.

Kamis, 15 Desember 2016

Aplikasi Kimia Hijau


Kimia hijau diartikan sebagai proses yang lebih efisien, hemat energi dan sumber daya alam serta lebih ramah lingkungan daripada sebelumnya. Dalam 20 tahun terakhir, industri kimia di Jerman, yang tergolong terbesar di Eropa,  sudah mengurangi seperlima kebutuhan energinya – meski begitu hampir 10% seluruh penggunaan energi di Jerman dibutuhkan untuk sektor ini.
Sampah harus dihindari, atau dapat diurai secara biologis. Selain itu, tingkat racun dalam reagen dan produk-produk lain harus yang dikurangi.
Menurut banyak peneliti, apa yang terdengar bagus dalam teori, tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Namun ini juga ada keuntungannya:
Bidang penelitian untuk kimia hjau atau kimia yang ramah lingkungan dikenal sebagai sangat kreatif dan penuh inovasi – di sini bukan hanya teknologi baru yang digunakan. Peneliti harus mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai target sektor kimia yang ramah lingkungan.
Karenanya para ilmuwan kini misalnya mencoba membuat plastik, warna dan obat-obatan dari biomasa, atau merekayasa produksi bahan kimia dari mikroorganisme.
Dengan begitu melintasi batasan-batasan ilmu pengetahuan lain, kini para peneliti biologi dan kimia berdiskusi bersama mengenai temuan dan ide-ide baru, seperti kala ini dalam pertemuan di Lindau antara para penerima hadiah Nobel di bidang-bidang ilmiah.
SAMPAH PLASTIK , TAMBANG MINYAK BARU ?
Kompas edisi cetak menampilkan berita tentang seorang guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Madiun, Jawa Timur yang mengembangkan inovasi pengolahan sampah plastik menjadi fraksi minyak yang dapat digunakan oleh kendaraan bermotor (Premium Dari Limbah Platik) [1]. Walaupun penelitian ini bukanlah sesuatu yang sangat baru namun kita selayaknya memberi penghargaan karena dapat mengurangi peredaran limbah plastik melalui jalur daur ulang sekaligus menawarkan sumber alternatif bahan bakar minyak.
Disamping didaur ulang untuk aplikasi produk lain, memang sesungguhnya limbah plastik bisa dianggap sebagai sumber bahan mentah senyawa hidrokarbon termasuk didalamnya adalah bahan bakar minyak. Menurut data literatur, tercatat bahwa konsumsi plastik yang meningkat telah menaikkan produksi plastik global rata-rata sebanyak 10% terhitung sejak 1950 dimana produksi masa kini terhitung mencapai 250 juta ton.
[1] KOMPAS cetak, Premium dari limbah plastik, 25 November 2011.

Dari biomass menjadi hidrogen untuk energi terbaharukan

Dahulu kita hanya mengenal minyak dan gas bumi serta batu bara sebagai bahan bakar, namun kesadaran terhadap menurunnya cadangan minyak dunia, naiknya pemanasan global dan pencemaran udara akibat pembakaran material tadi mengubah pandangan dunia untuk mulai memikirkan sumber energi alternatif. Maka kini ilmuwan dan praktisi industri mulai menjajagi kemungkinan sumber energi lain yang terbaharukan dan menghasilkan lebih sedikit emisi gas rumah kaca (terutama karbon dioksida, CO2), misalnya sinar matahari, panas bumi, angin, gelombang, biofuel, dan tentu saja gas hidrogen.
Proses perlakuan terhadap biomass demi mendapatkan hidrogen menjadi salah satu obyek pengembangan yang paling dinamis sekaligus menantang. Biomass adalah material organik yang terbaharukan, sehingga dapat dikatakan cadangannya tidak pernah habis. Beberapa tahun silam teknologi pengolahan biomass yang dikenal sebagai gasifikasi biomas (gasification of biomass), reforming dalam air superkritis (reforming in supercritical water), dan reforming dalam air (aqueous phase reforming) telah diperkenalkan dengan harapan industri dapat segera mengadopsinya. Kenyataannya tidaklah mudah, karena kedua teknologi yang disebutkan pertama membutuhkan kondisi yang cukup ekstrem (temperatur dan tekanan tinggi) serta biaya investasi alat dan operasi yang sangat tinggi. Pilihan ketiga sebenarnya cukup memenuhi syarat untuk segera diterapkan karena bisa dikerjakan pada kondisi lebih lembut namun membutuhkan proses optimasi supaya lebih baik.

Mudah saja, sterilisasi air minum dengan secarik kain dan nano desinfektan

Pengetahuan tentang material nano perlahan mulai merevolusi aneka proses industri dan kehidupan sehari-hari. Seiring dengan turunnya mutu air baku untuk air minum atau untuk industri kimia, teknologi proses untuk mendapatkan  air yang bersih dan bebas kuman juga semakin canggih. Pada masa kini kita sudah mengenal proses pemurnian air menggunakan membran penyaring dan menerapkan kaidah osmosis terbalik (reverse osmosis membrane, ROM). Walau teknologi tersebut bisa dikatakan sudah mapan dan jitu untuk mendapatkan air bersih, tetap saja memiliki masalah diantaranya adalah pembentukan biofilm mikroorganisme (biofouling) pada permukaan membran. OK, kita mungkin juga tahu bahwa menggunakan radiasi sinar ultra ungu bisa membunuh kuman tapi belum tentu mencegah terjadinya biofouling. Dalam praktek sehari-hari larutan encer sodium hipoklorit (NaClO) juga digunakan sebagai agen pembunuh bakteri dalam air, namun memanfaatkan cara ini untuk pengolahan air minum mungkin kurang sehat. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, ilmuwan menawarkan salah satu pemecahan dengan memanfaatkan nano material.

Biodiesel generasi kedua menuju bahan bakar yang lebih hijau

Tak dipungkiri memang kita harus mulai memikirkan lebih serius masalah ketersediaan terbatas lawan kebutuhan membengkak akan bahan bakar. Biodiesel sebagai salah satu bahan bakar terbaharukan yang bersumber dari bahan nabati kini mendapat perhatian istimewa dari khalayak ilmuwan dan industriawan Indonesia dan dunia. Pemerintah Indonesia meramalkan bahwa pada tahun 2025 konsumsi terhadap energi terbarukan bakal mencapai 17% dari total konsumsi dengan presentase mencapai 5% untuk pemakaian bahan bakar bio (biodiesel maupun bioethanol). Roadmap pengembangan biodiesel Indonesia menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Alam menyebutkan bahwa tahun 2011-2015 pemakaian biodiesel akan sebesar 15% dari total konsumsi bahan bakar mesin diesel dan selanjutnya bisa mencapai 20% pada periode 2016-2025.

Berhitung dulu ekonomi atom


Sintesa hijau memerlukan pilihan bahan baku (reaktan), pelarut, dan kondisi reaksi yang dirancang sedemikian rupa demi mengurangi konsumsi sumber daya dan mengurangi limbah.  Penerapan prinsip-prinsip kimia hijau dalam sintesis organik dapat dimulai dengan pemilihan bahan baku (feedstock) yang bukan berasal dari minyak bumi. Bahan baku dari petrokimia digantikan dengan bahan kimia berasal dari sumber biologis yang disebut  biomassa.
Sebagai contoh rancangan sintesa hijau adalah sintesa asam adipat, senyawa kimia organik yang banyak digunakan dalam produksi nilon dan pelumas. Zat ini dapat dihasilkan dari benzena, suatu petrokimia beracun, tapi produk yang sama dapat diturunkan  dari glukosa yang ditemukan dalam tanaman.
Atom ekonomi?
Proses industri berwawasan hijau dan berkesinambungan mulai dirancang menurut konsep Atom Ekonomi.  Apakah itu atom ekonomi?  Ia adalah sebuah konsep perancangan proses kimia yang bisa mengubah semaksimal mungkin bahan baku menjadi produk target ketimbang menghasilkan senyawa sampingan (side product). Dengan kata lain, reaksi kimia tersebut memiliki nilai konversi, selektifitas, dan yield yang setinggi-tingginya.

Teknologi Hijau (Green Technology): Kecenderungan Teknologi di Masa Datang



Green Building
Bangunan hijau (green building) juga mendapat perhatian penting di bidang teknologi hijau, segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan rumah atau infrastruktur yang ramah lingkungan. Penerapannya mulai sejak pemilihan bahan bangunan hingga lokasi tempat bangunan akan didirikan diharapkan telah mempertimbangan kelestarian lingkungan hidup.

GreenChemistry
Hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari adalah produk kimiawi. Oleh karena itu kimia hijau (green chemistry) mulai mendapat perhatian berbagai negara maju dalam hal penemuan, rancangan dan aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun atau zat yang berbahaya bagi kehidupan.




Daftar pustaka :

2010.kimia hijau makin ngetren,http://www.dw.com/id/kimia-hijau-makin-ngetren/a-16929898 (diakses pada 13 desember 2016)

Bixara,Matha.2010.bimoass menjadi hidrogen untuk energi terbaharukan,https://howgreenareyou.wordpress.com/2010/12/30/dari-biomass-menjadi-hidrogen-untuk-energi-terbaharukan/#more-402  (diakses pada 13 desember 2016 )


D. T. Schoen, A. P. Schoen, L. Hu, H. S. Kim, S. C. Heilshorn, and Y. Cui, High speed water sterilization using one-dimensional nanostructures, 

KOMPAS cetak, Premium dari limbah plastik, 25 November 2011.

11 komentar:

  1. @A01-RIKA
    Point 3
    Pertanyaan :
    Sudah sampai mana progress yang dicapai indonesia mengenai teknologi untuk penghijauan.

    BalasHapus
  2. Poin3
    Mindmap kamu lumayan menarik 💦

    BalasHapus
  3. @A10-LUKMAN
    POIN 3
    Mind map dan artikel sudah sangat baik

    BalasHapus
  4. @A23-FERRY , point 3

    artikelnya sangat bagus dan bermanfaat

    selain itu apa saja aplikasi kimia hijau yang lainnya ???

    BalasHapus
  5. @A32-VARATRI

    poin 3

    artikelnya sangat menarik

    negara maju manakah yang sudah menerapkan kimia hijau?

    BalasHapus
  6. @A03-KHARISMA

    POIN 3

    artikelnya menarik

    apakah industri kimia di indonesia sudah menerapkan kimia hijau?

    BalasHapus
  7. @A07-RONA

    Poin 3

    Bagaimana pengelompokkan dalam aplikasi kimia hijau ?

    BalasHapus
  8. @A17-DHICO
    Poin 3
    Artikelnya bagus dan bermanfaat
    Jelaskan bagaimana penghematan energi pada konsep kimia hijau?

    BalasHapus
  9. @A11-DINDA
    POIN 3
    Artikelnya sudah bagus
    menurut anda, apakah teknologi hijau di indonesia sudah berjalan dengan baik?

    BalasHapus
  10. @A15-Raniyah

    Poin 3

    1. Artikel dan Mindmapnya bagus dan jelas

    2. Apa menurut anda GreenChemistry sudah terjalani di sini?

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.