Green chemistry atau “kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi. Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan. Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan penipisan sumber daya alam.
PENERAPAN KIMIA HIJAU
Para ahli kimia dapat mengakses berbagai sumber informasi
mengenai potensi bahaya molekul zat kimia yang akan dirancang dan zat pendukung
yang akan dipilih. Saat ini para ahli kimia hijau sudah terlatih untuk
mengintegrasikan berbagai informasi tersebut untuk merancang molekul dengan
menghindari atau mengurangi sifat racun/toksik dari molekul tersebut. Sebagai
contoh, mereka mungkin merancang molekul yang cukup besar ukurannya sehingga
tidak dapat menembus jauh ke dalam paru-paru manusia atau hewan, yaitu tempat
efek toksik dapat terjadi. Cara lain adalah mengubah sifat-sifat suatu molekul
untuk mencegah absorpsi oleh kulit atau untuk memastikan molekul tersebut akan
mudah terurai di lingkungan
.
Sumber: Institute for Agricultural
and Trade Policy, 2007
Gambar 1. Manfaat Pendekatan Kimia
Hijau
Dengan kemajuan di bidang teknologi pembuatan partikel nano,
maka perlu diperhatikan atau dibuat peraturan untuk mengurangi dampak kesehatan
dan lingkungan yang disebabkan partikel nano ini termasuk aplikasi teknologi
dan partikel nano di dunia kedokteran, seperti pencitraan, pemberian obat,
disinfektasi, dan perbaikan jaringan (Albrecht, Evans, & Raston, 2006).
Partikel nano ini dapat masuk ke tubuh manusia melalui paru, usus besar, kulit,
serta dapat masuk ke jaringan otak yang kemungkinan besar dapat menimbulkan
masalah kesehatan, meskipun penelitian mengenai ini belum tuntas. Aturan dan
regulasi terkait nano partikel dan kesehatan serta lingkungan perlu
dikembangkan berdasarkan 12 prinsip kimia hijau. Albrechts et al., (2006)
menguraikan dampak nano partikel dan berbagai kemungkinan alternatif yang tidak
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan untuk pemanfaatan nano partikel di
berbagai aspek kehidupan. Manfaat pendekatan kimia hijau adalah mengurangi
berbagai risiko pada siklus produksi dan pemanfaatan zat kimia (Gambar 1).
Pendekatan pembaharuan berkelanjutan dalam hal penemuan atau inovasi akan
membawa kepada proses dan produk yang aman di dalam ekosistem alami, dan mudah
terurai, sehingga menjadi zat gizi untuk alam atau dapat didaur ulang.
CAT RAMAH LINGKUNGAN ,Senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC) biasa diidentifikasi sebagai
bau sesuatu yang baru dicat, bersifat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Sejak dulu ada cat yang larut dalam air berbentuk bubuk, tetapi tidak mudah
didapat. Perusahan cat di Inggris berhasil membuat cat yang sedikit sekali atau
tidak mengandung VOC tetapi tetap menarik, misalnya cat yang berbasis pelarut
dari tanaman yang tidak berbau, mudah dibersihkan, dan berdaya tutup yang baik.
Cat-cat yang diiklankan di Indonesia juga sudah mulai memperhatikan keamanan
terhadap kesehatan dan lingkungan.
PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN,Sudah ada produk-produk plastik yang berbahan dasar gula
dari tanaman hasil pertanian yang terbarukan, seperti jagung, kentang, dan gula
dari buah bit, untuk mulai menggantikan plastik yang berasal dari petroleum.
Beberapa perusahaan di negara maju telah menghasilkan produk-produk plastik
yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan di Amerika yang memasarkan
polimer PLA dari tumbuhan yang berasal dari jagung, digunakan dalam kemasan
makanan dan minuman. Perusahaan ini juga berhasil membuat serat yang berasal
dari jagung dinamakan Ingeo dan digunakan untuk membuat selimut serta hasil
tekstil lain. Pabrik yang memakai polimer PLA sebagai bahan dasarnya juga
mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia hijau termasuk dalam memilih zat warna
untuk produkproduk mereka. Di Amerika Serikat, terdapat perusahaan yang
mengganti bahan penguat karpet yang biasanya terdiri atas aspal, polivinil
klorida (PVC), dan poliuretan, dengan resin poliolefin, yang berasal dari
tanaman dan lebih rendah toksisitasnya. Karpet jenis ini memiliki daya rekat
yang tinggi dan tidak mudah menyusut. Saat ini karpet yang ramah lingkungan ini
telah digunakan untuk bangunan rumah, sekolah, rumah sakit, dan kantor.
Saat ini sudah ada Pedoman Pemanfaatan Biomaterial
Berkelanjutan (Sustainable Biomaterials
Guidelines) yang memberi arahan untuk pendekatan komprehensif terhadap
siklus produksi, pemanfaatan dan pengolahan limbah untuk praktik pertanian
sampai dengan daur ulang dan pembuatan pupuk. Pedoman tersebut memberi saran
bagaimana mengolah limbah tumbuhan seperti kayu, rumput kering, tanaman, dan
berbagai bahan mentah pertanian untuk dimanfaatkan kembali. Pedoman tersebut
sesuai dengan prinsip kimia hijau yang ke tujuh yaitu memanfaatkan bahan baku
pertanian yang dapat didaur ulang, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.
Prinsip ini mendasari usaha para ahli kimia untuk memanfaatkan material yang
dapat diperbaharui, seperti bahan bakar biogas dan pakan ternak, menghemat
penggunaan energi, dan memproduksi zat-zat kimia yang ramah lingkungan pada
pengolahan bahan makanan.
Gambar 2: Siklus Tertutup pada Pendekatan
Kimia Hijau pada Usaha
Bahan Pangan
ADOPSI PENDEKATAN KIMIA HIJAU PADA TINGKAT INDUSTRI
Banyak usaha yang mulai memperhatikan pendekatan kimia
hijau. Perusahaan bangunan memanfaatkan bahan bangunan yang ramah lingkungan
dan menghindari bahan yang terbukti berbahaya bagi kesehatan seperti asbes.
Usaha pencucian baju atau laundry juga sudah mengganti pelarut bahan kimia
untuk dry cleaning, dari
Perchloroethylene (PERC) – Cl2C=CCl2 –, dengan CO2
cair dan surfaktan (Dhage, 2013). PERC terbukti berbahaya bagi air tanah dan
diduga bersifat karsinogenik, seperti hampir semua pelarut yang mengandung halogen.
Penggantian zat pemutih kertas, yaitu gas klorin (Cl2),
untuk menghilangkan zat lignin, dengan peroksida (H2O2)
bersama katalisator TAML (Dhage, 2013). Gas klorin ternyata bereaksi dengan
lignin membentuk dioksin, seperti 2,3,4-tetrachlorodioksin dan furan
terklorinasi. Zat tersebut merupakan zat berbahaya bagi kesehatan karena
menjadi polutan pada rantai makanan untuk pakan ternak yang menghasilkan daging
atau ikan terkontaminasi dioksin. Dengan katalis TAML memungkinkan H2O2
untuk mengurai lebih banyak lignin dalam waktu yang lebih singkat. Sistem
pemutihan ini juga digunakan di usaha laundry karena ternyata dapat mengurangi
jumlah pemanfaatan air.
Bubuk dari biji asam jawa (tamarind seed kernel powder) yang merupakan limbah produk
pertanian, dapat dijadikan zat yang efektif untuk menjernihkan air buangan
rumah tangga dan industri (Dhage, 2013). Bubuk biji asam jawa bersifat
non-toksik, mudah terurai secara alami, hemat biaya, dapat menggantikan garam
Al (alumunium) atau alum yang biasa digunakan untuk mengolah air limbah. Zat
alum ini terbukti meningkatkan jumlah ion berbahaya dalam air olahan itu dan
dapat menyebabkan penyakit seperti alzheimer (pikun/dementia). Hasil penelitian
membuktikan bahwa bubuk biji asam jawa cukup ekonomis sebagai flokulan yang
kinerjanya setara dengan K2SO4Al2(SO4)3.24H2O
(potash alum) yang biasa dipakai pada penjernihan air12 PRINSIP KIMIA HIJAU
- Mencegah timbul limbah,Lebih baik mencegah daripada menanggulangi limbah
- Desain produk bahan kimia aman,Mampu mendesain bahan kimia yang aman dengan target utama mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability.
- Desain proses sintesis aman,Metode sintesis didesain untuk menggunakan dan menghasilkan zat dengan toksisitas rendah atau tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dengan meminimalkan paparan atau bahaya penggunaan bahan kimia tersebut.
- Bahan baku terbarukan,Bahan mentah atau bahan baku harus bersifat terbarukan bukan bahan habis pakai yang akan terus menipis dan mahal secara ekonomis
- Katalis,katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.
- Mengurangi proses derivitasi,Derivatisasi yang tidak diperlu (gugus pelindung, proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara) pada proses fisika ataupun kimia harus diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.
- Efisiensi atom,Metode sintesis harus didesain untuk memaksimalkan penggabungan semua bahan yang digunakan dalam proses untuk menjadi produk akhir
- Pelarut dan zat tambahan aman,Penggunaan zat zat tambahan (pelarut, agen pemisah dan sebagainya) dibuat sedapat mungkin tidak berbahaya bila digunakan
- Efisiensi Energi,Energi untuk proses kimia harus aman dan dampak lingkungan dengan ekonomisnya diminimalkan
- Desain untuk mudah degradasi,Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sehingga bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan (sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia lainya).
- Analisis langsung untuk mengurangi pencemaran,Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk samping yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam prosesnya.
- Meminimalisasi potensi kecelakaan,Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari.
Pendekatan kimia hijau
adalah usaha penerapan prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya
melalui usaha perancangan, produksi, dan penerapan produk kimia. Pendekatan
kimia hijau berusaha meminimalisir zat berbahaya, pemanfaatan katalis yang aman
untuk reaksi dan proses kimia, penggunaan reagen yang tidak beracun, penggunaan
sumber daya yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi pada tingkat atom,
dan penggunaan pelarut yang ramah lingkungan. Usaha untuk menerapkan kimia
hijau untuk menghasilkan produk industri untuk bangunan dan penggantian zat kimia
berbahaya yang digunakan pada berbagai industri dan kesehatan telah dilakukan.
Berbagai peraturan mengenai penerapan kimia hijau pada tingkat dunia dan
Indonesia telah dibuat. Perlu pengawasan ketat untuk penerapan pendekatan kimia
hijau ini untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan dan lingkungan. Masih banyak
usaha yang perlu dilakukan untuk meningkatkan penelitian, pendidikan,
kebijakan, dan penerapan kimia hijau terutama tentang penerapan nanopartikel
untuk kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA:
Anwar,Muslih.2015. Kimia Hijau / Green Chemistry dalam: http://bptba.lipi.go.id/bptba3.1/?u=blog-single&p=343&&lang=id
Mustafa,Dina.2016. Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di
Perkotaan. dalam: http://repository.ut.ac.id/7091/1/UTFMIPA2016-07-dina.pdf
Anonim.2017. 12 prinsip kimia hijau. dalam http://nurudinmz.blog.uns.ac.id/2017/03/14/12-prinsip-prinsip-green-chemistry-untuk-mencegah-pencemaran-lingkungan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.