.

Sabtu, 10 Februari 2018

Green Chemistry untuk Merehabilitasi Bumi



Oleh : Nuriel Hanifan (@F25-Nuriel)

Abstrak
Kimia hijau datang sebagai solusi untuk mencegah bumi semakin rusak, Ilmu kimia dapat memainkan peran penting untuk mencapai peradaban yang berkelanjutan di planet Bumi (Collins, 2001). Dalam aplikasinya kimia hijau berfungsi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan zat kimia berbahaya sebagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. 



Kata kunci : Green Chemistry, Kerusakan Lingkungan, 

Pendahuluan
Saat ini masyarakat dunia sedang dihadapi dengan masalah kerusakan alam yang terus terjadi dimana-mana , baik di udara, air, tanah. Manusia dengan segala kemampuannya terus menciptakan alat yang digunakan untuk kemudahan dalam berbagai hal pekerjaan dan aktivitasnya. Kemajuan teknologi terus membuat manusia berinovasi namun terkadang inovasi yang dibuat merugikan salah satu pihak yaitu “alam”. Mereka membuat alat dengan konsumsi atau bahan dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non-Renewables). Namun saat ini manusia sedang fokus dalam merehabilitasi bumi dengan berbagai cara agar bumi tidak terus rusak oleh aktivitas manusia. Munculah sebuah gagasan “Kimia Hijau”. Kimia hijau (Green Chemistry) adalah desain produk dan proses kimia yang berupa mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya (EPA, 2015 dalam Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil (2017). Kimia hijau berlaku untuk seluruh siklus hidup produk kimia, termasuk desain, manufaktur, penggunaan, dan pembuangan akhir. Konsep dari kimia hijau mengenai kimia untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran.
Pembahasan
Menurut (Collins, 2001 dalam Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil, 2017), Kimia hijau dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan lestari dan berkelanjutan, setidaknya untuk tiga bidang utama. Pertama, teknologi energi terbarukan yang akan menjadi pilar utama dari peradaban teknologi tinggi yang berkelanjutan. Kedua, reagen yang digunakan oleh industri kimia, yang masih sebagian besar bersumber dari minyak bumi, harus mulai digantikan oleh sumber yang terbarukan. Ketiga, perlu ada teknologi alternatif pengendalian polusi yang lebih mumpuni.
Green Chemistry itu sendiri memiliki 12 prinsip, antara lain :
1. Menghindari penghasilan sampah
2. Desain bahan kimia dan produk yang aman
3. Desain sintesis kimia yang tak berbahaya
4. Penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Penggunaan katalis
6. Menghindari bahan kimia yang sifatnya derivatif (chemical derivatives)
7. Desain sintesis dengan hasil akhir (produk) yang mengandung proporsi maksimum bahan mentah
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang aman
9. Peningkatan efisiensi energi
10. Desain bahan kimia dan produk yang dapat terurai
11. Pencegahan polusi
12. Peminimalan potensi kecelakaan kerja
Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini. Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, dibagikan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan. Yaitu, untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.
Selain itu Green Chemistry juga dapat diterapkan dalam Smart City , Konsep    kota    cerdas    diperkenalkan untuk  mengusah akan tersedianya kehidupan perkotaan yang baik bagi penduduknya melalui pengelolaan optimal berbagai sumberdaya yang diperlukan. Konsep kota cerdas  merupakan   proses   kegiatan   yang   dilakukan   untuk membuat perkotaan menjadi nyaman untuk kehidupan penduduknya dan  siap  menghadapi  berbagai  tantangan  yang  mungkin  muncul. Tahun  2008  para  walikota  di  Eropa  telah  menyepakati  kebijakan-kebijakan  pembangunan  kota  berkelanjutan,  yaitu  mencapai tujuan 20-20-20 (20% reduksi gas buang/emisi, 20% energi terbarukan, dan 20% peningkatan efisiensi  energi)  pada tahun2020 (Woinasroschy, 2016 dalam mustafa, Dina ,2017).
Kota  cerdas  digambarkan  dengan  atribut  kecerdasan  dalam  hal bangunan,   infrastruktur,   teknologi,   energi,   mobilitas,  penduduk,administrasi,  dan  pendidikan  (Albino,  Berardi,  &  Dangelico,  2015). Atribut-atribut  itu  secara  terintegrasi  diterapkan  dalam  mengelola sumberdaya,   mengendalikan   tingkat  polusi,  dan  mengalokasikan energi.  Sebagai  penggiat  pengembangan  ekonomi  terutama  pada industri  moderen  seperti  elektronik,  teknologi  informasi,  bio  dan nanoteknologi,  yang  memainkan  peran  penting  pada  struktur  dan pengelolaan  kota  cerdas,  industri  kimia yang  menerapkan  prinsip Kimia Hijau dapat   memainkan   peranan   penting   pada   evolusi berkelanjutan kota cerdas.
Konsep Green Chemistry itu sendiri berasal dari Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, dan Kima Analitik. Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi pada sektor industri. Green Chemistry berbeda dengan Environmental Chemistry (Kimia Lingkungan). Perbedaannya adalah sebagai berikut. Green Chemistry lebih berfokus pada usaha untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan Environmental Chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah tercemar oleh substansi-substansi kimia.
Aplikasi Green Chemistry menurut  Ryoji Noyori, peraih hadiah Nobel Kimia pada tahun 2001, terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry. Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis). Tinjauan beberapa sektor diatas sebagai berikut:
1)         Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.
2)         Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).
3)         Sintesis kiral (chiral synthesis), adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). Pada intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K. Barry Sharpless ini menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri farmasi/obat-obatan.
Kemudian LanzaTech, Inc, berhasil meraih penghargaan tahun 2015 untuk kategori Greener Synthetic pathways, berhasil memproduksi bahan bakar dan bahan kimia dari pemanfaatan gas buang. LanzaTech telah bermitra dengan sekitar 10 perusahaan dalam lingkup Global Fortune 500 seperti Invista dan Evonik untuk menggunakan teknologi tersebut, termasuk pemanfaatan fasilitas yang dapat menghasilkan 100.000 galon etanol per tahun, dan sejumlah bahan kimia untuk pembuatan plastik.
Sementara SOLTEX yang merupakan perusahaan yang memproduksi minyak dan pelumas sintetik dari Texas berhasil meraih penghargaan tahun 2015 untuk kategori Greener Reaction Conditions, berhasil mengembangkan . Jika digunakan secara luas, teknologi ini memiliki potensi untuk menghilangkan jutaan galon air limbah per tahun dan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya sampai 50 persen.
Sedangkan Hybrid Coating Teknologi / Nanotech Industri Daly City dari California, berhasil meraih penghargaan tahun 2015 untuk kategori Designing Greener Chemical. Inovasinya berupa pengembangan poliuretan nabati untuk digunakan pada lantai, furniture dan pelapis/busa. Teknologi ini dapat mensubtitusi penggunaan isosianat, yang dikenal menyebabkan gangguan terhadap kulit dan organ pernapasan ( termasuk memicu asma). Poliuteran nabati yang sudah diproduksi, penggunaanya dapat mengurangi Voltile Organic Compound (VOC) dan menurunkan biaya produksi, dan lebih aman bagi manusia dan lingkungan.
Penutup
Berdasarkan catatan (Santosa, 2008  dalam Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil, 2017), yang mengutip pendapat Koch (2007), bahwa dalam 50 tahun kedepan, terdapat 10 masalah besar yang dihadapi umat manusia, mulai dari masalah energi, air, makanan, lingkungan, kemisikinan, terorisme dan perang, penyakit, pendidikan, demokrasi dan populasi. Ternyata lima diantaranya, yaitu masalah energim air, makanan, lingkungan, dan penyakit berkaitan erat dengan kimia, dan hanya dapat diselesaikan secara seksama dengan pengembangan lebih lanjut konsep dan apliaksi Kimia Hijau.
Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini. Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, diberikan penghargaan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan yaitu untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.

Daftar Pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil (2017), Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Patona Media : Jakarta
Mustafa, Dian (2017), Peranan Kimia Hijau (Green Chemistry) dalam mendukung tercapainnya kota cerdas (Smart City) suatu tinjauan pustaka.  http://repository.ut.ac.id/7076/1/UTFMIPA2017-07-dina.pdf (Diunduh, 08 Februari 2018)
Artikel Green Chemistry (2015) http://www.infosarjana.com/2015/10/green-chemistry.html (Diakses, 08 Februari 2018)
Artikel Kimia Undip09 (2015), Green Chemistry  https://kimiaundip09.wordpress.com/2012/07/09/green-chemistry/#more-76 (Diakses, 08 Februari 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.