.

Rabu, 18 Desember 2019

Industri Hijau


Pengertian Industri Hijau
adalah industri yang dalam proses produksinya menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Dengan kata lain industri hijau merupakan sebuah industri yang ramah lingkungan.

Standar Industri Hijau
Menteri Perindustrian Saleh Husin telah menerbitkan aturan mengenai pedoman penyusunan standar industri hijau (SIH) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/6/2015.
Standar Industri Hijau merupakan acuan para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau.

Konsep Penerapan Efisiensi Melalui Industri Hijau
Strategi penerapan industri hijau, yaitu mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau dan membangun industri baru dengan prinsip industri  hijau, mempunyai arti yang sangat luas karena didalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya pemilihan bahan baku yang ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya (bahan baku, energi dan air) pada setiap tahapan produksi, pembaharuan penggunaan atau perbaikan teknologi produksi rendah karbon, pilihan jenis proses yang efektif dan efisien, rancangan produk yang ramah lingkungan dan minimalisasi limbah.

Prinsip Industri Hijau
1) Meminimalkan penggunaan bahan baku, air, energi dan pemakaian bahan baku tidak ramah lingkungan (beracun dan berbahaya), serta meminalisasi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dan atau mengurangi timbulnya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya tehadap manusia.
2) Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus memahami secara baik analisis daur hidup produk.
3) Perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha yang tentunya didukung oleh komitmen secara bersama-sama dan terlebih dituangkan dalam kebijakan implementasi industri hijau.
4) Mengaplikasikan teknologi ramah lingkungan, sistem manajemen yang meliputi posedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
5) Pelaksanaan program industri hijau harus didasarkan pada kesadaran (awareness) sehingga diperlukan pengaturan sendiri (self regulation) yang tidak bergantung pada peraturan atau ketentuan pemerintah.

Konsep Penerapan Industri Hijau
Secara umum kegiatan proses produksi di perusahaan industri masih menerapkan sistem manufaktur konvensional, atau yang dikenal dengan Bussiness as Usual (BAU). Namun, sudah saatnya dilakukan transformasi paradigma menuju sistem manufaktur industri hijau, yaitu sistem manufaktur yang mengedepankan konsep efisiensi, penggunaan sumber daya terbarukan, dan penggunaan teknologi rendah karbon. Selain itu, produksi hijau juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan kembali material dan sumber daya yang digunakan melalui konsep 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery), menggunakan sumber daya manusia yang kompeten, implementasi SOP, layout pabrik yang efisien dan efektif, dan modifikasi atau penggantian mesin/peralatan. Perbedaan konsep penerapan industri hijau dengan konsep BAU dapat dilihat pada diagram berikut:
Kaidah 4 R dalam Penerapan Prinsip Industri Hijau
Penerapan prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery) merupakan hal pokok dalam mengaplikasikan kegiatan industri hijau pada industri. Prinsip 4R merupakan bagian hirarki pengelolaan limbah ataupun sumber daya industri.
1) Reduce: Pengurangan penggunaan sumber daya (bahan baku, energi dan air) melalui pemanfaatan semaksimal mungkin sumber daya yang digunakan mulai tahap persiapan sampai saat digunakan sebagai material input pada proses industri.  
2) Reuse: Penggunaan kembali sumber daya yang ada (energi, bahan baku dan air) yang merupakan keluaran dari proses atau utilitas pada sistem atau fasilitas industri tanpa mengalami perlakuan fisika/kimia/biologi.
3) Recycle: Penggunaan kembali sumber daya yang merupakan keluaran dari proses reaksi atau utilitas dari suatu sistem atau fasilitas pada industri dengan modifikasi beberapa rangkaian sistem dan teknologi (fasilitas dan peralatan) untuk melakukan proses kembali ke bentuk semula yang dapat dicapai melalui perlakukan fisika/kimia/biologi.
4) Recovery: Pemisahan potensi sumber daya (bahan, energi dan air) dari suatu tahapan tertentu dengan memprosesnya kembali ke bentuk semula yang dicapai melalui perlakukan fisika/kimia/biologi.

Skala Prioritas Pelaksanaan Industri Hijau
Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih disukai daripada strategi yang berurusan dengan pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy).
1) Eliminasi: Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama sekali (zero discharge). Didalam konsep penerapan Industri Hijau hal ini dimasukkan sebagai metode pencegahan pencemaran.
2) Minimisasi Limbah (mengurangi sumber limbah): Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah strategi yang menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting terhadap proses, tetapi hal ini memberikan hasil-hasil peingkatan lingkungan dan ekonomi yang terbesar.
3) Daur Ulang: Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka strategi-strategi untuk meminimalkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan harus dicari, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan kembali(reuse). Jika limbah tidak dapat dicegah atau di minimkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang, strategi-strategi yang mengurangi volume atau kadar racunnya melalui pengelolahaan limbah dapat dilakukan. Walaupun “strategi-strategi bagian akhir (end of pipe)” ini kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, strategi tersebut tidak sama efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal.
4) Pengendalian Pencemaran: Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum meng-antisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas terjadinya limbah. Artinya limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistim produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku mutu yang disyaratkan.
5) Pengelolaan dan Pembuangan: Strategi terakhir yang perlun dipertimbangkan adalah metoda-metoda pembuangan alternatif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program menejemen lingkungan; tetapi, ini adalah teknik yang paling tidak efektif.
6) Remediasi: Strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar toxisitas kuantitas limbah yang ada.

Tantangan Dan Kendala Penerapan Industri Hijau
Pengembangan industri hijau sebagaimana diharapkan akan memberi peluang dan manfaat dalam mendorong pembangunan industri yang berdaya saing dan berkelanjutan di Indonesia. Implementasi program pengembangan industri hijau tidak mudah dan berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi sebagai berikut:
1) Pemahaman dan pengetahuan tentang industri hijau masih kurang
Pada tingkat industri, pemahaman pengelolaan industri masih berorientasi terhadap produktivitas dan pemenuhan terhadap peraturan lingkungan yang diwajibkan terkait dengan baku mutu lingkungan. Pola piker pengelolaan lingkungan masih berpola end of pipe.
2) Kurangnya akses informasi terhadap proses dan teknologi yang hemat penggunaan sumber daya
Informasi proses dan teknologi hemat energi masih sangat terbatas dan transfer knowledge terhadap inovasi teknologi yang berbasis green technology masih kurang. Pelaku industri memerlukan database informasi terhadap successful story penggunaan/penerapan teknologi di beberapa industri terkait dengan resiko investasi.
3) Biaya investasi dalam Penerapan Industri Hijau Besar
Implementasi industri hijau memerlukan biaya tambahan (additional cost) dari unsur perbaikan pengelolaan berbasis sistem manajemen dan aplikasi teknis yang memerlukan retrofit, modifikasi, pergantian baru dari suatu fasilitas atau teknologi pada industri.
4) Kebijakan dan Program Industri Hijau
Kebijakan industri hijau masih perlu dukungan lintas sektoral dan beberapa aturan teknis dan acuan pengembangan industri hijau (pedoman/tata cara, standar, best practice, dan lain-lain)
5) Sosialisasi dan Kampanye Industri Hijau
Pemahaman industri hijau bagi pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat masih kurang optimal. Informasi industri hijau perlu disebarluaskan dengan melibatkan berbagai pihak terkait (pemerintah pusat, asosiasi industri, lembaga keuangan/perbankan, korporasi, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, pelajar dan lain-lain).  
6) Insentif dan Apresiasi Implementasi Industri Hijau
Perhatian terhadap pengembangan industri dan harapan implementasi industri hijau dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan perlu stimulasi berupa insentif sebagai perwujudan apresiasi dan manfaat yang akan diperoleh oleh industri hijau

Manfaat Penerapan Industri Hijau
1) Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya (bahan baku, energi, dan air) sehingga mampu menimalisasi biaya produksi
2) Pemenuhan dan partisipasi terhadap pengelolaan lingkungan lebih meningkat berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan industri dan masyarakat sekitar.
3) Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan
4) Membuka peluang sponsorship, pendanaan berbasis ESCO, green atau proyek keberlanjutan (sustainable project) dari lembaga perbankan/keuangan atau lembaga atau korporasi internasional
5) Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja pada lingkungan kerja


Daftar Pustaka

http://bppi.kemenperin.go.id/blog/standar-industri-hijau-sih-untuk-17-jenis-industri/
http://industrihijau.kemenperin.go.id/?page=view_artikel&id=9



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.