ABSTRAK
Industri kimia mengalami
perkembangan yang pesat dalam kurun waktu antara 1935 – 1955, bersamaan dengan
bermunculannya inovasi di berbagai bidang. Permintaan dunia terhadap produk
indsutri kimia mengalami pertumbuhan yang pesat. Saat itu produksi kimia industry
hanya terpusat di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.
Kata Kunci : Industri Kimia,
Industri Petrokimia, Deterjen
ISI
Industri ini mencakup petrokimia, agrokimia, farmasi,
polimer, cat, dan oleokimia. Industri ini menggunakan proses kimia, termasuk
reaksi kimia untuk membentuk zat baru, pemisahan berdasarkan sifat seperti
kelarutan atau muatan ion, distilasi, transformasi oleh panas, serta
metode-metode lain.
Menurut Fillaeli (2012);
Rahayu (2009); Nipples (2012) dalam Hidayat (2017), kimia industry merupakan
proses yang terjadi dalam industry kimia, perhitungan yang menyertai proses-proses
berhubungan dengan banyaknya zat yang terlibat (stoikiometri), maupun dengan
jumlah panas yang dibebaskan maupun diperlukan dalam suatu proses tertentu.
Menurut Killheffer (2014)
dalam Hidayat (2017), mengemukakan, bahwa ruang lingkup industry kimia dapat
dilihat dari bahan baku utama yang dipergunakan, seperti bahan bakar fosil,
udara, air, garam, kapur, belerang dan sebagainya.
Menurut Aftalion (2010)
dalam Hidayat (2017), Industri kimia mengalami perkembangan yang pesat dalam kurun
waktu antara 1935 – 1955, bersamaan dengan bermunculannya inovasi di berbagai
bidang. Permintaan dunia terhadap produk indsutri kimia mengalami pertumbuhan
yang pesat. Saat itu produksi kimia industry hanya terpusat di Eropa, Amerika
Serikat dan Jepang.
Salah satu jenis industry kimia
yaitu industry petrokimia berbasis Olefin. Jenis tersebut adalah salah satu
dari beberapa jenis industri petrokimia salah satu contohnya adalah deterjen.
Menurut Kamil (1989) dalam
Sabli (2015), jumlah konsumsi air bersih di Indonesia rerata 138,5 liter per
orang per hari. Sekitar 60-80 % dari konsumsi air per orang per hari tersebut
menjadi air limbah (Metcalf dan Eddy, 2004 dalam Sabli 2015).
Menurut Sabli (2015) limbah
cair domestic yang paling tinggi volumenya adalah deterjen. Selain dari
permukiman penduduk, deterjen juga digunakan pada usaha pencucian mobil dan
kendaraan bermotor, serta usaha binatu (laundry) yang terus meningkat. Menurut
Darmono (2008); Rochman (2009) dalam Sabli (2015) Hal ini seiring dengan
produksi deterjen dunia yang mencapai 2,7 juta ton/tahun, dengan kenaikan
produksi tahunan mencapai 5 %.
Menurut Sabli (2015), teknologi
yang dipilih untuk mengolah air limbah deterjen yaitu menggunakan sistem lahan
basah karena diyakini mampu memulihkan air limbahdomestik, pertanian dan
sebagian limbah industri, namun sayangnya fungsi lahan basah sebagai “ginjal
bumi” untuk mengolah air limbah tersebut tidak banyak diketahui oleh
masyarakat. Di samping itu, lahan basah yang ada kurang menarik untuk
dipertahankan karena relatif tidak memiliki nilai ekonomis.
Menurut Sabli (2011) dalam
Sabli (2015), lahan basah sangat rentan terhadap eksploitasi berlebihan karena
dianggap sebagai lahan yang tidak produktif atau lahan marjinal. Akibatnya
lahan basah selalu menjadi sasaran untuk dijadikan drainase dan konversi. Di
sisi lain, lahan basah sudah menjadi korban alih fungsi akibat tekanan
pembangunan, diantaranya untuk pembangunan tambak, perkebunan kelapa sawit dan
akasia, untuk pembangunan perumahan, sarana transportasi, pasar, pendidikan dan
perkantoran.
Menurut Sabli (2015), Tumbuhan
yang hidup dalam rawa, membutuhkan unsur hara yang terkandung dalam air. Selain
itu, tumbuhan rawa juga berfungsi secara tidak langsung dalam proses
pembersihan air, yaitu mendukung kehidupan organisme pengurai limbah, misalnya
bakteri, jamur, alga dan protozoa. Pelepasan oksigen oleh akar tumbuhan rawa
menyebabkan air atau tanah di sekitar rambut akar memiliki kadar oksigen
terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan air atau tanah yang tidak
ditumbuhi tumbuhan air, sehingga memungkinkan organisme mikro pengurai seperti
bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan rawa yang berkondisi anaerob.
Menurut Reed (1995) dalam
Sabli (2015) Tumbuhan-tumbuhan air mampu memasok oksigen ke dalam tanah di
bawah permukaan air dalam kisaran antara 0,2> 10 cm3 oksigen per batang per
menit.
Daftar
Pustaka
Hidayat, Atep Afia dan Muhammad Kholil, 2017, Kimia Industri dan Teknologi Hijau, Pantona Media Jakarta.
Sabli, T. Edy, 2015, Optimalisasi
Pengeolaan Air Limbah Deterjen Dengan Sistem Rawa Bambu, Jurnal Ilmu
Lingkungan, Vol 9, No 2, Universitas Riau, Pekanbaru. Dalam http://download.portalgaruda.org/article.php?article=440323&val=2277&title=OPTIMALISASI%20PENGELOLAAN%20AIR%20LIMBAH%20DETERJEN%20DENGAN%20SISTEM%20RAWA%20BAMBU
Kamil, Idris M. dan Soemirat J. 1989. Kajian Konsumsi Air Bersih
untuk Perkotaan Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum.
Reed, S.C., Middlebrooks, E.J., dan Crites, R.W. 1995. Natural
Systems for Waste Management and Treatment. MacGraw-Hill, New York.
Sabli, T. E. 2011. Optimizing The Management of Domestic Waste
Water by Artificial Swamp Technology, The 2nd International Workshop on South
South Cooperation (SCC) for Sustainable Development in The Three Major Tropical
Humid Regions in The Word. 4-8 October 2011, Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.