TEKNOLOGI HIJAU
Teknologi hijau adalah teknik untuk menghasilkan barang
tanpa mencemari lingkungan sekitar. Di era industri ini, tidak sedikit
perusahaan industri yang menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Jika
dibiarkan saja, maka akan dapat menyebabkan bumi ini menjadi rusak. Oleh karena
itu, teknologi hijau adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga lingkungan di
bumi ini agar tidak rusak. Ruang lingkup teknologi hijau sangat luas, antara
lain :
1. Energi hijau
Kebutuhan energi di bumi masih sangat
tergantung pada energi fosil. Energi fosil merupakan energi yang dihasilkan
melalui proses yang sangat panjang. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa
suatu hari nanti energi fosil akan habis dan jika umat manusia belum menemukan
sumber energi lain sebagai pengganti energi fosil maka akan ada masa dimana
planet bumi akan mengalami kelangkaan listrik, bahan bakar, dan hal lain yang
berhubungan dengan energi fosil.
Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga
kategori. Yang pertama adalah energi yang sudah dikembangkan secara komersial,
seperti biomassa, panas bumi dan tenaga air. Yang kedua adalah energi yang
sudah dikembangkan tetapi masih secara terbatas, yaitu energi surya dan energi
angin. Dan yang terakhir adalah energi yang sudah dikembangkan, tetapi baru
saja sampai pada tahap penelitian, seperti energi pasang surut.
·
Energi Biomassa
Energi ini
berasal dari bahan organik dan sangat beragam jenisnya. Sumber energi biomassa
dapat berasal dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan peternakan atau
bahkan sampah. Energi ini mampu menghasilkan panas, membuat bahan bakar dan
membangkitkan listrik. Menurut Manurung, setiap tahun terdapat sekitar 160
miliar ton biomassa dari areal pertanian dan 80 miliar ton dari areal perhutanan.
Sebagai contoh, ampas tebu, sekam padi, batang dan tongkol jagung, pelepah dan
tandan sawit, serta beragam limbah lainnya. Padahal jika diolah, 240 miliar ton
biomassa itu setara dengan 60 ton BBM. Dari sektor perkebunan seperti industri
teh, limbah biomassa yang diproduksi setiap tahun mencapai 5,8 miliar ton atau
setara dengan 2,32 ton BBM. Sementara tahun ini diperkirakan ada sekitar 17,7
juta ton biomassa yang menjadi limbah penggilingan padi. Angka tersebut setara
dengan 7,07 juta ton BBM, belum lagi yang tercatat dari sektor perhutanan. Jika
teknologi pengolahan biomassa itu dikembangkan, bisa dihitung betapa besarnya
penghematan yang bisa dilakukan. Sebagai contoh, pengeringan 124.500 ton teh
membutuhkan biaya Rp 177miliar (Manurung, 2007). Energi biomassa ini pun telah
mulai digunakan di sejumlah daerah, seperti Banjarmasin, beberapa wilayah di
Sumatera serta NTB, khususnya untuk keperluan pembangkit listrik. Energi listik
itu sendiri dihasilkan dari pembakaran limbah pada tungku pemanas.
·
Energi Bioetanol
Energi
Bioethanol digunakan sebagai substitusi sebagian atau keseluruhan bahan bakar
bensin. Bioethanol dapat dihasilkan dari tumbuhan yang mengandung hidrokarbon
tinggi. Kelebihan energi bioethanol ini adalah mampu meningkatkan angka oktan
pada bahan bakar sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja mesin modern.
Keuntungan yang lain adalah rendahnya emisi gas berbahaya hasil pembakaran dari
pada gas buang hasil pembakaran bensin. Bioetanal cukup potensial dikembangkan
di Indonesia mengingat potensi lahan yang cukup luas untuk pengembangan bahan
baku pembuatan etanol. Bioethanol merupakan etanol atau bahan alkohol hasil
proses fermentasi. Bahan ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang disebut
gasohol yang merupakan paduan dari gasoline dan alkohol. Gasohol merupakan
campuran 90 persen bensin dan 10 persen bioetanol yang dikenal sebagai Gasohol
BE 10. Hasil campuran bensin dan bioetanol menghasilkan emisi karbonmonoksida
dan hidrokarbon yang lebih minim dibanding bensin premium yang beredar saat
ini, juga dapat meningkatkan angka oktan sehingga menghasilkan jenis bensin
baru yang lebih baik dan lebih ramah lingkungan. Perkembangan bioetanol ini
juga akan dapat menghemat devisa dari pengurangan impor premium. Disamping itu
pengembangan bio ethanol dapat menggerakan sektor agribisnis dan
ketenagakerjaan serta memberikan nilai tambah produksi (Manurung, 2007).
·
Energi Biodiesel
Biodiesel
adalah bahan kimia yang dipakai sebagai chemical additive untuk minyak diesel
atau sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan karena berasal dari minyak
tumbuh-tumbuhan. Bio diesel dihasilkan dari minyak nabati, lemak hewani,
ganggang atau bahkan minyak goreng bekas sebagai bahan bakar kendaraan. Namun
bila diproduksi dalam skala besar akan meningkatkan beban lingkungan karena
budidaya monokultur atau perkebunan dengan satu jenis tanaman dapat mengurangi
produktivitas lahan serta mengganggu keseimbangan ekosistem. Kelemahan
penggunaan biodiesel atau ethanol murni sebagai bahan bakar kendaraan adalah
perlu modifikasi pada mesin karena ethanol dan biodiesel antara lain akan
bereaksi dengan karet dan plastik konvensional.
·
Energi Biogas
Gas ini
berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran
manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses
anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan
energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil
(Agung Pambudi, 2008). Biogas adalah campuran gas-gas dari biomasa yang dihasilkan
dan menggunakan bakteri melalui proses fermentasi bahan organik dalam keadaan
anaerob (tanpa oksigen). Dalam keadaan hangat, basah dan kurang udara maka
bakteri akan mencerna bahan organik dan akan menghasilkan gas methan yang mudah
terbakar. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah/limbah yang
keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai.
·
Energi Sampah
Sampah di
Indonesia diperkirakan hanya mempunyai nilai kalor 1.000-2000 kkal/kg dan jauh
dibawah LHV biomass yang 15-20 MJ/kg. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa
nilai kalor sampah di Indonesia mencapai adalah 3.000-4.000 kkal/kg. Menurut
prediksi harga listrik dari sampah dapat dijual ke PLN adalah Rp 400/kWh.
Teknologi yang dijadikan rujukan oleh Indonesia adalah teknologi dari China.
Pada bulan Desember 1998, China (Shanghai Pudong City Heat Energy) membangun
pembangkit listrik tenaga sampah (PLTsa) dengan kapasitas 35-40 MWh. Dengan
nilai investasi 670 juta yuan (87 juta $) dapat mengolah sampah 1.100-1.200 ton
sampah/hari. Hitungan kasar ini adalah 1 ton sampah perhari menghasilkan
listrik 31.8 kWh dengan biaya investasi 2.5 juta $ (Rp 24 ) per MW ha tau 79
ribu $ perton sampah. Dengan demikian sampah akan menjadi salah satu sumberdaya
berharga untuk bisnis masa depan. Selain teknologi, aspek ke-ekonomian, tentu
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat-sangat dibutuhkan untuk
menciptakan kota/desa yang bersih. Di Indonesia PT PLN bersama Pemerintah
Kabupaten Bandung membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS), merupakan
project pertama di Indonesia, dimana sampah sebagai bahan baku pembangkit
energi (Widiono, 2007).
·
Energi angin
Potensi energi
angin di Indonesia secara umum kecil, karena kecepatan angin pada umumnya
rendah yaitu 3-5 m/detik. Akan tetapi, hal ini sudah memadai untuk pembangkit
listrik skala kecil. Untuk skala pedesaan, tenaga angin dapat menghasilkan 0,5
MW.
·
Energi Air
Indonesia
mempunyai sungai dan air terjun sangat banyak yang berpotensi besar tenaga air.
Secara teoritis, tenaga air diperkirakan mencapai 75.000 MW. Potensi tenaga air
bervariasi dari 200 kW sampai dengan 10 MW, yang diupayakan dari tenaga air
yang memutar turbin/kincir pembangkit.
·
Energi Panas Bumi
Indonesia
merupakan daerah vulkanik, potensi panas bumi terdapat di sepanjang pulau
Sumatra, Jawa-Bali, NTT, NTB, menuju laut Banda, Halmahera dan Sulawesi.
Penelitian menunjukkan bahwa sepanjang jalur tersebut terdapat 70 daerah sumber
energi panas bumi yang mempunyai prospek untuk dikembangkan dengan potensial
total sebesar 19.658 MW. Namun pengembangan panas bumi ini masih terhambat
terutama karena jarak sumber panas yang jauh dari pusat pengguna dan sebagian
berada di kawasan hutan lindung (Menurut Undang-Undang No. 5/1990 tidak
dibenarkan untuk eksploitasi).
2. Bangunan Hijau
Proses pembangunan yang dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan penghematan energi serta
dampak terhadap lingkungan mulai dari lokasi bangunan, kontruksi, perawatan,
renovasi, serta reruntuhan bangunan selama bangunan tersebut masih berdiri. Bangunan
hijau sudah banyak di aplikasikan oleh berbagai negara di dunia baik negara
maju maupun negara berkembang.
Suatu bangunan dapat disebut sudah menerapkan konsep bangunan hijau apabila
berhasil melalui suatu proses evaluasi tersebut tolak ukur penilaian yang
dipakai adalah Sistem Rating. Sistem Rating adalah suatu alat yang berisi
butir-butir dari aspelk yang dinilai yang disebut rating dan setiap butir
rating mempunyai nilai. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir
rating tersebut, maka mendapatkan nilai dari butir tersebut. Kalau jumlah semua
nilai yang berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem
Rating tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut
dapat disertifikasi pada tingkat sertifikasi tersebut. Sistem Rating
dipersiapkan dan disus;un oleh Green Building Council yang ada di negara-negara
tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut
mempunyai Sistem Rating masing-masing. Sebagai contoh : USA mempunyai LEED
Rating (Leadership Efficiency Environment Design).
Ada 6 (enam) aspek yang menjadi pedoman dalam evaluasi penilaian Green
Building
-
Tepat Guna Lahan (Approtiate Site Development / ASD)
-
Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency & Conservation
/ EEC)
-
Konservasi Air (Water Conservation / WAC)
-
Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle / MRC)
-
Kualitas Udara & Kenyamanan Ruang (Indoor Air Health and Comfort /
IHC)
-
Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management /
BEM)
3. Kimia Hijau
Proses meminimasi penggunaan dan pembuatan
senyawa- senyawa kimia berbahaya. Selain itu, kimia hijau juga memiliki tujuan
lain seperti mencegah atau mengurangi pencemaran lingkungan. Dalam dunia
industri, bahan-bahan pendukung untuk memproduksi suatu barang, misalkan
alat-alat dapur. Ada bahan kimia yang di pakai untuk membantu proses produksi,
dan bahan kimia tersebut memiliki campuran-campuran kimia yang tidak berbahaya
bagi kesehatan manusia yang menggunakan barang yang di produksi.
Ada 12 prinsip kimia hijau menurut Anastas
dan Warner :
-
Mencegah timbulnya limbah
-
Mendesain produk bahan kimia yang aman
-
Mendesain proses sintesis yang aman
-
Menggunakan bahan baku yang terbarukan
-
Menggunakan katalis
-
Menghindari derivatisasi dan modifikasi
sementara dalam reaksi kimia
-
Memaksimalkan atom ekonomi
-
Menggunakan pelarut yang aman
-
Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi
-
Mendesain bahan kimia yan mudah terdegradasi
-
Penggunaan metode analisis secara langsung untuk
mengurangi polusi
-
Meminimalisasi potensi kecelakaan
4. Nanoteknologi Hijau
Teknologi nano hijau memiliki dua tujuan utama: memproduksi material nano tanpa merusak lingkungan dan kesehatan manusia, dan memproduksi produk
nano untuk menyelesaikan masalah lingkungan. Teknologi ini memanfaatkan prinsip kimia
hijau dan teknologi
hijau untuk membuat material nano dan produk nano tanpa bahan beracun,
menggunakan energi yang lebih sedikit, mengkonsumsi sumber daya yang dapat
diperbarui jika memungkinkan, dan menggunakan pola pikir siklus
(produksi-pakai-daur ulang) dalam segala tahap desain dan keteknikannya. Teknologi nano hijau juga berarti
penggunaan teknologi nano untuk membuat proses manufaktur untuk material dan
produk bukan nano dan diproduksi secara ramah lingkungan. Seperti contoh, membran
sintetis berukuran nano mampu memisahkan hasil reaksi kimia dengan mudah sehingga
produk bisa lebih bersih tanpa menggunakan banyak energi atau katalis konvensional yang berpotensi menambah limbah, seperti pada proses kimia konvensional.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.