.

Sabtu, 03 Februari 2018

Pencemaran Udara dari alat Transportasi, oleh @F30-mohamad

Abstrak
Udara adalah faktor penting dalam kehidupan,udara merupakan campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi sebagai habitat manusia dan makhluk hidup lainnya namun, di era modern, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya transportasi, telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya segar, kini, kering dan kotor akibat dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan transportasi. Lewat penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; 1. Pemberian izin bagi angkutan umum kecil lebih dibatasi, sementara, kendaraan angkutan massal, diperbanyak. 2. Kontrol jumlah kendaraan pribadi. 3. Pembatasan usia kendaraan . 4. Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic Road Pricing. 5. Pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendaraan. 6. Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum maupun pribadi. 7. Penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan yang lalu lintasnya padat serta di sudut-sudut kota.
Kata kunci: pencemaran udara, emisi gas buang, kehidupan, lingkungan
ISI
A. Proses Terjadinya Emisi Gas Buang oleh Kendaraan Transportasi
Tidak ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna, dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox)” (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Selanjutnya, emisi gas buang yang paling signifikan dari kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan massa, adalah gas karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung sempurna yang dapat dicapai dengan tersedianya suplai udara yang berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang sempurna dalam mesin kendaraan, jarang sekali terjadi.
B. Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan Lingkungan
Sebagaimana kita ketahui bersama, pencemaran udara atau perubahan salah satu komposisi udara dari keadaan normal, mengakibatkan terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan manusia. Pembangunan transportasi yang terus dikembangkan menyusul dengan permintaan pasar, ternyata, telah mendorong terjadinya bencana pembangunan. Saat ini, kita semua telah mengetahui bahwa pengaruh polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca (ERK) bakal menimbulkan pemanasan global atau (global warming) (Sudrajad, 2006).
Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah peringatan kepada para pemilik kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat kepada masalah udara di sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia dalam konteks transportasi, ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan yang pada akhirnya bermuara menjadi permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah satunya commons yang open access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan alam sekitarnya.
C. Kondisi Existing Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Transportasi
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan bermotor sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah yang dapat menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan antara transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah perilaku manusia terhadap lingkungannya (Sudrajad, 2006). Hal tersebut bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang seharusnya merupakan salah satu perangkat teknologi untuk memudahkan manusia, malahan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya.
Selanjutnya, secara langsung, kandungan-kandungan timah hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau menimbulkan penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi dari transportasi sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan alasan bagi para pembuat keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi ajang perdebatan, terutama, dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah lingkungan dan teknologi agar dapat berdampingan tanpa adanya bahaya serta transportasi yang tidak teratur (disorder).
Sebagai contoh, di Jakarta, sumber pencemaran udara yang utama adalah kendaraan bermotor dan industri. Dalam hal ini, tehadap beban emisi total, kendaraan bermotor menyumbang sekitar 71% pencemar oksida nitrogen (NOX), 15% pencemar oksida sulfur (SOx), dan 70% pencemar partikulat (PM10). Tampaknya, emisi gas dan kandungannya menjadi beban moral bagi pengguna transportasi dan industri transportasi (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Permasalahan seperti ini telah menjadi fenomena pembangunan. Walau pembangunan transportasi yang ideal amat diharapkan oleh masyarakat, namun, dari sudut pandang ekologi, dampak sosial transportasi dengan lingkungan telah menimbulkan depresi terhadap masyarakat. Secara lebih tegas dapat dikatakan, udara yang tercemar akibat transportasi telah menimbulkan tingkat stress pada manusia yang mengalami gangguan tersebut.
Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang beradaptasi dengan proses akan menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut dilakukan dengan terus menerus atau sering, sehingga, orang yang dalam kehidupan sehari-harinya mengalami gangguan udara dari transportasi dan mengalami kejenuhan dapat menimbulkan stress dan depresi (kajian ini terjadi pada behaviour-nya).
Karena apa yang adaptif dan bukan adaptif, bagi mereka, adalah cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari masyarakatnya. Hal ini dapat ditunjukkan, tingkat stress dan depresi penduduk di kota-kota besar seperti Jakarta tergolong tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan keberlanjutannya lingkungan yang ada di sekitarnya, menjadi tidak berdaya, karena, pengrusakan lingkungan terjadi dan dilakukan oleh segelintir orang yang tidak bertanggung-jawab.
Oleh sebab itu, kejadian-kejadian seperti pencemaran udara pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata, permasalahan ekologi yang terjadi akibat transportasi ini juga menjadi permasalahan psikologis yang ada pada masyarakat urban. Semakin tinggi tingkat pencemaran udara, maka, kecenderungan tingkat stress pun akan semakin tinggi pula.
Kebijakan transportasi yang berhubungan dengan lingkungan atau Transportation Environment, adalah merupakan suatu penyebab munculnya dampak sosial. Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia.
e. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
f. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
g. Faktor perawatan kendaraan.
h. Jenis bahan bakar yang digunakan.
i. Jenis permukaan jalan.
j. Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).
Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi gas buang sumber pencemaran udara tersebut, faktor penting lainnya adalah; faktor potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan akan sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang berdampak terhadap kehidupan dan lingkungan.
Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan sumber emisi pencemaran udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC (total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx (oksida-oksida sulfur) (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar dalam motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx, SOx, debu, hidrokarbon juga timbal. Udara yang tercemar oleh zat-zat tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.
Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru-paru.
Kadar timbal yang tinggi di udara juga dapat mengganggu pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal dan lain-lain, sedang keracunan Pb bersifat akumulatif.
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibanding dengan oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu (BPLH DKI Jakarta, 2013). Selaras dengan itu, berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, apabila tidak segera mendapat udara segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian. Sementara, bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2S dapat merangsang pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan.
D. Upaya untuk Mengurangi Dampak Polusi/Pencemaran Udara
Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang mencakup upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung,
Pada saat ini, transportasi selalu dijadikan alasan utama bagi pencemaran kota. Kebanyakan orang beranggapan, pencemaran kota yang merusak udara di sekitar kita adalah merupakan suatu akibat dari kelalaian pemerintah dan produsen yang mendesain kendaraan bermotornya tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang sangat besar dalam masalah pencemaran udara.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat besar dibanding dengan sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Dari uraiaan di atas, maka, tampak dengan jelas beberapa faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:
a. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).
b. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.
c. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran.
d. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota.
akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006):
1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama teman-teman (car pooling).
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan asapnya tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.
4. Memilih bensin yang bebas timbal
(unleaded fuel).
KESIMPULAN
Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama ditujukan pada pembenahan sektor transportasi dengan tanpa mengabaikan sektor-sektor lain, maka, tidak ada kata lain kecuali harus mau belajar dari kota-kota besar lain di dunia yang telah berhasil menurunkan polusi udara dan angka kesakitan serta kematian yang diakibatkan karenanya. Di antaranya, dengan pembatasan izin bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak kendaraan angkutan massal; seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian, kontrol terhadap jumlah kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring dengan perbaikan pada sejumlah angkutan umum.
Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi angkutan umum juga perlu mendapatkan pertimbangan secara khusus, mengingat, semakin tua kendaraan, apalagi yang kurang terawat, sangat berpotensi besar sebagai penyumbang polutan udara. Selaras dengan itu, pembangunan MRT, dan Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak untuk direalisasikan. Di samping itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran berkendara benar-benar dapat diwujudkan, begitu juga uji emisi yang dilakukan secara berkala, serta penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan, terutama yang lalu lintasnya padat, dapat juga mengurangi polusi udara.
Daftar Pustaka
Hdayat, Atep Afia dan Muhammad Kholil ,2017  Kimia, Industri dan teknologi Hijau
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013. Zat – zat Pencemar Udara.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013. Pengertian Pencemaran Udara.
Hassan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
John W. Creswell. 2002. Researh Design Qualitative & Quantitative Approaches. New York: Sage Publication, Inc.
Sudrajad, Agung. 2006. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Http//kamase_ugm@yahoo.co.id [3 Januari 2013]
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 3, Lead. Geneva.
World Health Organization. 1977. Environmental Health Criteria No. 4, Oxides of nitrogen, Geneva.
World Health Organization, (1978). Environmental Health Criteria No. 7, Photochemical oxidants. Geneva.

World Health Organization, (1979). Environmental Health Criteria No. 8, Sulfur oxides and suspended particulate matter. Geneva.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.