Kimia hijau merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi.
Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan.
Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan penipisan sumber daya alam.
Menurut Ryoji Noyori,peraih hadiah Nobel Kimia pada tahun 2001,terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry. Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis).
A.
1) Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.
2) Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).
3) Sintesis kiral (chiral synthesis), adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). Pada intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K. Barry Sharpless ini menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri farmasi/obat-obatan.
B. Prinsip Green Chemistry
Paul Anastas Bapak Green Chemistry bersama John C.Warner telah mengembangkan 12 prinsip Green Chemistry yang dapat menterjemahkan teori menjadi tindakan. Adapun 12 prinsip yang dijadikan pedoman untuk kampanye gerakan Green Chemistry ini adalah:
1) Prevention (Mencegah limbah): Mendesain sintesa kimiawi untuk mencegah limbah, daripada mengolah atau membersihkan limbah.
2) Atom Economy (Memaksimalkan ekonomi atom): Mendesain sintesa agar produk akhir mengandung proporsi maksimum dari materi awal yang digunakan. Kalau ada atom yang terbuang, sebaiknya hanya sedikit.
3) Less Hazardous Chemical Syntheses (Mendesain sintesis kimia yang tak berbahaya): Mendesain sintesa untuk digunakan dan menghasilkan zat kimia yang tidak atau hanya sedikit menjadi racun bagi manusia dan lingkungannya atau mengurangi bahaya bahan kimia.
4) Designing Safer Chemicals (Mendesain zat kimiawi dan produk kimiawi yang aman): Mendesain sintesa untuk digunakan dan menghasilkan zat kimia yang aman.
5) Safer solvents and Auxiliaries (Gunakan pelarut dan kondisi reaksi yang aman): Hindari penggunaan pelarut, agen pemisahan, atau pelengkap kimia lain yang berbahaya.
6) Design for energy efficiency (Tingkatkan efisiensi energi): reaksi kimia dilakukan pada suhu dan tekanan yang sesuai dengan lingkungan agar energy yang diperlukan dalam prosesnya lebih sedikit.
7) Use of Renewable Feedstocks (Menggunakan bahan baku yang bisa diperbarui): Menggunakan material dan bahan baku yang bisa diperbarui dari pada yang tidak bisa diperbarui. Bahan baku yang bisa diperbarui biasanya dibuat dari produk agrikultur atau merupakan limbah dari proses, sedangkan bahan baku yang tidak bisa diperbarui berasal dari fosil atau merupakan hasil tambang.
8) Reduce Derivatives (Menghindari turunan senyawa kimia) : Menghindari penggunaan senyawa derivative jika memungkinkan. Senyawa derivative menggunakan bahan reaksi tambahan dan menghasilkan limbah.
9) Catalysis (Menggunakan pengkatalis):Meminimalkan limbah dengan reaksi katalik.
10) Design for Degradation (Mendesain zat kimia dan produk yang dapat terurai setelah digunakan): Mendesain produk kimiawi yang terurai ke dalam zat yang tidak berbahaya setelah digunakan supaya tidak terakumulasi dalam lingkungan.
11) Real-time analysis for Pollution Prevention (Menganalisa dalam waktu sesungguhnya untuk mencegah polusi): Melakukan pemantauan dan pengontrolan waktu sesunggunya selama sintesis berlangsung untuk meminimalkan atau menghilangkan pembentukan limbah.
12) Inherently Safer Chemistry for Accident Prevention (Meminimalkan potensi terjadinya kecelekaan):Mendesain zat kimia dan bentuknya untuk meminimalkan potensi terjadinya kecelakaan kimiawi termasuk ledakan, kebakaran, dan pelepasan ke dalam lingkungan.
Sumber:
http://bptba.lipi.go.id/bptba3.1/?u=blog-single&p=343&lang=id
https://kimiaundip09.wordpress.com/category/green-chemistry/
http://maarif7sunandrajat.blogspot.co.id/2015/10/green-chemistry.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.