Oleh : Nuriel
Hanifan (@F25-Nuriel)
Abstrak
Plastik
merupakan salah satu produk yang diciptakan dari bahan polimer. Adapun kegunaan
polimer sebenarnya sangat luas yang dapat menciptakan berbagai macam produk
alat kebutuhan manusia seperti botol, tali , plastik, teflon, dan lainnya.
Dalam hal ini penggunaan nya semakin digemari karena sifatnya yang ringan,
tahan korosi, beberapa bahan tahan asam, beberapa bahan relatif tahan sampai
temperatur tinggi, dan kuat. Polimer adalah senyawa yang bermassa molekul
relatif besar dan terdiri atas monomer monomer (Labtek, 2011).
Kata kunci :
Industri kimia, Bahan Polimer, Plastik,
Pendahuluan
Pertumbuhan
penduduk yang signifikan membuat konsumsi penggunaan plastik di dunia semakin
meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebesar 24,4% selama kurun waktu 4
tahun. PlasticsEurope.com mencatat konsumsi plastik dunia pada tahun 2010
mencapai angka 562,2 miliar pon atau setara dengan 255 miliar kilogram. Sungguh
angka yang sangat tinggi mengingat penduduk bumi yang setiap tahun terus
meningkat membuat penggunaan plastik akan semakin bertambah setiap tahunnya.
Selain berbahaya bagi lingkungan karena tidak dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme tanah dalam waktu singkat juga dapat berpengaruh pada kesehatan
manusia. Kebanyakan plastic seperti
PVC, agar tidak bersifat kaku dan
rapuh ditambahkan dengan suatu bahan pelembut. Beberapa contoh pelembut
adalah epoxidized soybean oil (ESBO),
di(2-ethylhexyl)adipate (DEHA), dan
bifenil poliklorin (PCB),
acetyl tributyl citrate (ATBC)
dan di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP). Penggunaan bahan pelembut ini dapat menimbulkan masalah
kesehatan, sebagai contoh,
penggunaan bahan pelembut
seperti PCB dapat menimbulkan
kamatian pada jaringan dan
kanker pada manusia (karsinogenik), oleh karenanya sekarang sudah dilarang
pemakaiannya ( Karuniastuti, 2010). Untuk itu sekarang penggunaan bahan
polimer plastik sudah semakin dikurangi penggunaannya agar ekosistem alam tidak
semakin rusak.
Isi
Menurut
Harper(2003) dalam Rahmawati, Anita dan Rama Rizana (2015) Biasanya limbah
plastik itu terbuang
percuma atau didaur
ulang untuk dibuat
berbagai kerajinan. Padahal sebenarnya ada manfaat lain dari
limbah plastik tersebut. Salah satunya untuk konstruksi, seperti perkerasan
jalan.Di beberapa negara maju, seperti negara-negara benua Eropa dan Amerika,
jumlah plastik yang didaur ulang masih sangat sedikit. Sebagai contoh, Jerman yang mempunyai persentase jumlah plastik yang didaur ulang terbesar di Eropa Barat saja hanya sebesar
27,1%. Sedangkan negara lainnya mempunyai persentase berkisar antara 0
hingga15%. Disisi lain, masalah yang timbul dalam hal konstruksi adalah bahan
baku utama yang tersedia pada alam semakin menipis seperti batu dan kerikil
(agregat) yang biasa digunakan untuk
pembuatan perumahan, gedung bertingkat, dan pengerasan jalan untuk itu menurut
penelitian yang dilakukan oleh Al-Hadidy dan Qiu (2008) dalam Rahmawati, Anita
dan Rama Rizana (2015) Dalam penelitian tersebut, limbah plastik digunakan
sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas aspal (asphalt modifier) , dalam
penelitian tersebut digunakan low density polyethylene (LDPE) yang dicampurkan
dalam aspal dengan komposisi 0%, 1%, 3%, 5% dan 7%. Dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa penambahan LDPE dapat meningkatkan angka stabilitas campuran
perkerasan jalan.
Namun sebelum
pengaplikasian jalan aspal dari plastik campuran aspal (bitumen) ada beberapa
kelemahan yang harus diperhatikan.
Menurut David
Sutasurya (2017) Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB)
dikutip dalam mongabay Indonesia Jalan plastik pertama kali diusulkan sebagai
solusi untuk membuang sampah plastik berharga rendah dan plastik laminasi.
Namun, ia gagal lepas landas sebagai solusi untuk sampah residu karena standar
kualitas jalan di India mengharuskan kontraktormenggunakan LDPE dan HDPE, di
mana keduanya lebih berharga untuk didaur ulang. Akibatnya infrastruktur yang
telah diadakan untuk jalan plastik seperti pencacah dll, di Chennai sekarang
mangkrak.
Penggunaan limbah
kemasan plastik untuk peletakan jalan diperkenalkan di India oleh
Prof.V.Vasudevan dari Thiyagaraja Engineering College, Tamil Nadu. Menurut
penemu, proses pencampuran bitumen mengurangi biaya dan secara signifikan
memperpanjang umur jalan. Prosesnya menggunakan cacahan plastik berharga
bermutu rendah yang juga bisa mencakup plastik berlapis.
Namun, prosesnya
hanya bisa menggunakan kemasan berlaminasi di bawah 60 mikron tebal (pedoman Kementerian
Pembangunan Pedesaan India) dan hanya toleran terhadap pastik berlapis dalam
jumlah terbatas (pedoman Kongres Jalan India).
Namun, panduan dari
Kongres Jalan India hanya merekomendasikan penggunaan plastik yang sesuai
dengan Low Density Polyethylene (LDPE), Polyethylene Kepadatan Tinggi (HDPE),
PET dan Poliuretana untuk konstruksi perkerasan. Dengan kata lain, kemasan
laminasi dapat digunakan sebagai pengisi tapi bukan bahan yang diutamakan dalam
proses pembuatan jalan.
Terkait potensi
paparan terhadap racun. Bitumen diproses pada suhu maksimum 160 derajat
celcius, yang cukup tinggi untuk melelehkan plastik tapi terlalu rendah untuk
memastikan degradasi berbagai jenis racun.
Masalah yang lebih
besar dari teknologi ini adalah polusi mikro-plastik. Plastik yang digunakan
dalam proses pengolahan aspal hanya berubah secara fisik dan membentuk lapisan
tipis pada batuan. Plastik tersebut tidak benar-benar terurai. Pelapukan jalan
sepanjang waktu berpotensi memecah plastik menjadi partikel mikro plastik yang
masuk ke ekosistem.
Penutup
Plastik merupakan
salah satu produk yang diciptakan dari bahan polimer, semakin tingginya
pertumbuhan penduduk membuat penggunaan plastik meningkat secara drastis karena
plastik memiliki beberapa keuntungan selain harga yang murah plastik juga
ringan, tahan korosi, tahan asam dan kuat. Namun penggunaan plastik yang besar
tidak diiringi dengan upaya dalam menanggulangi sampah tersebut karena plastik
adalah bahan yang berbahaya dan sukar terdegradasi oleh mikroorganisme tanah sehingga
menjadi masalah baru yang mencemarkan lingkungan dan menggangu kesahatan
manusia (bersifat karsinogen) yang dapat memicu penyakit kanker.
Telah dilakukan
berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan plastik ini dengan cara re-use, re-duse, re-cycle namun hingga saat ini belum juga maksimal
pemanfaatannya. Study terbaru membuat terobosan mengunakan sampah plastik
sebagai bahan agregat penguat lapisan aspal campuran dengan limbah plastik
jenis polipropilena dan dianggap sebagai salah satu solusi penanggulangan
sampah di Indonesia.
Namun menurut David
Sutasurya Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) dalam
diskusi dengan Dharmesh Shah dari Global Alliance for Incinerator Alternatives
(GAIA) berpendapat kualitas jalan menggunakan LDPE dan HDPE lebih berharga
untuk didaur ulang material LDPE dan HDPE dapat digunakan sebagai pengisi tapi
bukan bahan yang diutamakan dalam proses pembuatan jalan , Masalah yang lebih
besar dari teknologi ini adalah polusi mikro-plastik. Plastik yang digunakan
dalam proses pengolahan aspal hanya berubah secara fisik dan membentuk lapisan
tipis pada batuan.
Daftar Pustaka
Rahmawati, Anita
dan Rama Rizana (2015), Pengaruh penggunaan limbah palstik Polipropilena
sebagai pengganti agregat pada campuran laston terhadap karakteristik Marshall (105M)
https://www.researchgate.net/publication/272743303_PENGARUH_PENGGUNAAN_LIMBAH_PLASTIK_POLIPROPILENA_SEBAGAI_PENGGANTI_AGREGAT_PADA_CAMPURAN_LASTON_TERHADAP_KARAKTERISTIK_MARSHALL
(Diunduh 30, Januari 2018)
Hidayat, Atep Afia
dan M. Kholil (2017), Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Patona Media :
Jakarta
Karuniastuti,
Nurhenu (2017), Bahaya Plastik terhadap kesehatan dan lingkungan. jurnal forum
teknologi Vol.03 No.1 http://pusdiklatmigas.esdm.go.id/file/t2-_Bahaya_Plastik_---_Nurhenu_K.pdf
(Diunduh 30, Januari 2018)
Luh, de suryani
(2017) dalam artikel mongabay http://www.mongabay.co.id/2017/08/02/limbah-plastik-digunakan-untuk-aspal-jalan-ternyata-berisiko-kenapa/
(Diakses, 30 Januari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.