Oleh : Nuriel Hanifan (@F25-Nuriel)
Abstrak
Kimia hijau datang sebagai solusi
untuk mencegah bumi semakin rusak, Ilmu kimia dapat memainkan peran penting
untuk mencapai peradaban yang berkelanjutan di planet Bumi (Collins, 2001).
Dalam aplikasinya kimia hijau berfungsi untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan zat kimia berbahaya sebagai upaya untuk menyelamatkan lingkungan
dari pencemaran.
Kata kunci : Green Chemistry, Kerusakan Lingkungan,
Pendahuluan
Saat ini masyarakat dunia sedang
dihadapi dengan masalah kerusakan alam yang terus terjadi dimana-mana , baik di
udara, air, tanah. Manusia dengan segala kemampuannya terus menciptakan alat
yang digunakan untuk kemudahan dalam berbagai hal pekerjaan dan aktivitasnya.
Kemajuan teknologi terus membuat manusia berinovasi namun terkadang inovasi
yang dibuat merugikan salah satu pihak yaitu “alam”. Mereka membuat alat dengan
konsumsi atau bahan dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
(Non-Renewables). Namun saat ini manusia sedang fokus dalam merehabilitasi bumi
dengan berbagai cara agar bumi tidak terus rusak oleh aktivitas manusia.
Munculah sebuah gagasan “Kimia Hijau”. Kimia hijau (Green Chemistry) adalah desain produk dan proses kimia yang berupa
mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya (EPA, 2015 dalam Hidayat,
Atep Afia dan M. Kholil (2017). Kimia hijau berlaku untuk seluruh siklus hidup
produk kimia, termasuk desain, manufaktur, penggunaan, dan pembuangan akhir.
Konsep dari kimia hijau mengenai kimia untuk menyelamatkan lingkungan dari
pencemaran.
Pembahasan
Menurut (Collins, 2001 dalam Hidayat,
Atep Afia dan M. Kholil, 2017), Kimia hijau dapat memberikan kontribusi
terhadap pembangunan lestari dan berkelanjutan, setidaknya untuk tiga bidang
utama. Pertama, teknologi energi terbarukan yang akan menjadi pilar utama dari
peradaban teknologi tinggi yang berkelanjutan. Kedua, reagen yang digunakan
oleh industri kimia, yang masih sebagian besar bersumber dari minyak bumi,
harus mulai digantikan oleh sumber yang terbarukan. Ketiga, perlu ada teknologi
alternatif pengendalian polusi yang lebih mumpuni.
Green Chemistry itu sendiri
memiliki 12 prinsip, antara lain :
1. Menghindari penghasilan sampah
2. Desain bahan kimia dan produk
yang aman
3. Desain sintesis kimia yang tak
berbahaya
4. Penggunaan sumber daya yang
dapat diperbaharui (renewable)
5. Penggunaan katalis
6. Menghindari bahan kimia yang
sifatnya derivatif (chemical derivatives)
7. Desain sintesis dengan hasil
akhir (produk) yang mengandung proporsi maksimum bahan mentah
8. Penggunaan pelarut dan kondisi
reaksi yang aman
9. Peningkatan efisiensi energi
10. Desain bahan kimia dan produk
yang dapat terurai
11. Pencegahan polusi
12. Peminimalan potensi
kecelakaan kerja
Seiring berkembangnya waktu,
kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir
setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini.
Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian
mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995,
dibagikan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu
ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam
Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan. Yaitu, untuk
menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.
Selain itu Green Chemistry juga dapat diterapkan dalam Smart City , Konsep
kota cerdas diperkenalkan untuk mengusah akan tersedianya kehidupan perkotaan
yang baik bagi penduduknya melalui pengelolaan optimal berbagai sumberdaya yang
diperlukan. Konsep kota cerdas merupakan
proses kegiatan yang
dilakukan untuk membuat
perkotaan menjadi nyaman untuk kehidupan penduduknya dan siap
menghadapi berbagai tantangan
yang mungkin muncul. Tahun
2008 para walikota
di Eropa telah
menyepakati
kebijakan-kebijakan
pembangunan kota berkelanjutan, yaitu
mencapai tujuan 20-20-20 (20% reduksi gas buang/emisi, 20% energi
terbarukan, dan 20% peningkatan efisiensi
energi) pada tahun2020
(Woinasroschy, 2016 dalam mustafa, Dina ,2017).
Kota cerdas
digambarkan dengan atribut
kecerdasan dalam hal bangunan, infrastruktur, teknologi,
energi, mobilitas, penduduk,administrasi, dan
pendidikan (Albino, Berardi,
& Dangelico, 2015). Atribut-atribut itu
secara terintegrasi diterapkan
dalam mengelola sumberdaya, mengendalikan tingkat
polusi, dan mengalokasikan energi. Sebagai
penggiat pengembangan ekonomi
terutama pada industri moderen
seperti elektronik, teknologi
informasi, bio dan nanoteknologi, yang
memainkan peran penting
pada struktur dan pengelolaan kota
cerdas, industri kimia yang
menerapkan prinsip Kimia Hijau
dapat memainkan peranan
penting pada
evolusi berkelanjutan kota cerdas.
Konsep Green Chemistry itu
sendiri berasal dari Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, dan Kima
Analitik. Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi pada
sektor industri. Green Chemistry berbeda dengan Environmental Chemistry (Kimia
Lingkungan). Perbedaannya adalah sebagai berikut. Green Chemistry lebih
berfokus pada usaha untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan
memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan
Environmental Chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah
tercemar oleh substansi-substansi kimia.
Aplikasi Green Chemistry
menurut Ryoji Noyori, peraih hadiah
Nobel Kimia pada tahun 2001, terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry.
Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai pelarut, larutan
Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan
penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis). Tinjauan beberapa
sektor diatas sebagai berikut:
1) Supercritical Carbon Dioxide adalah
karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di
atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC
ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam
industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan
memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya
temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai
pelarut layaknya aqua distilata.
2) Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah
suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses pemutihan kertas
(paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu
senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi,
dapat dihasilkan radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi
dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain
adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain itu,
kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).
3) Sintesis kiral (chiral synthesis),
adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan
elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis
kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). Pada
intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K.
Barry Sharpless ini menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil
menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu,
penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri
farmasi/obat-obatan.
Kemudian LanzaTech, Inc, berhasil
meraih penghargaan tahun 2015 untuk kategori Greener Synthetic pathways,
berhasil memproduksi bahan bakar dan bahan kimia dari pemanfaatan gas buang.
LanzaTech telah bermitra dengan sekitar 10 perusahaan dalam lingkup Global
Fortune 500 seperti Invista dan Evonik untuk menggunakan teknologi tersebut,
termasuk pemanfaatan fasilitas yang dapat menghasilkan 100.000 galon etanol per
tahun, dan sejumlah bahan kimia untuk pembuatan plastik.
Sementara SOLTEX yang merupakan
perusahaan yang memproduksi minyak dan pelumas sintetik dari Texas berhasil
meraih penghargaan tahun 2015 untuk kategori Greener Reaction Conditions,
berhasil mengembangkan . Jika digunakan secara luas, teknologi ini memiliki
potensi untuk menghilangkan jutaan galon air limbah per tahun dan mengurangi
penggunaan bahan kimia berbahaya sampai 50 persen.
Sedangkan Hybrid Coating
Teknologi / Nanotech Industri Daly City dari California, berhasil meraih
penghargaan tahun 2015 untuk kategori Designing Greener Chemical. Inovasinya
berupa pengembangan poliuretan nabati untuk digunakan pada lantai, furniture
dan pelapis/busa. Teknologi ini dapat mensubtitusi penggunaan isosianat, yang
dikenal menyebabkan gangguan terhadap kulit dan organ pernapasan ( termasuk
memicu asma). Poliuteran nabati yang sudah diproduksi, penggunaanya dapat
mengurangi Voltile Organic Compound (VOC) dan menurunkan biaya produksi, dan
lebih aman bagi manusia dan lingkungan.
Penutup
Berdasarkan catatan (Santosa,
2008 dalam Hidayat, Atep Afia dan M.
Kholil, 2017), yang mengutip pendapat Koch (2007), bahwa dalam 50 tahun
kedepan, terdapat 10 masalah besar yang dihadapi umat manusia, mulai dari
masalah energi, air, makanan, lingkungan, kemisikinan, terorisme dan perang,
penyakit, pendidikan, demokrasi dan populasi. Ternyata lima diantaranya, yaitu
masalah energim air, makanan, lingkungan, dan penyakit berkaitan erat dengan
kimia, dan hanya dapat diselesaikan secara seksama dengan pengembangan lebih
lanjut konsep dan apliaksi Kimia Hijau.
Seiring berkembangnya waktu,
kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir
setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini.
Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian
mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995,
diberikan penghargaan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada
individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan
inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan yaitu
untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.
Daftar Pustaka
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil
(2017), Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Patona Media : Jakarta
Mustafa, Dian (2017), Peranan
Kimia Hijau (Green Chemistry) dalam
mendukung tercapainnya kota cerdas (Smart
City) suatu tinjauan pustaka. http://repository.ut.ac.id/7076/1/UTFMIPA2017-07-dina.pdf
(Diunduh, 08 Februari 2018)
Artikel Green Chemistry (2015) http://www.infosarjana.com/2015/10/green-chemistry.html
(Diakses, 08 Februari 2018)
Artikel Kimia Undip09 (2015), Green Chemistry https://kimiaundip09.wordpress.com/2012/07/09/green-chemistry/#more-76
(Diakses, 08 Februari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.