Maraknya pemberitaan saat ini tentang penyalahgunaan bahan-bahan
kimia berbahaya sebagai bahan tambahan bagi produk makanan minuman yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya telah membuat resah masyarakat. Penggunaan bahan
kimia seperti pewarna dan pengawet untuk makanan ataupun bahan makanan
dilakukan oleh produsen agar produk olahannya menjadi lebih menarik, lebih
tahan lama dan juga tentunya lebih ekonomis sehingga diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dampak kesehatan yang
dirimbulkan dari penggunaan bahan-bahan berbahaya tersebut sangatlah buruk bagi
masyarakat yang mengkonsumsinya. Keracunan makanan yang bersifat akut serta
dampak akumulasi bahan kimia yang bersifat karsinogen merupakan beberapa
masalah kesehatan yang akan dihadapi oleh konsumen.
Sebagai salah satu kegiatan pengawasan makanan minuman yang sehat,
UPT Labkesda Kabupaten Bulungan bersama-sama Puskesmas Tanjung Palas melakukan
pengambilan sampling makanan jajanan anak sekolah di SD 005 Gunung Putih
Kecamatan Tanjung Palas. Pengambilan sampling makanan jajanan anak
sekolah ini bertujuan untuk mendeteksi penggunaan bahan pengawet Boraks,
formalin dan zat pewarna Rhodamin B dalam produk makanan yang dijual.
II. Boraks, Formalin, dan MSG dalam Makanan
Sudah banyak makanan yang diperjual belikan dengan harga murah.
Hal ini dikarenakan cara pengolahan makanan yang begitu mudah dan efektif.
Salah satunya adalah bahan pengawet yang dicampur dengan makanan. Padahal,
beberapa bahan pengawet termasuk boraks, formalin, dan MSG merupakan beberapa
dari banyaknya bahan kimia/ aditif dalam makanan. Apabila bahan-bahan tersebut
masuk ke dalam tubuh manusia, maka akan menyebabkan organ di dalam tubuh
menjadi berkurang fungsinya.
a. Boraks
Boraks merupakan bahan kimia yang banyak dipergunakan untuk
industri kertas, pengawet kayu, pengontrol kecoa dan industry keramik. Di
masyarakat luas boraks sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan makanan
untuk pembuatan kerupuk, mie basah, lontong, bakso dan produk makanan lainnya.
Akibat mengkonsumsi boraks dalam makanan lama-kelamaan akan terakumulasi (tertimbun)
sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks yang
dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret,
kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan.
Boraks juga merupakan garam natrium yang banyak digunakan di
berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu,
dan keramik. Ia tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Asal kita ketahui,
gelas pyrex yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat
dengan campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh
senyawa aktif asam borat.
Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering
digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat
(H2SO4) atau asam khlorida (HCl) pada boraks. Asam borat juga sering digunakan
dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air
(3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat
juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun,
ingat, bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada luka luas, karena
beracun ketika terserap masuk dalam tubuh.
Pengaruh terhadap kesehatan diantaranya muntah, diare, merah
dilendir, konvulsi, dan depresi. Selain itu, tanda dan gejala kronis
diantaranya nafsu makan menurun, gangguan dalam pencernaan, bingung dan bodoh,
serta anemia, rambut rontok, dan kanker. Contoh dan ciri makanan yang
mengandung boraks :
1. Kerupuk Gendar
Boraks sejak lama digunakan masyarakat Indonesia untuk bahan baku
pembuatan gendar nasi, atau kerupuk gendar. Masyarakat Jawa biasa menyebutnya
karak atau lempeng. Air bleng (pijer) yang dipakai dalam pembuatan karak atau
gendar ini adalah boraks. Jadi, boraks ada dalam makanan, bahkan termasuk salah
satu makanan kesukaan kita. Konon, pembuatan bakmi pabrik dan macaroni juga
memakai asam borat murni buatan industri farmasi.
Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah diproduksi sejak
tahun 1700, dalam bentuk air bleng. YLKI melalui Warta Konsumen (1991)
melaporkan, sekitar 86,49% sampel mi basah yang diambil di Yogyakarta,
Semarang, dan Surabaya mengandung asam borat (boraks). Lalu 76,9% mi basah
mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama. YLKI juga melaporkan adanya
boraks pada berbagai jajanan di Jakarta Selatan. Padahal Pemerintah telah
melarang penggunaan boraks per Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri
Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tak sertamerta
berakibat buruk terhadap kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit ini akan diserap
dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Selain melalui saluran pencernaan,
boraks juga bisa diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh ini
akan disimpan secara akumulatif di dalam hati, otak, dan testes (buah zakar).
Daya toksitasnya adalah LD-50 akut 4,5-4,98 gr/kg berat badan (tikus). Dalam
dosis tinggi, boraks di dalam tubuh manusia bisa menyebabkan pusing-pusing,
muntah, mencret, kram perut, dan lain-lain.
Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram di dalam tubuhnya
dapat menyebabkan kematian. Sedangkan kematian pada orang dewasa terjadi jika
dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih.
2. Bakso Boraks
Sebagian bakso yang beredar di pasaran juga mengandung boraks.
Tetapi kita bisa membedakan antara bakso yang mengandung boraks atau tidak.
Bakso yang mengandung boraks lebih kenyal daripada bakso tanpa boraks. Bila
digigit akan kembali ke bentuk semula. Ia juga tahan lama dan awet hingga
beberapa hari. Warnanya juga lebih putih. Berbeda dengan bakso tanpa boraks
yang berwarna abu-abu dan merata di semua bagian.
Kalau masih ragu, coba lempar bakso ke lantai. Apabila memantul
seperti bola bekel, berarti bakso itu mengandung boraks. Padahal pembuatan
bakso tidak harus menggunakan berbagai bahan kimia. Bakso dapat dihasilkan
dengan baik tanpa menggunakan boraks. Kita bisa menggunakan bahan pengawet yang
lebih aman, seperti kalium karbonat, natrium karbonat, karaginan, atau kalsium
propionat.
b. Formalin
Bentuk formalin berupa cairan yang tidak berwarna, berbau
menyengat, mudah larut dalam air dan alkohol. Formalin biasanya dipergunakan
sebagai desinfektan, cairan pembalsem, pengawet jaringan, pembasmi serangga dan
digunakan juga pada indutri tekstil dan kayu lapis.
Di masyarakat, formalin disalahgunakan sebagai bahan pengawet
untuk pangan seperti pada tahu, ayam dan ikan agar kelihatan segar dan fresh
seperti masih baru. Terkonsumsi formalin dapat menimbulkan gejala seperti
tenggorokan terasa panas, mencret, muntah dan keracunan. Selain itu formalin
juga dapat menimbulkan ganggunan peredaran darah dan memacu tumbuhnya kanker.
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Di sektor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid
memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga
dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat
dan berbagai serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk
pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea,
bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika,pengeras kuku dan
bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk
sumur minyak. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk
kayulapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di
industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa
hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam
pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.
Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan.
Besarnya manfaat di bidang industri ini ternyata disalahgunakan
untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan
dalam industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh
Depkes dan Balai POM setempat.
Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mi
basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya. Formalin adalah
larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin
terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, sebagai bahan pengawet
biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen. Bila tidak diberi bahan
pengawet, makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam
lebih dari 12 jam. Contoh dan ciri makanan yang mengandung formalin :
1. Mi basah
Baunya sedikit menyengat. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar
25º Celsius. Pada suhu 10ºC atau dalam lemari es, bisa tahan lebih dari 15
hari. Mi tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan
tidak lengket.
2. Tahu
Bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur dan awet sampai
tiga hari pada suhu kamar 25ºC. Pada suhu lemari es 10ºC tahan lebih dari 15
hari. Baunya juga agak menyengat. Aroma kedelai sudah tak nyata lagi.
3. Bakso
Kenyal dan awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai lima
hari.
4. Ikan
Berwarna putih bersih dan kenyal. Insangnya berwarna merah tua dan
bukan merah segar. Awet pada suhu kamar sampai beberapa hari dan tidak mudah
busuk. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat.
5. Ayam potong
Berwarna putih bersih dan tidak mudah busuk atau awet dalam
beberapa hari.
Bila terpapar formalin dalam jumlah yang banyak, tanda dan gejala
akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah bersin, radang tonsil, radang
tenggorokan, sakit dada, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare dan
muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Bila
terhirup formalin mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan
pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk.
Kerusakan jaringan sistem saluran pernafasan bisa mengganggu paru-paru berupa
pneumonia (radang paru) atau edema paru ( pembengkakan paru).
c. MSG (Monosodium Glutamat)
Monosodium glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan
makanan yang digunakan untuk menghasilkan flafour atau cita rasa yang lebih
enak dan lebih nyaman ke dalam masakan, banyak menimbulkan kontroversi baik
bagi para produsen maupun konsumen pangan karena beberapa bagian masyarakat
percaya bahwa bila mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG, mereka sering
menunjukkan gejala-gejala alergi. Di Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama
Chinese Restaurant Syndrome (CRS).
Beberapa laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di
restoran Cina, setelah pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut:
mula-mula terasa kesemutan pada punggung dan leher, bagian rahang bawah, lengan
serta punggung lengan menjadi panas, juga gejala-gejala lain seperti wajah
berkeringat, sesak dada dan pusing kepala akibat mengkonsumsi MSG berlebihan.
Gejala-gejala ini mula-mula ditemukan oleh seorang dokter Cina yang bernama Ho
Man Kwok pada tahun 1968 yaitu timbulnya gejala-gejala tertentu setelah
kira-kira 20 sampai 30 menit konsumen menyantap makanan di restoran China.
Kandungan MSG yaitu antara 0,46% dan 1,02%. Kalau benar
kandungannya sebesar itu, berarti sebungkus makanan snack yang beratnya antara
14 dan 20 gram hanya mengandung MSG antara 64,4 miligram hingga 204 miligram.
Tapi, dikatakan juga bahwa makanan ringan tersebut seberat 200 gram, berarti
jumlah MSG-nya adalah 0,92 gram sampai 2,04 gram.
Penggunan vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang
dipasarkan dalam bentuk bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods
sesungguhnya dilakukan hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa lezat.
Sedangkan pengaruhnya terhadap makanan, vetsin tidak akan menambah gizi maupun
selera makan bagi bayi karena bayi tidak begitu peduli oleh rasa.
Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam
jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih banyak
dibanding dalam serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi mendapat
masukan MSG dua kali lebih besar.
Selama ini, yang digunakan selalu patokan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang hanya
menyatakan bahwa pemakaian MSG secukupnya. Tak bisa hanya dikatakan secukupnya.
Harus ditegaskan juga batas amannya dalam satuan gram atau miligram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.