Pengertian
Industri Hijau
adalah industri yang dalam proses
produksinya menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber
daya secara berkelanjutan. Dengan kata lain industri hijau merupakan sebuah
industri yang ramah lingkungan.
Standar
Industri Hijau
Menteri Perindustrian Saleh Husin
telah menerbitkan aturan mengenai pedoman penyusunan standar industri hijau
(SIH) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
51/M-IND/PER/6/2015.
Standar Industri Hijau merupakan
acuan para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus terkait dengan bahan
baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan,
pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri
hijau.
Konsep
Penerapan Efisiensi Melalui Industri Hijau
Strategi penerapan industri hijau,
yaitu mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau dan membangun
industri baru dengan prinsip industri hijau, mempunyai arti yang sangat
luas karena didalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan
lingkungan melalui upaya pemilihan bahan baku yang ramah lingkungan,
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya (bahan baku, energi dan air) pada
setiap tahapan produksi, pembaharuan penggunaan atau perbaikan teknologi produksi
rendah karbon, pilihan jenis proses yang efektif dan efisien, rancangan produk
yang ramah lingkungan dan minimalisasi limbah.
Prinsip
Industri Hijau
1) Meminimalkan penggunaan bahan baku, air, energi dan
pemakaian bahan baku tidak ramah lingkungan (beracun dan berbahaya), serta
meminalisasi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga mencegah dan atau
mengurangi timbulnya pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya
tehadap manusia.
2) Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik
pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus memahami secara baik
analisis daur hidup produk.
3) Perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari
semua pihak terkait baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha
yang tentunya didukung oleh komitmen secara bersama-sama dan terlebih
dituangkan dalam kebijakan implementasi industri hijau.
4) Mengaplikasikan teknologi ramah lingkungan, sistem
manajemen yang meliputi posedur standar operasi sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan.
5) Pelaksanaan program industri hijau harus didasarkan pada
kesadaran (awareness) sehingga diperlukan pengaturan sendiri (self regulation)
yang tidak bergantung pada peraturan atau ketentuan pemerintah.
Konsep Penerapan Industri
Hijau
Secara umum kegiatan proses
produksi di perusahaan industri masih menerapkan sistem manufaktur
konvensional, atau yang dikenal dengan Bussiness as Usual (BAU).
Namun, sudah saatnya dilakukan transformasi paradigma menuju sistem manufaktur
industri hijau, yaitu sistem manufaktur yang mengedepankan konsep efisiensi,
penggunaan sumber daya terbarukan, dan penggunaan teknologi rendah karbon. Selain
itu, produksi hijau juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan kembali material
dan sumber daya yang digunakan melalui konsep 4R (Reduce, Reuse, Recycle,
Recovery), menggunakan sumber daya manusia yang kompeten, implementasi SOP,
layout pabrik yang efisien dan efektif, dan modifikasi atau penggantian
mesin/peralatan. Perbedaan konsep penerapan industri hijau dengan konsep BAU
dapat dilihat pada diagram berikut:
Kaidah 4 R dalam Penerapan Prinsip Industri Hijau
Penerapan prinsip 4R (Reduce,
Reuse, Recycle dan Recovery) merupakan hal pokok dalam mengaplikasikan kegiatan
industri hijau pada industri. Prinsip 4R merupakan bagian hirarki pengelolaan
limbah ataupun sumber daya industri.
1) Reduce: Pengurangan penggunaan sumber daya (bahan baku,
energi dan air) melalui pemanfaatan semaksimal mungkin sumber daya yang
digunakan mulai tahap persiapan sampai saat digunakan sebagai material input
pada proses industri.
2) Reuse: Penggunaan kembali sumber daya yang ada (energi,
bahan baku dan air) yang merupakan keluaran dari proses atau utilitas pada
sistem atau fasilitas industri tanpa mengalami perlakuan fisika/kimia/biologi.
3) Recycle: Penggunaan kembali sumber daya yang merupakan
keluaran dari proses reaksi atau utilitas dari suatu sistem atau fasilitas pada
industri dengan modifikasi beberapa rangkaian sistem dan teknologi (fasilitas
dan peralatan) untuk melakukan proses kembali ke bentuk semula yang dapat
dicapai melalui perlakukan fisika/kimia/biologi.
4) Recovery: Pemisahan potensi sumber daya (bahan, energi
dan air) dari suatu tahapan tertentu dengan memprosesnya kembali ke bentuk
semula yang dicapai melalui perlakukan fisika/kimia/biologi.
Skala Prioritas
Pelaksanaan Industri Hijau
Strategi untuk menghilangkan limbah
atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih disukai
daripada strategi yang berurusan dengan pengolahan limbah atau pembuangan
limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy).
1) Eliminasi: Strategi ini dimasukkan sebagai metode
pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama
sekali (zero discharge). Didalam konsep penerapan Industri Hijau hal ini
dimasukkan sebagai metode pencegahan pencemaran.
2) Minimisasi Limbah (mengurangi sumber
limbah): Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah strategi yang
menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin
memerlukan beberapa perubahan penting terhadap proses, tetapi hal ini
memberikan hasil-hasil peingkatan lingkungan dan ekonomi yang terbesar.
3) Daur Ulang: Jika timbulnya limbah tidak dapat
dihindarkan dalam suatu proses, maka strategi-strategi untuk meminimalkan
limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan harus dicari,
seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan
kembali(reuse). Jika limbah tidak dapat dicegah atau di minimkan melalui
penggunaan kembali atau daur ulang, strategi-strategi yang mengurangi volume
atau kadar racunnya melalui pengelolahaan limbah dapat dilakukan. Walaupun
“strategi-strategi bagian akhir (end of pipe)” ini kadang-kadang
dapat mengurangi jumlah limbah, strategi tersebut tidak sama efektifnya dengan
mencegah limbah di tahap awal.
4) Pengendalian Pencemaran: Strategi yang terpaksa
dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum
meng-antisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas terjadinya limbah.
Artinya limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistim produksinya, namun
kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku
mutu yang disyaratkan.
5) Pengelolaan dan Pembuangan: Strategi terakhir yang
perlun dipertimbangkan adalah metoda-metoda pembuangan alternatif. Pembuangan
limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program
menejemen lingkungan; tetapi, ini adalah teknik yang paling tidak efektif.
6) Remediasi: Strategi penggunaan kembali bahan-bahan
yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar
toxisitas kuantitas limbah yang ada.
Tantangan Dan
Kendala Penerapan Industri Hijau
Pengembangan industri hijau
sebagaimana diharapkan akan memberi peluang dan manfaat dalam mendorong
pembangunan industri yang berdaya saing dan berkelanjutan di Indonesia.
Implementasi program pengembangan industri hijau tidak mudah dan berbagai
tantangan dan kendala yang dihadapi sebagai berikut:
1) Pemahaman dan pengetahuan tentang industri hijau masih
kurang
Pada tingkat industri, pemahaman
pengelolaan industri masih berorientasi terhadap produktivitas dan pemenuhan
terhadap peraturan lingkungan yang diwajibkan terkait dengan baku mutu
lingkungan. Pola piker pengelolaan lingkungan masih berpola end of pipe.
2) Kurangnya akses informasi terhadap proses dan teknologi
yang hemat penggunaan sumber daya
Informasi proses dan teknologi
hemat energi masih sangat terbatas dan transfer knowledge terhadap inovasi
teknologi yang berbasis green technology masih kurang. Pelaku industri
memerlukan database informasi terhadap successful story penggunaan/penerapan
teknologi di beberapa industri terkait dengan resiko investasi.
3) Biaya investasi dalam Penerapan Industri Hijau Besar
Implementasi industri hijau
memerlukan biaya tambahan (additional cost) dari unsur perbaikan pengelolaan
berbasis sistem manajemen dan aplikasi teknis yang memerlukan retrofit,
modifikasi, pergantian baru dari suatu fasilitas atau teknologi pada industri.
4) Kebijakan dan Program Industri Hijau
Kebijakan industri hijau masih
perlu dukungan lintas sektoral dan beberapa aturan teknis dan acuan
pengembangan industri hijau (pedoman/tata cara, standar, best practice,
dan lain-lain)
5) Sosialisasi dan Kampanye Industri Hijau
Pemahaman industri hijau bagi
pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat masih kurang optimal. Informasi
industri hijau perlu disebarluaskan dengan melibatkan berbagai pihak terkait
(pemerintah pusat, asosiasi industri, lembaga keuangan/perbankan, korporasi,
pemerintah daerah, lembaga pendidikan, pelajar dan lain-lain).
6) Insentif dan Apresiasi Implementasi Industri Hijau
Perhatian terhadap pengembangan
industri dan harapan implementasi industri hijau dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan yang diharapkan perlu stimulasi berupa insentif sebagai
perwujudan apresiasi dan manfaat yang akan diperoleh oleh industri hijau
Manfaat Penerapan
Industri Hijau
1) Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya
(bahan baku, energi, dan air) sehingga mampu menimalisasi biaya produksi
2) Pemenuhan dan partisipasi terhadap pengelolaan lingkungan
lebih meningkat berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan industri dan
masyarakat sekitar.
3) Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan
konsumen terhadap produk yang dihasilkan
4) Membuka peluang sponsorship, pendanaan berbasis ESCO,
green atau proyek keberlanjutan (sustainable project) dari lembaga
perbankan/keuangan atau lembaga atau korporasi internasional
5) Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja
pada lingkungan kerja
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
http://bppi.kemenperin.go.id/blog/standar-industri-hijau-sih-untuk-17-jenis-industri/
http://industrihijau.kemenperin.go.id/?page=view_artikel&id=9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.