A. Pengertian Ekonomi Hijau
Ekonomi Hijau adalah sebuah rezim ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus mengurangi risiko
lingkungan secara signifikan.
Menurut Surna Tjahja Djajadiningrat dkk (2011) Ekonomi hijau adalah
suatu paradigma pembangunan yang didasarkan kepada efisiensi pemanfaatan sumber
daya (resources efficiency), pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan
(sustainable consumption and production pattern) serta internalisasi
biaya-biaya lingkungan dan sosial (internalization the externalities).
Ekonomi Hiju juga
berarti perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan
polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.Sedangkan
ekonomi hijau ekologis merupakan sebuah model pembangunan ekonomi yang
berlandaskan pembangunan berkelanjutan dan pengetahuan ekonomi ekologis. Ciri
ekonomi hijau yang paling membedakan dari rezim ekonomi lainnya adalah
penilaian langsung kepada modal alami dan jasa ekologis sebagai nilai ekonomi
dan akuntansi biaya di mana biaya yang diwujudkan ke masyarakat dapat
ditelusuri kembali dan dihitung sebagai kewajiban, kesatuan yang tidak
membahayakan atau mengabaikan aset. Untuk tinjauan umum tentang kebijakan
pembangunan lingkungan internasional yang menuju ke laporan Ekonomi Hijau
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).
Ekonomi hijau hanya bisa
dipraktikkan atas dasar sejumlah kesadaran. Pertama ialah kesadaran bahwa
kerusakan lingkungan sudah semakin parah dan membutuhkan rehabilitasi sekarang
juga. Berdasarkan hitung-hitungan Ekonom Inggris Sir Nicholas Stern, jika dunia
memperbaiki kerusakan lingkungan sekarang, uang yang dibutuhkan hanya 1% dari
produk domestik bruto global. Namun, jika ditunda, dunia harus membayar 20%
dari PDB global. Kedua ialah kesadaran bahwa kepedulian terhadap lingkungan
bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Dalam laporannya baru-baru ini, PBB
menunjukkan betapa pengurangan emisi bisa memacu pertumbuhan ekonomi. Bisa
diambil contoh Eropa dan Asia Tengah yang memiliki penurunan emisi tertinggi
yakni 28% pada periode tahun 1990-2008 dan dalam periode yang sama, PDB di
kedua wilayah naik 22%. PBB menilai kesuksesan itu merupakan hasil dari
perubahan harga energi, termasuk bensin bersubsidi. Penaikan harga telah
mendorong penghematan energi. PBB juga meyakini kebijakan ekonomi hijau berpengaruh
pada pengurangan angka kemiskinan di Pan-Eropa. PBB mencatat, sejak 1990, 90
juta orang atau 18% dari total populasi di sana telah keluar dari garis
kemiskinan. Lalu, negara manakah yang paling merusak lingkungan? Dalam
laporannya baru-baru ini, Universitas Adelaide, Australia, menyebut Brasil,
Amerika Serikat, China dan Indonesia sebagai negara pemberi kontribusi terbesar
pada kerusakan lingkungan. Kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di KTT
Bumi di Rio de Janiero, Brasil, 20-22 Juni 2012, supaya Indonesia tidak
dianggap ikut-ikutan Ekonomi Hijau sebagai jargon belaka, presiden harus
menjadikan pertemuan itu sebagai momentum untuk meningkatkan kepedulian negara
pada lingkungan. Sebab, rakyat tidak mau Indonesia disebut sebagai negara pemberi
kontribusi terbesar pada kerusakan lingkungan. Rakyat juga ingin kehidupan
ekonominya bertambah sejahtera karena negara peduli pada lingkungan. (dari
berbagai sumber)
Lalu timbul pertanyaan, Apakah
kontribusi perusahaan anda dalam mendukung “Ekomoni Hijau” ?
Pemerintah Indonesia telah
berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 negara sebesar 26 persen pada tahun
2020, yang menggambarkan komitmen penurunan terbesar oleh negara berkembang
(Bank Dunia, 2009). Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan kebijakan
pembangunan ekonomi yang mendorong pemakaian sumber daya alam dan lingkungan
yang ramah lingkungan serta pembangunan yang juga mendorong pengalihan
penggunaan sumber daya alam dan teknologi yang rendah emisi. Konsep atau
paradigm Ekonomi Hijau muncul sebagai manifesto konsep pembangunan
berkelanjutan, dimana ia akan mengikat pembangunan agar berbasis efisiensi
penggunaan sumber daya, pola konsumsi dan produksi berkelanjutan, dengan
memasukan biaya lingkungan dan social. Pemanfaataan dan eksploitasi sumberdaya
alam yang tidak diimbangi oleh upaya konservasi yang mengatasnamakan
kesejahteraan hidup manusia tampaknya mulai menampilkan dampak negatif terhadap
keberlangsungan lingkungan hidup. Hal ini tidak hanya mengancam keberlangsungan
lingkungan alam, tetapi juga keberlangsungan manusia itu sendiri. Isu pemanasan
global dan perubahan iklim hanyalan sebagian dari sekian banyak isu lingkungan
yang demikian pelik untuk diperhatikan yang tidak hanya bersifat lokal tetapi
global. Membantu pengurangan emisi CO2 dan pemanasan global adalah yang paling mudah
dilakukan melalui kegiatan CSR Lingkungan. CSR merupakan wujud komitmen atas
pembangunan berkelanjutan oleh dunia usaha untuk memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ekonomi hijau, guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi portfolio perusahaan itu sendiri, komunitas lokal,
maupun masyarakat pada umumnya. Potensi dan peluang partisipasi sektor swasta
dan dunia usaha salah satunya dalam konteks perwujudan kota hijau melalui skema
CSR sesungguhnya sangat terbuka menurut Menteri PU, Djoko Kirmanto dengan
bentuk yang beragam dari yang sederhana hingga lebih komplek, seperti penyedian
bibit tanaman dan pendampingan kegiatan komunitas hijau. Sementara untuk bentuk
yang lebih komplek, antara lain pihak swasta bisa membantu pembangunan dan
pemeliharaan kebun pembibitan dan taman atau hutan kota, serta penyedian
fasilitas sepeda atau transportasi non motorik, pembangunan halte dan koridor
hijau untuk jalur sepeda . Apapun bentuk partisipasi CSR maka sisi
inovatif-kreatif, konsisten dan partisipasi sangat dibutuhkan. Dalam konteks
pengembangan pembangunan kota hijau, keterlibatan aktif perusahaan merupakan
salah satu bentuk perluasan cakupan program, baik dari sisi pelaku, pembiayaan,
maupun jumlah kota-kota yang difasilitasi.
B. Penerapan Ekonomi Hijau
Ekonomi Hijau memang belum terlalu
populer di Indonesia tetapi ini bukanlah hambatan untuk menerapkan konsep
Ekonomi Hijau di Indonesia. Ekonomi Hijau secepatnya harus diterapkan oleh
Indonesia sebagai bentuk nyata bahwa Indonesia tidak sekedar ‘omong belaka’
dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.Salah satu wujud Indonesia ikut
menerapkan konsep Ekonomi Hijau adalah dengan berkomitmen pada tahun 2020 akan
menurunkan emisi GRK (20%) dan sebesar 41% dengan bantuan berbagai pihak
internasional. Dengan komitmen tersebut diharapkan pembangunan dengan konsep
ekonomi hijau ini dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yaitu pembangunan merata di bidang ekonomi dan sosial, dan
pembangunan tanpa mengabaikan aspek perlindungan lingkungan.
Selain komitmen di atas, Indonesia
juga menerapkan suatu program yang dapat dijadikan sebagai penghubung antara
penerapan Ekonomi Hijau dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang rendah
karbon. Program ini bernama REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and
Degradation), program inipun dapat diterapkan pada setiap proyek pembangunan.
Penerapan Ekonomi Hijau merupakan
tantangan bagi pemerintah Indonesia serta para pelaku bisnis di Indonesia.
Pembangunan ekonomi yang adil yaitu pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia tanpa harus mengurangi aset ekologi dan juga tanpa merusak
kelestarian lingkungan. Ekonomi Hijau kelak akan semakin populer dan tidak
hanya sekedar menjadi plihan solusi pelestarian lingkungan tetapi menjadi
keharusan yang harus dilakukan oleh Indonesia untuk mewujudkan pembangunan yang
pro-poor, pro-job, pro-growth dan pro-environment.Dalam penerapan Ekonomi Hijau
peran semua pihak baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat sangat diperlukan
demi kesuksesan Ekonomi Hijau.
Menurut UNEP pada paper Green
Economy Brief 2009, beberapa negara yang telah merespon krisis finansial dengan
ekonomi hijau yaitu dengan investasi pada infrastruktur hijau, mengurangi emisi
karbon misalnya:
1.Cina mengalokasikan 12% dari US$
586 milyar paket stimulusnya untuk energi efisiensi, peningkatan kualitas
lingkungan, meningkatkan 2 kali lipat pendanaan untuk pembangunan transportasi
perkereta apian (low carbon emission),
pembangunan jaringan listrik baru sebesar US$ 70 milyar.
2.Jerman telah melakukan
pembangunan ekonomi hijau dengan
meningkatkan pendanaan yang tersedia
sebesar US$ 3,78 milyar untuk membiayai renovasi untuk bangunan agar menjadi
bangunan hijau, mempercepat investasi pada transportasi dan mensubsidi
pengembangan pembangunan per-keretaapi-an, pengelolaan air, mengurangi pajak
untuk bangunan hijau dan memberikan keringanan pajak keuntungan untuk kendaraan
yang ramah lingkungan.
3.Republik Korea Selatan telah
menetapkan “Green New Deal”, dimana pemerintah akan menginvestasikan US$ 38
milyar untuk 4 tahun mendatang untuk “perencanaan pertumbuhan hijau” yang
terdiri dari 36 proyek besar yang terdiri dari program pemulihan 4 daerah aliran
sungai yang utama, membuat jalan sepeda, meningkatkan sampai 68000 kendaraan
yang ramah lingkungan, dan mengganti sebanyak 20% lampu-lampu untuk fasilitas
umum menjadi lampu hemat energi dan lain sebagainya.
4.Dan menurut Hillary Clinton,
pada pembukaan pertemuan pertama persiapan Major Economies Forum bulan April
2009 yang lalu mengatakan bahwa dari dana rencana recovering sebesar US$ 80
milyar digunakan untuk program renewable energi dan energi efisiensi yang
diyakini keluar dari krisis menjadi green recovery.
5.Selain itu beberapa negara
berkembang seperti Bangladesh, Srilanka juga melakukan berbagai aktifitas untuk
low carbon emission, energi effisiensi serta kebijakan fiskal memungut pajak
lingkungan yang digunakan sepenuhnya untuk perbaikan lingkungan.
C. Pembangunan Ekonomi Hijau
Pemanasan global sudah mengancam
kehidupan manusia. Bencana ekologis yang semakin tidak terkendali, perubahan
musim tanam, hingga penyebaran hama penyakit yang semakin sulit terkendali
adalah dampak perubahan iklim yang kini mulai akrab dengan kehidupan kita. Alih
fungsi hutan menjadi penyumbang terjadinya emisi karbon sebagai penyebab
pemanasan global.
Alih fungsilahan yang dilakukan dengan dalih
untuk pengembangan ekonomi, belakangan sudah terlihat bahwa model yang
dikembangkan turut serta mencipkakan pembangunan yang mengancam keberlangsung
kehidupan masa depan. Untuk itu dibutuhkan perubahan paradigma dalam mengelola
sumberdaya alam sehingga mampu mendukung kehidupan kini dan menjamin
keberlangsungan kehidupan masa depan. Secara Nasional, Presiden SBY sudah
mencanangkan pembangunan rendah emisi yang dikenal dengan green economy.
Green Economy atau ekonomi hijau merupakan
pola pengembangan ekonomi yang mampu
meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, yang sekaligus
mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Ekonomi hujau juga
bisa diartikan sebagai pengembangan perekonomian yang rendah karbon atau tidak
menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan
berkeadilan sosial.
Konsep ekonomi hijau ini, menjadi salah satu
peluang untuk membalikkan keadaan. Dimana dengan pola hidup masyarakat modern
yang saat ini berlangsung, terlihat bahwa pembangunan yang dilakukan sangat
eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Kita bisa
melihat Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi memang membuahkan
perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja,
meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya
berbagai spesies dan keanekaragaman hayati, munculnya bencana ekologi dan
kemudian menyumbang terjadinya pemanasan global. Di sosial, terlihat ketimpangan sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Dengan konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi
jalan keluar terhadap permasalahan ini. Ekonomi hijau diharapkan menjadi
jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan
dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan
hasil jika kita mau mengubah perilaku hidup. Di level kebijakan dibutuhkan
pencetusan kebijakan yang pintar dan investasi yang tepat agar tiap negara
mampu melindungi lingkungan mereka, meningkatkan ekonomi, dan meningkatkan
status sosial masyarakatnya.
Pertanyaannya, apakah pola pembangunan
yang kini sedang dikembangkan sudah mengarah ke green economy?? (sukmareni/dari
berbagai sumber).
Pembangunan ekonomi sangatlah
bergantung pada perkembangan tingkat produksi yang mampu membuahkan perbaikan
ekonomi, hanya saja gagal pada sosial serta lingkungan, dapat dicontohkan
semakin tinggi tingkat emisi gas efek rumah kaca, gundulnya hutan-hutan yang
menjadikan hilangnya habitat aneka spesies didalamnya. Selain itu juga
terjadinya ketimpangan antara golongan negara kaya dengan negara miskin. Jadi,
konsep ekonomi hijau ini sangatlah diharapkan untuk menjadi jembatan
pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta tidak mengganggu lingkungan
serta menghemat pemakaian sumber daya alam. Semua tentu memerlukan usaha untuk
merubah perilaku mka akan membuahkan hasil yang diinginkan. Namun pada saat
peraturan Green Economy dilaksanakan di lapangan, akan terjadi perselisihan
antar pelaku ekonomi. Tentunya ini mengakibatkan Green Economy menjadi rumit
dan sulit dikerjakan tanpa adanya kesiapan antara pelaku ekonomi. maka, tentu
sangat berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan sangatlah dibutuhkan
untuk dilaksanakan.
Green Economy juga memiliki konsep
penghitungan GDP sendiri yakni Green GDP, dikarenakan cara penghitungan yang
berbeda dengan penghitungan GDP biasa atau GDP konvensional, dimana pada Green GDP
sumbangan sumber daya alam terhadap pembangunan dan biaya-biaya yang disebabkan
oleh adanya polusi dan degradasi lingkungan, dimasukkan dalam perhitungan. Dari
segi metode perhitungan metode perhitungan Green GDP secara teori dibagi menjadi 3 jenis:
1. PDB
hijau diperhitungan dengan deplesi lingkungan.
2. PDB
hijau berdasarkan degradasi lingkungan.
3. PDB
hijau diukur berdasarkan pengeluaran untuk perlindungan lingkungan.
Konsep dari Green GDP sangat bagus
untuk diterapkan, tetapi masih jarang dapat dilakukan karena keterbatasan
merubah kerugian yang ditimbulkan ke dalam satuan hitung moneter. Konsep
ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Prinsip utama dari
pembangunan berkelanjutan adalah “ memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi di masa depan ” . Sehingga dapat
dikatakan bahwa ekonomi hijau adalah motor utama pembangunan berkelanjutan.Kerusakan lingkungan terutama pada
sumber daya alam dan juga kekayaan lingkungan menjadi hal menakutkan bagi
seluruh umat manusia di dunia. Bagaimana tidak, jika kerusakan lingkungan yang
semakin bertambah buruk setiap tahunnya tidak segera ditangani, maka yang
terjadi adalah kerusakan bumi yang parah. Tak ayal lagi banyak yang menyebutnya
sebagai kiamat lingkungan atau berakhirnya fungsi lingkungan yang bermanfaat
bagi manusia. Sungguh mengerikan untuk dibayangkan.Selain kerusakan lingkungan
yang berupa sumber daya, kerusakan lingkungan seperti efek rumah kaca juga
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan bumi menjadi tempat yang tidak lagi
nyaman untuk ditinggali baik manusia maupun makhluk hidup lainnya. Oleh
karenanya perlu adanya penanganan yang serius dan menyeluruh yang tentunya
melibatkan seluruh umat manusia di dunia.
Salah satu wujud upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan yang lebih parah, PBB pada tahun 2011
mencetuskan sebuah ide yang dijuluki green economy atau ekonomi hijau. Ekonomi
hijau adalah sebuah upaya penyelamatan lingkungan yang melibatkan seluruh
negara di dunia yang tergabung dalam organisasi PBB. Ekonomi hijau diterapkan
dengan cara penghematan sumber energi seperti listrik, panas, dan sebagainya.
Ekonomi hijau memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan hidup manusia.Penghematan
sumber energi dan pelestarian lingkungan yang menjadi prinsip dari gerakan
ekonomi hijau memberikan efek yang signifikan terhadap keselamatan lingkungan
itu sendiri. Manusia tidak sepatutnya hanya mampu mengeksploitasi lingkungan
saja, namun juga harus memiliki usaha untuk melestarikan dan menyelamatkan
lingkungan tempat hidupnya untuk kelestarian bumi selanjutnya.
Solusi untuk berbagai
permasalahan pelaksaan Green Economy yakni diantaranya mendifinisikan kembali hak dan kewajiban
masyarakat, memperbaiki pembangunan pola gaya hidup manusia, pengelolaan energi
dan sumber daya alam, kegiatan riset dan pengembangan yang fokus dan
berkesinambungan, regulasi dan kebijakan yang efektif dan konsisten,
pemerintahan yang bersih, memberdayakan UKM dan kewirausahaan sosial.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.