Abstrak
Tidak bisa dipungkiri bahwa
Jakarta adalah kota besar yang jumlah penduduknya terus meningkat. Hal ini berimplikasi pada
peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang akan meningkatkan konsentrasi zat
pencemar di udara.
Menurut Abner ( 2008), transportasi
merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan dalam mendukung
perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi lain
peningkatan ini juga sekaligus akan membawa efek negatif yang tidak diinginkan.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di negara berkembang seperti Indonesia
sebanding dengan peningkatan jumlah emisi yang dihasilkan yang merupakan
ancaman bagi kesehatan manusia.
Isi
Pencemaran udara merupakan masalah
yang dihadapi kota-kota besar di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia,
khususnya di ibu kota Jakarta. Menigkatnya jumlah penduduk juga berpengaruh
pada meningkatnya julah kepemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun
roda empat, yang didukung oleh kemudahan dalam mempeolehnya, menjadi salah satu
pemicu peningkatan gas dari knalpot.
Polusi udara di luar ruangan
bertambah akibat konsekuensi peningkatan pembakaran bahan-bahan fosil untuk
transportasi, pembangkit listrik dan aktivitas manusia. Merupakan masalah
serius di seluruh bagian dunia, terutama di kota besar negara berkembang dan diperkiraan
seperempat populasi dunia terpapar polutan udara yang tidak sehat. Keberadaan
bahan pencemar udara dihasilkan oleh proses alam maupun aktivitas manusia, di
mana kontribusi akibat aktivitas manusia bisa berasal dari sumber pencemar
tidak bergerak seperti industri maupun bergerak seperti kendaraan bermotor. Kondisi
udara yang tercemar tentunya akan memengaruhi kesehatan manusia dan juga
ekosistemnya.
Menurut Dirjen PP (2011), resiko kesehatan akibat
aktivitas manusia terjadi karena pada dasarnya setiap kegiatan selalu mempunyai
dampak lingkungan dan kesehatan. Resiko kesehatan adalah dampak negatif yang
hanya bisa dikelola tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali. Masalah
kesehatan lingkungan yang muncul menimbulkan pertanyaan antara lain tentang
besarnya risiko kesehatan akibat pajanan bahaya lingkungan, pengendalian risiko
tanpa menghentikan kegiatan sumber risiko, serta keefektifan perangkat hukum
dan teknologi yang tersedia dalam melindungi kesehatan orang yang terpajan dari
efek yang merugikan kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang
disebut Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL).
Langkah awal untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah adanya pemantauan kualitas udara yang memadai
dalam bentuk jumlah dan sebaran lokasi pemantauan yang cukup, dapat diakses
masyarakat dengan mudah, dan bersifat real time.
Dengan mengetahui kualitas udara
di sekitar mereka, warga dapat melakukan tindakan preventif dan respons
terhadap polusi udara, seperti pilihan untuk beraktivitas di luar atau dalam
ruangan dan pemakaian masker saat beraktivitas luar ruang. Sementara itu,
pemantauan real time dapat menunjukkan pola polusi udara, di antaranya pola
tempat dan pola waktu saat tingkat polusi tinggi, yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk memformulasikan kebijakan mitigasi.
Pemantauan kualitas udara di
wilayah Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) DKI Jakarta saat ini belum memadai.
Daftar Pustaka
Abner, T. 2008. Dampak Debu
Transportasi kepada masyarakat. Jakarta: FKUI
Hidayat, Atep Afia, Kholil,
Muhammad. 2017. Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta. Pantona Media
Suryanto, D.A. 2012. Analisis
Tingkat Polusi Udara Terhadap Pengaruh Pertumbuhan Kendaraan Studi Kasus DKI
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.