Oleh: Moh. Nurul Huda (@H06-HUDA)
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme penganggu.
Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, guglma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun". Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Trisnawati, 2010). Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (www.emirgarden.com, tanpa tahun).
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme penganggu.
Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, guglma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun". Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Trisnawati, 2010). Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (www.emirgarden.com, tanpa tahun).
Suatu
pestisida tertentu mempunyai sifat fisika kimia yang berbeda dengan yang
lainnya, walaupun kelompoknya sama. Ada jenis pestisida yang mudah teroksidasi,
tereduksi, terhidrolisa dan mengalami reaksi lain sehingga akan rusak atau
bahkan menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya.
Berdasarkan
sifat fisika kimianya ada pestisida yang tidak mudah rusak di alam, sehingga
tetap berada di alam dalam jangka waktu panjang (disebut persisten).
Sebaliknya, ada pestisida yang mudah rusak/berubah menjadi senyawa lain di alam
sehingga keberadaannya di alam hanya dalam waktu pendek (disebut non
persisten). Untuk mengukur mudah tidaknya suatu pestisida rusak/terurai di
alam, digunakan parameter waktu paruh (Decomposition Time-50 disingkat DT-50)
atau senyawa tersebut terurai di alam (dalam hal ini, unsur alam yang sering
digunakan adalah tanah, air, udara). DT-50 pestisida sangat beragam, dari
jangka waktu jam sampai dengan jangka waktu tahun.
Decomposition Time-50 suatu
jenis pestisida dapat berbeda dengan DT-50 pestisida lainnya, tetapi secara
umum DT-50 pestisida adalah sebagai berikut: kelompok organo klor lebih lama
daripada organo fosfat, lebih lama daripada organo karbamat, lebih lama
daripada piretroid sintetik. Makin besar angka DT-50, artinya pestisida makin
sulit terurai, makin lama berada di alam. Sebaliknya, makin kecil angkanya,
pestisida tersebut makin mudah terurai di alam, sehingga residunya akan cepat
berkurang.
Menurut
Soemirat (2003 diacu dalam Prameswari, 2007), pestisida dapat
diklasifikasikan berdasarkan organisme target, struktur kimia, mekanisme
dan atau toksisitasnya. Klasifikasi berdasarkan organisme targetnya, adalah:
- Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga.
- Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma.
- Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
- Algasida berfungsi untuk membunuh alga.
- Avisida berfungsi untuk membunuh burung serta pengontrol populasi burung.
- Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu.
- Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri.
- Larvasida berfungsi untuk membunuh larva.
- Molusksisida berfungsi untuk membunuh siput.
- Nematisida berfungsi untuk membunuh cacing.
- Ovisida berfungsi untuk membunuh telur.
- Pedukulisida berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
- Piscisida berfungsi untuk membunuh ikan.
- Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
- Presida berfungsi untuk membunuh pemangsa atau predator.
- Termisida berfungsi untuk membunuh rayap.
Klasifikasi pestisida berdasarkan daya tahan di
lingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu:
- Resisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan. Pestisida organochlorine, termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin.
- Kurang Resisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat saja, dan cepat terdegradasi di tanah. Pestisida organofosfate merupakan pestisida yang kurang resisten, contoh Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain-lain (Sudarmo, 1991).
Sementara dari segi struktur
kimianya, Pohan (2004) membagi atas :
- Orgahochlorine, Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen, dan chlorine. Misal : DDT.
- Orgahoposphate, Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra ethyl phyro posphate (TEPP ).
- Carbonate, Pestisida yang mengandung gugus Carbonate. Misal : Baygon, Sevin dan Isolan.
- Lain-Lain, Diluar ketiga jenis diatas, pestisida ini mengandung senyawa organik, serychin, senyawa sulphur organik dan dinytrophenol.
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida
dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
- Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) : adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama. Contoh : Neem oil.
- Pestisida kontak langsung (Contact pesticide) : adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini. (Trisnawati, 2010)
Menurut Pandit (2006 diacu dalam Prameswari 2007),
tingkat keracunan pestisida jenis insektisida dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
- Acute poisoning, yaitu keracunan yang terjadi akibat masuknya sejumlah besar pestisida sekaligus ke dalam tubuh, missal kasus salah makan ataupun bunuh diri. Gejala dari keracunan akut, mual, muntah-muntah, sakit kepala, pusing, kebingungan/ panik, kejang otot, lemah otot, sawan.
- Sub-acute poisoning, merupakan keracunan yang ditimbulkan oleh sejumlah kecil pestisida yang masuk ke dalam tubuh,namun terjadinya secara berulang-ulang.
- Chronic poisoning, yaitu keracunan akibat masuknya sejumlah kecil pestisida dalam waktu yang lama dan pestisida mempunyai kecenderungan untuk terakumulasi dalam tubuh.
Pencemaran Laut
Menurut Konvensi Hukum Laut III (United
Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian
bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara
sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat
merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources),
bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk
perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan
menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989). Sedangkan menurut
GESAMP (1978) pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya zat atau energi oleh
manusia baik secara langsung maupun tidak langsung kedalam lingkungan laut yang
menyebabkan efek merugikan karena merusak sumberdaya hayati, membahayakan
kesehatan manusia, menghalangi aktifitas di laut termasuk perikanan, menurunkan
mutu air laut yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di laut.
GESAMP (The
Group of Experts on Scientific Aspects of Marine Pollution) telah
bersepakat mempelajari beberapa polutan yang khusus yaitu PCBs; pestisida
organoklorin; logam berat seperti merkuri, timbal, arsen, kadmium; deterjen;
dan biotoksin laut. Zat-zat ini diberi prioritas yang tinggi karena toksisitas,
persistensi, dan sifatnya yang berakumulasi dalam organisme-organisme yang
hidup di laut dan pengaruhnya pada jaringan makanan laut menunjukkan kadar yang
tinggi. Mereka masuk melalui plankton dan kemudian dimakan oleh pelbagai
binatang laut seperti binatang-binatang karang yang dapat mengumpulkan
konsentrasi dari pestisida yang sangat tinggi.
Pencemaran
perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak
dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber
kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri. Pencemaran perairan pesisir
didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan
biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan
nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh
pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan
manusia.
Secara garis
besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi
tujuh kelas yaitu limbah, industri, limbah
cair pemukiman (sewage), limbah
cair perkotaan (urban storm water), pertambangan, pelayaran (shipping),
pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan pencemar utama yang
terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa sedimen,
unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal), pestisida, organism
eksotik, organisme pathogen, sampah
dan oxygen depleting substance (bahan yang menyebabkan
oksigen terlarut dalam air berkurang).
Pencemaran
perairan merupakan masalah lingkungan hidup yang perlu dipantau sumber dan
dampaknya terhadap ekosistem. Dalam memantau pencemaran air digunakan kombinasi
komponen fisika, kimia dan biologi. Penggunaan salah satu komponen saja sering
tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Penggunaan komponen fisika
dan kimia saja hanya akan memberikan gambaran kualitas lingkungan sesaat dan
cenderung memberikan hasil dengan penafsiran dan kisaran yang luas, oleh sebab
itu penggunaan komponen biologi juga sangat diperlukan karena fungsinya yang dapat
mengantisipasi perubahan pada lingkungan kualitas perairan.
Setelah
memasuki perairan pesisir dan laut sifat bahan pencemar ditentukan oleh
beberapa faktor atau beberapa jalur dengan kemungkinan perjalanan bahan
pencemar sebagai berikut:
- Terencerkan dan tersebar oleh adukan turbulensi dan arus laut.
- Dipekatkan melalui proses biologis dengan cara diserap ikan, plankton nabati atau oleh ganggang laut bentik biota ini pada gilirannya dimakan oleh mangsanya dan proses fisik dan kimiawi dengan cara absorpsi, pengendapan, pertukaran ion dan kemudian bahan pencemar itu akan mengendap di dasar perairan.
- Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan).
Sifat fisis
dan kimia dari kelompok pestisida berbeda-beda yang mengakibatkan
persistensinya (ketahanan terhadap penguraian) berbeda-beda pula dilingkungan.
Makin besar sifat persisten suatu pestisida makin besar potensinya untuk
mencemari lingkungan, misalnya DDT, dieldrin, endrin, khlordan, heptakhlor dan
sebagainya (Muchtar, 1992). Dinamika pestisida dilingkungan membentuk suatu
siklus, terutama jenis pestisida yang persisten (Rimantho, 2008).
Pestisida
yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem
biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat
membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah
dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan
oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat
berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah
satu kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat
dan burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti
ternyata burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organoklor
yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika
dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan
terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah (http//www.kimia.upi.edu,
2009).
Lingkungan
perairan yang tercemar menyebabkan satwa yang hidup di dalam dan sekitarnya
turut tercemar. Ini dapat dibuktikan dari penelitian Therestia (1993) diacu
dalam Rimantho (2008), ia menemukan kandungan Organoklorin dalam tubuh ikan
sebanyak 0,0792 ppm di Lembang dan 0,020 ppm di Pengalengan. Selain itu
terdapat residu organofosfat sebesar 0,0004-1,1450 ppm di wilayah tersebut.
Sebelumnya BATAN (1992) diacu dalam Rimantho (2008) melaporkan bahwa
ikan, udang dan kepiting di Delta Cimanuk Jawa Barat tercemar oleh
derivat DDT. Air dan lumpur tanah liat pun tercemar Diazinon dan Thiodan.
Penumpukan
pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi system
syaraf pusat. Bahan aktifnya selain bisa membunuh organisme perairan (ikan)
juga dapat merubah tingkah laku ikan
dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan. Daya racun berkisar
dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun Pestisida
dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati)
(www.repository.ui.ac.id, tanpa tahun).
Pestisida
dalam air dan tanah mengalami degradasi baik secara fisik maupun biologis.
Jenis-jenis pestisida persisten praktis tidak mengalami degradasi dalam air dan
tanah, tetapi akan terakumulasi. Di dalam badan air pestisida dapat
mengakibatkan pemekatan biologis terutama pestisida yang persisten. Edward
(1975) dan Brown (1978) diacu dalam Rimantho (2008) menyatakan bahwa
pada saat pestisida memasuki suatu perairan, pestisida tersebut akan segera
diserap oleh plankton, hewan-hewan vertebrata akuatik, tanaman akuatik, ikan
dan sebagian mengendap di sedimen. Kadar pestisida yang tinggi dapat menimbulkan
kematian organism akuatik secara langsung (keracunan akut) yaitu kontak
langsung atau melalui jasad lainnya seperti plankton, perifiton dan bentos,
sedangkan kadar rendah dalam badan air kemungkinan besar menyebabkan kematian
organisme dalam waktu yang lama yaitu akibat akumulasi pestisida dalam organ
tubuhnya (Soemarwoto et al., 1979). Pada umumnya pestisida
memperlihatkan sifat lebih toksik terhadap zooplankton dan bentos dengan
tingkat toksisitasnya bervariasi sangat luas, tergantung jenis pestisida dan
tingkat stadia komunitas yang bersangkutan.
Dampak yang
ditimbulkan oleh pestisida terhadap lingkungan sangat besar salah satu
contohnya dengan cara sebagai berikut : (1) Bioakumulasi yakni suatu proses
penumpukan kandungan pestisida yang terjadi pada biota, akibat sering
terkontamasi oleh pestisida. Dampak akan menyebabkan terjadinya kematian
(toksisitas) serta terjadi mengikuti arah dari rangkaian
makanan pada akhirnya akan terakumulasi pada top karnivora (yaitu manusia)
akibatnya adalah sistem kesehatan, sistem kelainan pertumbuhan serta pada
beberapa burung akan menyebabkan pembentukkn Ca pada telur terhambat. Akibat
hambatan pembentukan Ca maka cangkang telur menjadi lebih lunak dan mudah
pecah. Kondisi ini akan mengakibatkan populasi burung akan menurun. Kejadian ''Silence
of spring & rdquo”;
menjadi suatu pelajaran berharga akibat penggunaan pestisida yang salah
(Conell, 1995) diacu dalam bumikupijak.com,2009).
Pestisida
jenis ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana
molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun
sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di
lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir
lagi dan berbahaya bagi organism hidup didaerah tersebut. Hewan biasanya
menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk
ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya
(www.repository.ui.ac.id, tanpa tahun).
Dalam
penggunaan Pestisida, tidak semua bahan kimia yang digunakan mencapai organisme
sasaran, sehingga sisanya akan hilang ke lingkungan, terbawa aliran air ke
sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam tubuh ikan daya serap setiap organ
terhadap pestisida tidak sama. Demikian pula daya larut setiap pestisida dalam
setiap organ juga tidak sama. Lemak, gonad, gelembung renang (gall blader),
hati, pyloric, ceca, kulit, otak, dan ginjal cenderung mempunyai daya serap
pestisida lebih tinggi dibandingkan organ-organ tubuh lainnya. Dalam hal ini
jenis pestisidanya adalah DDT. Untuk dieldrin konsentrasinya
cenderung naik di organ otak, gonad, lemak. Adapun konsentrasi lindane
disetiap organ cenderung menurun terus dengan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa
daya urai setiap pestisida berbeda dan lindane mempunyai daya tahan yang
relatif lemah. (www.repository.ui.ac.id, tanpa tahun).
Badan yang
bekerja sebagai pemantau atas pestisida untuk melindungi konsumen (FDA The foot
and Drug Administration), menyatakan lebih dari 110 pestisida yang berbeda
terdeteksi dalam semua makanan ini antara 1982-1985. Dari 25 pestisida yang
terdeteksi lebih sering, 9 telah diidentifikasi oleh FDA sebagai penyebab
kanker, disamping potensi bahaya lainnya. Jenis Pestisida dan potensi bahaya
bagi kesehatan manusia :
(Sumber : Pesticide Action Network (PAN) Indonesia diacu
dalam Rimantho, 2008)
Tabel 1. Jenis Pestisida, Penggunan
dan Potensi Bahaya pada Kesehatan Manusia
No.
|
Jenis Pestisida
|
Penggunaan
|
Potensi Bahaya pada Kesehatan
Manusia
|
1.
|
Asefat
|
Insektisida
|
Mutasi
gen, kelainan alat reproduksi
|
2.
|
Aldikard
|
Insektisida
|
Sangat
beracun pada dosis rendah
|
3.
|
BHC
|
Insektisida
|
Kangker,
bercacun pada alat reproduksi
|
4.
|
Kaptan
|
Insektisida
|
Kangker,
mutasi gen
|
5.
|
Karbiral
|
Insektisida
|
Mutasi
gen, kerusakan ginjal
|
6.
|
Klorobensilat
|
Insektisida
|
Kangker,
mutasi gen, keracunan alat reproduksi
|
7.
|
Klorotalonis
|
Fungsida
|
Kangker,
keracunan alat reproduksi
|
8.
|
Klorprofam
|
Herbisida
|
Kangker,
mutasi gen, pengaruh kronis
|
9.
|
Siheksatin
|
Insektisida
|
Karsinogen
|
10.
|
DDT
|
Insektisida
|
Cacat
lahir, pengaruh kronis
|
Dampak
secara tidak langsung dirasakan oleh manusia, oleh adanya penumpukan pestisida
di dalam darah yang berbentuk gangguan metabolisme enzim asetilkolinesterase
(AChE), bersifat karsinogenik yang dapat merangsang sistem syaraf menyebabkan
parestesia peka terhadap perangsangan, iritabilitas, tremor, terganggunya
keseimbangan dan kejang-kejang (Lu, 1995).
Penanggulangan Pencemaran Pestisida
Cara
pencegahan dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah mengganti
pestisida yang non biodegradasi menjadi pestisida yang biodegradasi sehingga,
sisa-sisa pestisida di alam akan dengan mudah dinetralisasikan menjadi
unsur-unsur yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tumbuhan. Cara kedua
adalah dalam penggunaan, sebaiknya dilakukan sesuai dengan petunjuk yang
tercantum dalam list produk, sehingga penggunaan yang berlebih dapat dicegah.
Cara ketiga adalah memberikan penyuluhan mengenai bahaya pestisida terhadap
pengguna, terutama petani, melalui penyuluh pertanian di desa-desa, mengingat
bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida mampu memaparkan dalam jangkauan sangat
luas melalui media udara dan air (bumikupijak.com. 2009).
Cara
penanggulangan dilakukan dengan cara mencuci serta mengisolasi daerah-daerah
yang telah jenuh dengan polutan pestisida ini untuk beberapa waktu tertentu,
sampai kondisi lingkungan menjadi netral. Hal ini karena sifat dari ekosistem
yang mampu menyehatkan kembali berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh
pestisida. Cara lainnya adalah memberikan zat kimia berupa sulfactan yang dapat
mengoksidasi zat-zat non beodegradasi menjadi fraksi-fraksi yang lebih
sederhana dan sifatnya sudah tidak menjadi bahan aktif kembali. Hal ini
dilakukan di daerah-daerah pertanian yang dianggap telah tercemar di
negara-negara eropa dan amerika.Pemanfaatan sulfaktan (penetralisasian) dengan
menggunakan berbagai zat kimia. Cara ini biasanya dilakukan dipengolahan limbah
atau industri besar yang mempunyai bahan dasar turunan dari pestisida.
Penggunaan defoming dan sulfaktan telah dilakukan pada saat terjadinya ledakan
pabrik kimia di Bopal India. Dengan menggunakan sulfaktan dan jenis Ca
(calsium) sehingga gas Cl terikat dalam bentuk NaCl (garam) dan mudah untuk
diloaklisasi (Safila, 2000).
Sedangkan yang pernah dilakukan di negara-negara Amerika
Latin melalui perubahan sistem pertanian, dari pertanian modern ke pertanian
organik. Cara ini dianggap efektif dan efesien. Karena berdasarkan cara kedua
tersebut semua penyusun dari pestisida akan diakumulasikan oleh bakteri
tertentu serta oleh tanaman tertentu, sehingga penyebarannya masih bisa ditahan
untuk tidak menyebar secara luas (Suparno 2005 diacu dalam
bumikupijak.com, 2009). Setelah terakumulasi dalam organisme maka selanjutnya
organisme tersebut dipanen dan dilakukan pemunasnahan melalui pembakaran (incenelator)
dan sisa abunya dipadatkan untuk diamankan pada tempat-tempat yang telah
ditentukan. (Suparno 2005 diacu dalam bumikupijak.com, 2009). Cara yang
dilakukan di Amerika Latin ini merupakan salah satu cara dengan menggunakan
konsep biologi yaitu bioakumulasi, melalui pemanfaatan konsep bioteknologi dan
ekologi yang secara bersama-sama dilakukan dalam suatu daerah yang tercemar
pestisida. Disamping itu cara ini dipandang sebagai cara yang paling efektif
dan murah, dimana konsep ini lebih menekankan kepada konsep lingkungan yang
lebih menekankan kepada efektivitas dan efesiensi disamping penghematan biaya,
ketepatan dan kecermatan dalam pembersihan lebih akuran dan baik.
Untuk mengurangi residu pestisida, selain yang tepat jenis agar efektif,
pestisida yang dipilih hendaknya yang mempunyai DT-50 kecil (mudah rusak di
alam). Namun, informasi tentang DT-50 tidak mudah diperoleh karena tidak
tercantum dalam label pestisida, sehingga perlu dicari ke sumber lainnya,
misalnya petugas perlindungan tanaman pangan dan hortikultura atau pemilik
produk
DAFTAR PUSTAKA
- Fardiaz, S. 2004. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
- GESAMP, 1978. Report and studies. Joint group of experts on the scientific aspects of marine pollution. IMCO/FAO/UNESCO/WHO/IAEA?UN/UNEP. 10.
- Lu, F. C. 1995, Toksikologi Dasar (Azas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko): Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
- Muchtar, M. 1992. Pencemaran Laut oleh Zat Organik Pestisida, Polikhlorobifenil (PCB) dan Poliaromatik Hidrokarbon (PAH). Disampaikan pada Kursus Pemantauan Pencemaran Laut, 14-24 April 1992, Unair – Surabaya.
- Pohan, N. 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
- Prameswari, A. 2007. Pencemaran Pestisida, Dampak dan Upaya Pencegahannya.
- Rimantho, D. 2008. Bahaya Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.
- Safila M, 2000. Kimia Lingkungan. Institute Teknologi Bandung, Bandung.
- Siahaan, N.H.T, 1989, Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata, Jakarta: 8 Juni 1989.
- Sudarmo, S., 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
- Sumarwoto, et al. 1979. Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian, Seminar Pengendalian Pencemaran Air.
- Trisnawati, 2010. Pestisida. blog.unila.ac.id/trisnawati/files/2010/05/PESTISIDA.doc.
- www.bumikupijak.com. 2009. Kajian Tentang Pestisida. www.emirgarden.com. Apa Itu Pestisida ?
- www.kimia.upi.edu. 2009. Efek Penggunaan Pestisida.
- www.repository.ui.ac.id Tanpa Tahun. Pencemaran Laut, Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.