Udara adalah faktor penting dalam kehidupan,udara merupakan
campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi sebagai habitat manusia dan
makhluk hidup lainnya namun, di era modern, sejalan dengan perkembangan
pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya transportasi,
telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Dari yang mulanya segar,
kini, kering dan kotor akibat dari terjadinya pencemaran udara karena kendaraan
transportasi. Lewat penggunaan metode kepustakaan, maka, tampak dengan jelas
ada beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian yang serius, di antaranya; 1.
Pemberian izin bagi angkutan umum kecil lebih dibatasi, sementara, kendaraan
angkutan massal, diperbanyak. 2. Kontrol jumlah kendaraan pribadi. 3. Pembatasan
usia kendaraan . 4. Pembangunan MRT, dan pembuatan Electronic Road Pricing. 5.
Pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran
berkendaraan. 6. Uji emisi harus dilakukan secara berkala pada kendaraan umum
maupun pribadi. 7. Penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan yang lalu
lintasnya padat serta di sudut-sudut kota.
Kata kunci: pencemaran udara, emisi gas buang, kehidupan,
lingkungan
ISI
A. Proses Terjadinya Emisi Gas Buang oleh Kendaraan
Transportasi
Tidak ada yang bisa menepis, betapa, emisi gas buang, berupa
asap knalpot, adalah akibat terjadinya proses pembakaran yang tidak sempurna,
dan mengandung timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM),
oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SO2), hidrokarbon (HC), karbon monoksida
(CO), dan oksida fotokimia (Ox)” (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Selanjutnya, emisi gas buang yang paling signifikan dari
kendaraan bermotor ke atmosfer berdasarkan massa, adalah gas karbondioksida
(CO2), dan uap air (H2O) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang
berlangsung sempurna yang dapat dicapai dengan tersedianya suplai udara yang
berlebih. Namun demikian, kondisi pembakaran yang sempurna dalam mesin
kendaraan, jarang sekali terjadi.
B. Dampak Terjadinya Pencemaran Udara Terhadap Kehidupan dan
Lingkungan
Sebagaimana kita ketahui bersama, pencemaran udara atau
perubahan salah satu komposisi udara dari keadaan normal, mengakibatkan
terjadinya perubahan suhu dalam kehidupan manusia. Pembangunan transportasi
yang terus dikembangkan menyusul dengan permintaan pasar, ternyata, telah
mendorong terjadinya bencana pembangunan. Saat ini, kita semua telah mengetahui
bahwa pengaruh polusi udara juga dapat menyebabkan pemanasan efek rumah kaca
(ERK) bakal menimbulkan pemanasan global atau (global warming) (Sudrajad,
2006).
Tentunya, hal ini harus merupakan sebuah peringatan kepada
para pemilik kebijakan industri dan kebijakan transportasi agar melihat kepada
masalah udara di sekitarnya. Proses pembangunan yang ada di Indonesia dalam
konteks transportasi, ternyata, telah menimbulkan bencana pembangunan yang pada
akhirnya bermuara menjadi permasalahan ekologis. Akibatnya, udara sebagai salah
satunya commons yang open access menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia dan
alam sekitarnya.
C. Kondisi Existing Pencemaran Udara Akibat Kendaraan
Transportasi
Dalam melihat kasus pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor sebagai suatu dampak, adalah bukan satu-satunya penyebab yang
disalahkan. Akan tetapi, penggunaannya yang tidak teratur (disorder) adalah
yang dapat menimbulkan ”abuse” bagi lingkungan kita, terutama udara. Singgungan
antara transportasi dan lingkungan juga dapat diungkapkan lewat masalah
perilaku manusia terhadap lingkungannya (Sudrajad, 2006). Hal tersebut
bertolakbelakang, mengingat, transportasi yang seharusnya merupakan salah satu
perangkat teknologi untuk memudahkan manusia, malahan menimbulkan dampak yang
berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungannya.
Selanjutnya, secara langsung, kandungan-kandungan timah
hitam dan SPM dapat mengganggu kesehatan kita, dan/atau menimbulkan
penyakit-penyakit yang mematikan. Lalu apakah produksi dari transportasi
sebagai alasan pembangunan teknologi dapat dijadikan alasan bagi para pembuat
keputusan. Kenyataan inilah yang sampai sekarang selalu menjadi ajang
perdebatan, terutama, dalam memahami bagaimana mengartikan sebuah lingkungan
dan teknologi agar dapat berdampingan tanpa adanya bahaya serta transportasi
yang tidak teratur (disorder).
Sebagai contoh, di Jakarta, sumber pencemaran udara yang utama
adalah kendaraan bermotor dan industri. Dalam hal ini, tehadap beban emisi
total, kendaraan bermotor menyumbang sekitar 71% pencemar oksida nitrogen
(NOX), 15% pencemar oksida sulfur (SOx), dan 70% pencemar partikulat (PM10).
Tampaknya, emisi gas dan kandungannya menjadi beban moral bagi pengguna
transportasi dan industri transportasi (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Permasalahan seperti ini telah menjadi fenomena pembangunan.
Walau pembangunan transportasi yang ideal amat diharapkan oleh masyarakat,
namun, dari sudut pandang ekologi, dampak sosial transportasi dengan lingkungan
telah menimbulkan depresi terhadap masyarakat. Secara lebih tegas dapat
dikatakan, udara yang tercemar akibat transportasi telah menimbulkan tingkat
stress pada manusia yang mengalami gangguan tersebut.
Dari perspektif ekologi, perilaku manusia yang beradaptasi
dengan proses akan menjadi jenuh apabila adaptasi tersebut dilakukan dengan
terus menerus atau sering, sehingga, orang yang dalam kehidupan sehari-harinya
mengalami gangguan udara dari transportasi dan mengalami kejenuhan dapat
menimbulkan stress dan depresi (kajian ini terjadi pada behaviour-nya).
Karena apa yang adaptif dan bukan adaptif, bagi mereka,
adalah cenderung pada perubahan perilaku kolektif dari masyarakatnya. Hal ini dapat
ditunjukkan, tingkat stress dan depresi penduduk di kota-kota besar seperti
Jakarta tergolong tinggi. Manusia sebagai faktor yang menentukan
keberlanjutannya lingkungan yang ada di sekitarnya, menjadi tidak berdaya,
karena, pengrusakan lingkungan terjadi dan dilakukan oleh segelintir orang yang
tidak bertanggung-jawab.
Oleh sebab itu, kejadian-kejadian seperti pencemaran udara
pun tidak terhindarkan. Bukan hanya itu, ternyata, permasalahan ekologi yang
terjadi akibat transportasi ini juga menjadi permasalahan psikologis yang ada
pada masyarakat urban. Semakin tinggi tingkat pencemaran udara, maka,
kecenderungan tingkat stress pun akan semakin tinggi pula.
Kebijakan transportasi yang berhubungan dengan lingkungan
atau Transportation Environment, adalah merupakan suatu penyebab munculnya
dampak sosial. Artinya, dampak sosial yang dimaksud adalah transportasi yang
tidak teratur (disorder), yang kemudian mengganggu kehidupan manusia.
e. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.
f. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor.
g. Faktor perawatan kendaraan.
h. Jenis bahan bakar yang digunakan.
i. Jenis permukaan jalan.
j. Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).
Di samping faktor-faktor yang menentukan intensitas emisi
gas buang sumber pencemaran udara tersebut, faktor penting lainnya adalah;
faktor potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan akan sangat tergantung kepada
kondisi dan perilaku meteorologi. Padahal, sektor transportasi mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi yang berdampak terhadap
kehidupan dan lingkungan.
Hampir semua produk energi konvensional dan rancangan motor
bakar yang digunakan dalam sektor transportasi masih menyebabkan sumber emisi
pencemaran udara. Penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) bensin dalam motor bakar
akan selalu mengeluarkan senyawa-senyawa seperti CO (karbon monoksida), THC
(total hidro karbon), TSP (debu), NOx (oksida-oksida nitrogen) dan SOx
(oksida-oksida sulfur) (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan timbal. Solar
dalam motor disel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping
senyawa tersebut di atas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti
aldehida, PAH (Poli Alifatik Hidrokarbon), yang mempunyai dampak kesehatan yang
lebih besar (karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, penggunaan bahan bakar
untuk kendaraan bermotor dapat mengemisikan zat-zat pencemar seperti CO, NOx,
SOx, debu, hidrokarbon juga timbal. Udara yang tercemar oleh zat-zat tersebut
dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya,
tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.
Gangguan tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari
organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada
mata dan kulit. Biasanya, pencemaran udara karena partikel debu dapat
menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis kronis, emfiesma
paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru-paru.
Kadar timbal yang tinggi di udara juga dapat mengganggu
pembentukan sel darah merah. Gejala keracunan dini mulai ditunjukkan dengan
terganggunya fungsi enzim untuk pembentukan sel darah merah, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan gangguan kesehatan lainnya; seperti anemia, kerusakan ginjal
dan lain-lain, sedang keracunan Pb bersifat akumulatif.
Keracunan gas CO timbul sebagai akibat terbentuknya
karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Afinitas CO yang lebih besar dibanding
dengan oksigen (O2) terhadap Hb menyebabkan fungsi Hb untuk membawa oksigen ke
seluruh tubuh menjadi terganggu (BPLH DKI Jakarta, 2013). Selaras dengan itu,
berkurangnya penyediaan oksigen ke seluruh tubuh, apabila tidak segera mendapat
udara segar, akan membuat sesak napas dan dapat menyebabkan kematian.
Sementara, bahan pencemar udara seperti NOx, SOx, dan H2S dapat merangsang
pernapasan yang mengakibatkan iritasi dan peradangan.
D. Upaya untuk Mengurangi Dampak Polusi/Pencemaran Udara
Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor yang mencakup upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak
langsung,
Pada saat ini, transportasi selalu dijadikan alasan utama
bagi pencemaran kota. Kebanyakan orang beranggapan, pencemaran kota yang
merusak udara di sekitar kita adalah merupakan suatu akibat dari kelalaian
pemerintah dan produsen yang mendesain kendaraan bermotornya tidak sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan. Akibatnya, daerah perkotaan dianggap
merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara, dan memegang peranan yang
sangat besar dalam masalah pencemaran udara.
Pada umumnya, dari berbagai sektor yang potensial dalam
mencemari udara, maka, sektor transportasi memegang peran yang sangat besar
dibanding dengan sektor yang lainnya. Di kota-kota besar, kontribusi gas buang
kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%, sementara,
kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%, dan
sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah tangga, pembakaran
sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain (BPLH DKI Jakarta, 2013).
Dari uraiaan di atas, maka, tampak dengan jelas beberapa
faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi
terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:
a. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).
b. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah
kendaraan yang ada.
c. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat,
akibat terpusatnya kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran.
d. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan
kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat
kota.
akan dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor
secara efektif antara lain (Sudrajad, 2006):
1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan
jalan kaki, naik sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi
bersama teman-teman (car pooling).
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros
bahan bakar dan asapnya tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat
energi.
4. Memilih bensin yang bebas timbal
(unleaded fuel).
KESIMPULAN
Solusi untuk mengatasi polusi udara kota, terutama ditujukan
pada pembenahan sektor transportasi dengan tanpa mengabaikan sektor-sektor
lain, maka, tidak ada kata lain kecuali harus mau belajar dari kota-kota besar
lain di dunia yang telah berhasil menurunkan polusi udara dan angka kesakitan
serta kematian yang diakibatkan karenanya. Di antaranya, dengan pembatasan izin
bagi angkutan umum kecil, dengan memperbanyak kendaraan angkutan massal;
seperti bus dan kereta api, diperbanyak. Kemudian, kontrol terhadap jumlah
kendaraan pribadi juga dapat dilakukan seiring dengan perbaikan pada sejumlah
angkutan umum.
Selanjutnya, pembatasan usia kendaraan terutama bagi
angkutan umum juga perlu mendapatkan pertimbangan secara khusus, mengingat,
semakin tua kendaraan, apalagi yang kurang terawat, sangat berpotensi besar
sebagai penyumbang polutan udara. Selaras dengan itu, pembangunan MRT, dan
Electronic Road Pricing (ERP), juga mendesak untuk direalisasikan. Di samping
itu, pengaturan lalu lintas, rambu-rambu, dan tindakan tegas terhadap
pelanggaran berkendara benar-benar dapat diwujudkan, begitu juga uji emisi yang
dilakukan secara berkala, serta penanaman pohon berdaun lebar di pinggir jalan,
terutama yang lalu lintasnya padat, dapat juga mengurangi polusi udara.
Daftar Pustaka
Hdayat, Atep Afia dan Muhammad Kholil ,2017 Kimia, Industri dan teknologi Hijau
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013. Zat
– zat Pencemar Udara.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta, 2013.
Pengertian Pencemaran Udara.
Hassan, M. Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi
Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
John W. Creswell. 2002. Researh Design Qualitative &
Quantitative Approaches. New York: Sage Publication, Inc.
Sudrajad, Agung. 2006. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan.
Http//kamase_ugm@yahoo.co.id [3 Januari 2013]
World Health Organization. 1977. Environmental Health
Criteria No. 3, Lead. Geneva.
World Health Organization. 1977. Environmental Health
Criteria No. 4, Oxides of nitrogen, Geneva.
World Health Organization, (1978). Environmental Health
Criteria No. 7, Photochemical oxidants. Geneva.
World Health Organization, (1979). Environmental Health
Criteria No. 8, Sulfur oxides and suspended particulate matter. Geneva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.