Limbah secara umum adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana
masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada
sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas
domestik lainnya (grey water)
Limbah padat
lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan
kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung
pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan sesuai definisi
pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain
adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena
rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan
penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila
memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan
lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah
B3
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak,
pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan
minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak,
mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif.Limbah
minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi
maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya
Minyak bumi
Pengeboran di laut
Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan
terjadinya peledakan (blow aut) di sumur minyak.Ledakan ini
mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan
pencemaran. Contohnya, ledakan anjungan minyak
yang terjadi di teluk meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai
Louisiana pada 22 April 2010. Pencemaran laut yang diakibatkan
oleh pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British
Petroleum (BP). Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000
galon minyak ke perairan di sekitarnya.
Efek minyak
tumpah
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak
bumi di laut adalah:
Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak.
Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir,
tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses
pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek
subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia
mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan
terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan
perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu
karang akan mengalami efek letal dan subletal di mana pemulihannya memakan
waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat
keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun
yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang,
dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia
karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang
tinggi.
Penurunan populasi alga dan protozoa akibat
kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain
itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat
permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun
menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak
ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung
akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
Solusi ledakan dan kebocoran minyak
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ
burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan Sorbent
penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil.
- - In-site burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan
pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas
untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun,
pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan
minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.
- Washing oil yaitu
kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
- - Dispersan kimiawi
merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
-
- Penyisihan
minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam
wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.
- - Penggunaan sorbent
dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fase minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
- Bioremediasi yaitu
proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai spesifik dapat
diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu,
teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen,
sehingga mempercepat penurunan polutan.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.