Oleh :Dede Abdulah ( F28-Komaludin)
Abstrak
Perkembangan teknologi dan industri dapat memberikan kehidupan yang lebih
sejahtera, namun dibalik semua itu memberikan dampak negatif yang dapat
membahayakan kelangsungan kehidupan manusia.
Penerapan Kimia Hijau,
diharapkan kita dapat memperoleh manfaat dari perkembangan teknologi dan
Industri dengan tetap memperhitungkan kehidupan dari generasi penerus dan
lingkungan sehingga kelangsungan kehidupan manusia tetap terjaga.
Sampah polimer dan plastik
dapat dikurangi dengan prinsip 3R(reuse,
recyle dan reduce).
Kata Kunci : Kimia Hijau, Environmental,
Human
Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan industri dapat memberikan kehidupan yang lebih
sejahtera, namun dibalik semua itu memberikan dampak negatif yang dapat
membahayakan kelangsungan kehidupan manusia.
Menurut
Collins (2001) dalam Atep. (2017), ilmu kimia dapat memainkan peran penting
untuk mencapai peradaban yang berkelanjutan di planet bumi. Menurut EPA (2015)
dalam Atep (2017), Kimia Hijau (Green Chemisty) adalah desain produk dan proses
kimia yang berupaya mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya.
Jadi
kesimpulannya adalah dengan penerapan Kimia Hijau, diharapkan kita dapat
memperoleh manfaat dari perkembangan teknologi dan Industri dengan tetap
memperhitungkan kehidupan dari generasi penerus dan lingkungan sehingga
kelangsungan kehidupan manusia tetap terjaga.
Pembahasan
Aplikasi
Kimia Hijau sejalan dan seirama dengan prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Pembangunan berkelanjutan merupakan proses
pembangunan dengan menerapkan prinsip “memenuhi kebutuhan sekarang, tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” berdasarkan dari laporan
PBB yang dikutip dari Collins (2001) dalam Atep (2017).
Pada prinsip nya, Kimia Hijau
memanfaatkan pengetahuan kimia yang berlaku untuk proses produksi, penggunaan,
dan pembuangan akhir bahan kimia dengan cara meminimalkan penggunaan bahan yang
dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan (Atep. 2017).
Menurut United States Environmental
Protection Agency (US-EPA) dalam Atep (2017) terdapat 12 prinsip pada penerapan
Kimia Hijau diantaranya:
1.
Pencegahan Limbah
2.
Memaksimalkan ekonomi atom
3.
Perancangan sintesa dengan Bahan Kimia yang tidak
berbahaya.
4.
Perancangan bahan dan produk kimia yang aman
5.
Pelarut dan senyawa pemantu yang ramah lingkungan.
6.
Perancangan untuk efisiensi energi.
7.
Penggunaan bahan baku (bahan dasar atau bahan mentah)
terbaukan.
8.
Mengurangi tahapan reaksi atau derivatif.
9.
Katalisis
10. Rancangan
untuk degraasi (penguraian)
11. Analisis
seketika (real time) untuk pencegahan polusi.
12. Minimalisir
potensi kecelakaan
Mengenai 12 prinsip tersebut FSE (2015) dalam Atep (2017) mengemukakan
bahwa prinsip – prinsip tersebut berfokus pada keselamatan pekerja dan masyarakat
di sekitar lokasi kawasan industri.
Aplikasi kimia hijau adalah menerapkan sifat – sifat pada produk kimia yang
dapat terurai oleh microorganisme (bioregradable),
mampu beradaptasi dan sejalan dengan siklus 3R (reuse, recyle dan reduce), serta produk dan proses produksinya
tidak menimbulkan bahaya. (Atep. 2017)
Mengenai hal tersebut kita sebagai manusia memiliki peranan yang sangat
besar dalam menentukan kehidupan yang akan datang, dengan kita menerapkan
prinsip – prinsip kimia hijau, diharapkan dapat menyelamatkan kelangsungan
kehidupan dimasa mendatang.
Seperti yang kita ketahui salah satu produk hasil dari proses kimia adalah
polimer dan plastik, kedua produk tersebut sebenarnya dapat memperbaiki
kesejahteraan hidup manusia, namun permasalahan selanjutnya adalah polimer dan
plastik tidak bisa mengalami dekomposisi didalam tanah, meskipun telah terkubur
puluhan hingga ratusan tahun. Maka sangatlah perlu menerapkan prinsip 3R (reuse, recyle dan reduce) agar dapat
meminimalisir dampak dari penggunaan produk – produk tersebut.
Dengan penerapan prinsip 3R adalah dengan penggunaan kembali (Reuse) dan daur ulang (recyle). Plastik yang kita biasa gunakan
sebenarnya masih bisa di manfaatkan kembali untuk kebutuhan yang lain seperti
menjadi bahan bakar minyak.
Menurut Budi surono, untoro (2013), merubah sampah plastik menjadi
bahan bakar minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan). Cracking
adalah proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang
lebih rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat diguna sebagai bahan
kimia atau bahan bakar.
Menurut Panda (2011) dalam Budi
surono, untoro (2013), Ada tiga macam proses cracking yaitu hidro cracking, thermal cracking dan catalytic
cracking. Hidro cracking adalah proses cracking
dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang
dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan
hidrogen 3 – 10 MPa. Thermal cracking adalah termasuk proses
pyrolisis, yaitu dengan cara memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan pada temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. sedangkan catalytic cracking adalah proses dengan
menggunakan katalis untuk melakukan reaksi perekahan. Dengan adanya katalis,
dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi.
Kesimpulan
Dengan penerapan Kimia Hijau,
diharapkan kita dapat memperoleh manfaat dari perkembangan teknologi dan
Industri dengan tetap memperhitungkan kehidupan dari generasi penerus dan
lingkungan sehingga kelangsungan kehidupan manusia tetap terjaga.
Polimer dan plastik adalah
produk kimia yang sulit mengalami penguraian dengan microorganisme sehingga
perlunya menerapkan prinsip 3R (reuse,
recyle dan reduce)
Daftar Pustaka.
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil.2017.Kimia,industri dan teknologi hijau. Jakarta : Pantona
Media
Budi Surono, Untoro (2011). Berbagai
metode konversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak.
JURNAL TEKNIK VOL.3 NO.1/APRIL 2013. Dalam
(diunduh
: 10 Februari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.