian yang terbarukan, seperti jagung, kentang, dan gula dari buah bit, untuk mulai menggantikan plastik yang berasal dari petroleum. Beberapa perusahaan di negara maju telah menghasilkan produk-produk plastik yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan di Amerika yang memasarkan polimer PLA dari tumbuhan yang berasal dari jagung, digunakan dalam kemasan makanan dan minuman. Perusahaan ini juga berhasil membuat serat yang berasal dari jagung dinamakan Ingeo dan digunakan untuk membuat selimut serta hasil tekstil lain. Pabrik yang memakai polimer PLA sebagai bahan dasarnya juga mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia hijau termasuk dalam memilih zat warna untuk produkproduk mereka. Di Amerika Serikat, terdapat perusahaan yang mengganti bahan penguat karpet yang biasanya terdiri atas aspal, polivinil klorida (PVC), dan poliuretan, dengan resin poliolefin, yang berasal dari tanaman dan lebih rendah toksisitasnya. Karpet jenis ini memiliki daya rekat yang tinggi dan tidak mudah menyusut. Saat ini karpet yang ramah lingkungan ini telah digunakan untuk bangunan rumah, sekolah, rumah sakit, dan kantor. Saat ini sudah ada Pedoman Pemanfaatan Biomaterial Berkelanjutan (Sustainable Biomaterials Guidelines) yang memberi arahan untuk pendekatan komprehensif terhadap siklus produksi, pemanfaatan dan pengolahan limbah untuk praktik pertanian sampai dengan daur ulang dan pembuatan pupuk. Pedoman tersebut memberi saran bagaimana mengolah limbah tumbuhan seperti kayu, rumput kering, tanaman, dan berbagai bahan mentah pertanian untuk dimanfaatkan kembali. Pedoman tersebut sesuai dengan prinsip kimia hijau yang ke tujuh yaitu memanfaatkan bahan baku pertanian yang dapat didaur ulang, seperti yang digambarkan pada Gambar 2. Prinsip ini mendasari usaha para ahli kimia untuk memanfaatkan material yang dapat diperbaharui, seperti bahan bakar biogas dan pakan ternak, menghemat penggunaan energi, dan memproduksi zat-zat kimia yang ramah lingkungan pada pengolahan bahan makanan.
Smart City
Konsep kota cerdas diperkenalkan untuk mengusahakan tersedianya kehidupan perkotaan yang baik bagi penduduknya melalui pengelolaan optimal berbagai sumberdaya yang diperlukan. Konsep kota cerdas merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk membuat perkotaan menjadi nyaman untuk kehidupan penduduknya dan siap menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul. Tahun 2008 para walikota di Eropa telah menyepakati kebijakankebijakan pembangunan kota berkelanjutan, yaitu mencapai tujuan 20-20-20 (20% reduksi gas buang/emisi, 20% energi terbarukan, dan 20% peningkatan efisiensi energi) pada tahun 2020 (Woinasroschy, 2016).



Daftar pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.