Pencemaran Air Akibat Limbah Rumah Tangga Oleh
Deterjen
Pencemaran air
menurut surat Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor:
KEP-02/MENKLH/1/1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah: masuk atau
dimasukkan makhluk hidup, zat,energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan
atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air
menjadi atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran air adalah suatu
perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan
dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung
berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap
kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Deterjen
Deterjen
merupakan produk teknologi yang strategis, karena telah menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat modern mulai rumah tangga sampai industri. Di
sisi lain, detergen harus memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka
pendek (short therm function) atau
daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu rendah, dampak lingkungan yang
rendah dan harga yang terjangkau (Jurado et
al, 2006)
Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen mempunyai keunggulan
antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh
kesadahan air. Pada umumnya detergen bersifat
surfaktan anionik yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (Chantraine F et all, 2009).
Menurut Asosiasi Pengusaha Deterjen Indonesia
(APEDI), surfaktan anionik yang digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl
benzene sulfonate rantai bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene
sulfonate rantai lurus (LAS) sebesar 60%. Alasan penggunaan ABS antara lain karena harganya murah, stabil
dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS
lebih sukar diuraikan secara alami sehingga pada banyak negara di dunia
penggunaan ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia,
peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa alasan masih
digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain karena harganya murah,
kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan busanya melimpah (Anonimous, 2009).
Macam-macam Jenis Deterjen.
Ada dua jenis detergen sebagai berikut.
- Detergen keras: sukar diuraikan oleh bakteri sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
- Detergen lunak: dapat diuraikan oleh bakteri sehingga tidak terlalu menimbulkan pencemaran.
Komposisi Bahan pembuat deterjen.
Adapun bahan
pembuat deterjen adalah sebagai berikut.
a. Bahan penurun tegangan permukaan
Bahan penurun tegangan permukaan digunakan untuk memudahkan mengikat kotoran dan menimbulkan busa, antara lain sebagain berikut.
- Alkil Benzen Sulfonat (ABS) + NaOH menghasilkan Natrium Alkil Benzen Sufonat (detergen keras).
- Lauril Asam Sulfat (LAS) + NaOH menghasilkan Natrium Lauril Sulfat (detergen lunak)
b. Bahan penunjang
Bahan penunjang pada deterjen
digunakan STPP (Sodium Tri Poli Phosphat/Natrium Tri Poli Phosphat) berfungsi
menunjang kerja bahan penurun tegangan permukaan.
c. Bahan pengisi
Bahan pengisi deterjen digunakan untuk
memperbesar volume materi.
d. Bahan pengikat
Sebagai bahan pengikat digunakan air,
yaitu untuk mencampurkan semua bahan (media).
e. Bahan tambahan
Sebagai bahan tambahan digunakan CMC
(Carboxy Metyl Cellulose), agar kotoran yang terikat deterjen tidak melekat
kembali ke bahan yang dicuci.
f. Bahan pewangi dan pewarna
Bahan pewangi
dan pewarna digunakan agar detergen mempunyai warna dan aroma yang spesifik
untuk membedakan dengan merk lain dan sesuai dengan warna dan aroma yang
diminati konsumen.
Bahan – bahan yang umum terkandung
pada deterjen adalah :
1. Surfaktan
(surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka
air) dan hydrophobe (suka lemak).
Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat
melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant terbagi atas
jenis anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS,
Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), sedangkan
jenis kedua bersifat kationik (Garam Ammonium) dan jenis yang ketiga bersifat
non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle)
serta Amphoterik (Acyl Ethylenediamines).
2. Builder
(Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan
cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air, dapat berupa Phosphates
(Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene
Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler
(pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas
atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium
sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/
tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya
cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk.
Contohnya enzyme, borax, sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent
ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti
Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum,
sedangkan air sebagai bahan pengikat.
Tehnik
Pengolahan air secara umum dapat digolongkan menjadi :
1. Pengolahan Fisis
Pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat organik dalam air yang akan diolah.
Contoh : filterisasi, evaporasi, sekrining, sentrifugasi, flotasi, RO, dan sebagainya.
2. Pengolahan Kimiawi
Proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia tertentu dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air.
Contoh : koagulasi, ion exchange resin, khlorinasi, ozonasi, dan sebagainya.
3. Pengolahan Biologis
Bertujuan menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau anorganik. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktifitas mikroorganisma gabungan (mixed culture) yang heterotrofik.
Mikroorganisma mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk biomassa sel baru serta zat-zat organik, dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya
Contoh : lumpur aktif, filter trickling, kolam oksidasi, fermentasi metan, dekomposisi materi toksik, denitrifikasi, dan sebagainya.
1. Pengolahan Fisis
Pengolahan air yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat organik dalam air yang akan diolah.
Contoh : filterisasi, evaporasi, sekrining, sentrifugasi, flotasi, RO, dan sebagainya.
2. Pengolahan Kimiawi
Proses pengolahan dengan penambahan bahan kimia tertentu dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas air.
Contoh : koagulasi, ion exchange resin, khlorinasi, ozonasi, dan sebagainya.
3. Pengolahan Biologis
Bertujuan menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau anorganik. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan aktifitas mikroorganisma gabungan (mixed culture) yang heterotrofik.
Mikroorganisma mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk biomassa sel baru serta zat-zat organik, dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya
Contoh : lumpur aktif, filter trickling, kolam oksidasi, fermentasi metan, dekomposisi materi toksik, denitrifikasi, dan sebagainya.
Sumber Penyebab Terjadinya Pencemaran Air.
Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan
menjadi:
a. Sampah yang dalam
proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang mengandung
senyawa organik,
b. Bahan pencemar penyebab
terjadinya penyakit, yaitu bahan pencemar yang mengandung virus dan bakteri
misal bakteri coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan.
c. Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik.
d. Bahan pencemar organik
yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu senyawa organik
berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti plastik, deterjen, serat
sintetis, limbah industri dan limbah minyak.
e. Bahan pencemar
berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat, senyawa fosfat dapat
menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan
air.
f. Bahan pencemar
berupa zat radioaktif, dapat menyebabkan penyakit kanker, merusak sel dan
jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari
percobaan-percobaan nuklir lainnya.
Cara yang
paling sederhana mengatasi pencemaran limbah deterjen adalah dengan menanami
selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman yang bisa
digunakan, antara lain jaringao, Pontederia cordata (bunga ungu), lidi air,
futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air, dan lili air. Cara
ini sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa
menyaring lemak dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang ke selokan.
Cara yang
lebih efektif adalah membuat instalasi pengolahan yang sering disebut dengan
sistem pengolahan air limbah (SPAL). Caranya gampang; bahan yang dibutuhkan
adalah bahan yang murah meriah sehingga rasanya tak sulit diterapkan di rumah
Anda. Instalasi SPAL terdiri dari dua bagian, yaitu bak pengumpul dan tangki
resapan. Di dalam bak pengumpul terdapat ruang untuk menangkap sampah yang
dilengkapi dengan kasa 1 cm persegi, ruang untuk penangkap lemak, dan ruang
untuk menangkap pasir.
Tangki
resapan dibuat lebih rendah dari bak pengumpul agar air dapat mengalir lancar.
Di dalam tangki resapan ini terdapat arang dan batu koral yang berfungsi untuk
menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam limbah deterjen.
Cara kerja :Air bekas cucian atau bekas mandi dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air akan mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak-karena berat jenisnya lebih ringan-akan mengambang di ruang penangkap lemak.
Air yang telah bebas dari pasir, sampah, dan lemak akan mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring berupa batu koral dan batok kelapa.
Risiko
deterjen yang paling ringan pada manusia berupa iritasi (panas, gatal bahkan
mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan
produk. Hal ini disebabkan karena kebanyakan produk deterjen yang beredar saat
ini memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi/terluka,
penggunaan produk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan
membuat iritasi kulit semakin parah. Dalam jangka panjang, air minum yang telah
terkontaminasi limbah deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit
kanker (karsinogenik). Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa
benzena yang apabila bereaksi dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena
yang sangat berbahaya. Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada
pengolahan air minum, mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya
terkandung klor) sebagai pembunuh kuman pada proses klorinasi. Saat ini,
instalasi pengolahan air milik PAM dan juga instalasi pengolahan air limbah
industri belum mempunyai teknologi yang mampu mengolah limbah deterjen secara
sempurna.
Penggunaan deterjen secara
besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau.
Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan
ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau
atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan
mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati,
akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan
pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.
Kerugian lain dari
penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini
terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi. Eutrofikasi
menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan
pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko
menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik karena diketahui lebih bersifat
alkalis dengan tingkat keasaman (pH) antara 10 – 12.
Referensi
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.