Proses Penggorengan Teknik Deep Frying pada Bahan Makanan
Teknik penggorengan dalam
memasak ada dua jenis, yaitu Pan
Frying dan Deep Frying. Perbedaan yang mendasar dari dua teknik
tersebut adalah terdapat dalam penggunaan minyak untuk proses menggoreng. Dalam
hal ini, Proses Deep Frying memerlukan minyak yang lebih banyak sehingga
wajan atau panic tertutup sebagian sehingga bahan makanan terendam sepenuhnya
dalam proses penggorengan. Hasil penggorengan yang dihasilkan cukup berbeda
secara signifikan dengan teknik Pan Frying terletak pada tingkat
kematangan dan perubahan warna bahan yang digoreng. Hal ini disebabkan karena
adanya degradasi yang lebih dalam dengan adanya berbagai reaksi yang terlibat
sehingga bahan mengalami dekomposisi.
Kata Kunci
: Deep Frying, Penggorengan, Reaksi Kimia, Dekomposisi
PENDAHULUAN
Sudah lama diketahui bahwa penggorengan
dengan teknik Deep Frying sudah digunakan dalam metode memasak klasik
sejak 1600 SM (sebelum masehi) dimana suhu yang biasanya dihasilkan melebihi
180oC, melewati suhu penggorengan yang direkomendasikan. Teknik Deep
Frying merupakan metode memasak yang paling banyak digunakan karena dipercaya
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan pengolahan bahan makanan yang efisien
untuk banyak bahan makanan yang diproses secara langsung dalam satu waktu.
Dalam kondisi yang sudah ditetapkan, sebuah proses penggorengan melibatkan
semua komponen yang ada untuk berpartisipasi dalam sebuah perubahan secara
fisik dan kimia. Perubahan tersebut ditandai dengan adanya dekomposisi bahan
makan yang dimasukkan secara volatile maupun nonvolatile. Reaksi tersebut melibatkan
komponen mentah sebuah minyak goreng yaitu Triagriserol (TAGs) yang beroksidasi
dengan zat keto, hidroksil, aldehida, radikal jenuh atau tidak jenuh, dan
interaksi antar komponen tersebut.
Teknik Deep Frying ini merupakan proses fisiokemis yang kompleks karena melibatkan beberapa reaksi secara simultan yang dipengaruhi dari beberapa faktor seperti kandungan alami dari bahan yang digoreng atau minyak goreng, waktu, temperatur, Pemanasan secara kontinu ataupun dengan jeda, model penggorengan dan penggunaan saringan. Selanjutnya banyak produk yang terbentuk disebabkan oleh substrat kompleks yang terbentuk pada proses penggorengan dan kondisi kimiawi penggorengan. Dalam kondisi kimiawi yang terjadi ketika penggorengan, beberapa reaksi utama yang akan terjadi merupakan reaksi hidrolisis, reaksi polimerisasi, dan reaksi oksidasi. Reaksi ini juga menyebabkan adanya peningkatan busa-busa, perubahan warna, perubahan kekentalan, kerapatan, jumlah komponen polimer dan polar serta asam lemak bebas dari minyak goreng.
METODE
Menggoreng merupakan salah satu
metode memasak yang tercepat, tertua, dan termudah karena hanya mengandalkan
pemanasan dan minyak yang aman dikonsumsi atau lemak dan hanya menggunakan
minyak panas untuk menggoreng. Minyak terekspos untuk menaikkan temperatur dengan
adanya udara dan tekstur yang ada.
Alat yang sering digunakan dalam menggoreng yaitu :
1. Panci
2. Minyak goreng
3. Spatula
4. Saringan
Teknik
menggoreng dalam proses memasak terbagi atas dua jenis, yaitu Pan Frying
dan Deep Frying. Teknik Pan Frying merupakan proses menggoreng
dengan penggunaan minyak goreng yang hanya menutupi dasar permukaan panci atau
wajan. Teknik ini digunakan untuk menumis dan hanya menggoreng bumbu dasar pada
olahan makanan. Teknik ini tidak tepat untuk digunakan jika hasil bahan makanan
yang diinginkan adalah kematangan luar dan dalam. Namun, teknik ini mengefisienkan
penggunaan minyak goreng untuk proses penggorengan dengan skala kecil.
Sedangkan, teknik Deep Frying merupakan proses menggoreng bahan makanan
dengan menggunakan minyak goreng yang menutupi sebagian sampai penuh panci atau
wajan. Tentu bila dibandingkan dengan teknik pan frying, teknik ini
cukup boros dalam penggunaan minyak dan perbedaan diantara keduanya hanyalah
dalam kadar penggunaan minyak goreng dalam proses menggoreng. Dengan penggunaan
teknik Deep Frying, Properti sensorik benda yang digoreng akan bertambah
(warna, tekstur, dan rasa), tetapi penggunaan minyak goreng yang berulang
memproduksi komponen yang tidak diperlukan dan berpengaruh terhadap kesehatan.
Setiap dilakukan proses penggorengan ketika memasak, perubahan yang signifikan terjadi pada minyak goreng yang digunakan dan bahan makanan yang digoreng. Bahan makanan yang telah digoreng mengalami perubahan dari rasa, tekstur dan aroma yang dihasilkan. Misalkan saja pada makanan cepat saji dimana salah satunya merupakan kentang goreng yang mengalami perubahan warna menjadi lebih kuning dengan rasa gurih yang khas serta aroma minyak yang menyerap ke dalam kentang. Selain itu, bila bahan makanan dibiarkan menggoreng terlalu lama akan menjadi gosong dengan perubahan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya bahan makanan saja yang berubah, minyak goreng pun juga mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi. Bila diperhatikan dengan teliti, minyak hasil penggorengan mengalami perubahan komposisi dan warna akibat dari proses reaksi yang bereaksi dalam hasil menggoreng sehingga minyak goreng mengalami penurunan kualitas untuk digunakan berulang kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses
menggoreng ketika menggunakan teknik Deep Frying mengalami berbagai
reaksi secara simultan atau bersamaan, terutama reaksi deteriorisasi secara
kimiawi seperti hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan terjadinya dekomposisi
bahan untuk membentuk bahan yang volatile maupun monomer nonvolatil dan senyawa
polimer. Perubahan tersebut tergantung terhadap beberapa faktor mulai dari
temperatur, siklus penghangatan, permukaan/volume, rasio antara minyak dan
bahan makanan yang digoreng, asam lemak, dan komposisi antioksidan dan minyak
goreng. Pada umumnya, teknik Deep Frying meningkatkan pembusaan, warna,
kekentalan, kerapatan, jumlah polimer, dan senyawa polar serta asam lemak bebas
dari minyak goreng.
Beberapa reaksi yang terlibat dalam
proses penggorengan teknik Deep Frying :
1. Reaksi Hidrolisis
Ketika
makanan digoreng menggunakan minyak goreng yang telah dipanaskan, timbul uap
yang merupakan hasil evaporasi dengan percikan gelembung dan secara bertahap
menghilang ketika makanan digoreng. Air, uap, dan oksigen menginisiasikan
reaksi kimia di dalam makanan dan minyak goreng. Air ,yang merupakan nukleofil
yang lemah, menyerang rantai ester dari triasilgliserol dan memproduksi
monoasilgliserol, gliserol, dan asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas
ini meningkat seiring proses penggorengan berlangsung dan memengaruhi perubahan
yang terjadi pada bahan makanan dan juga minyak. Asam lemak bebas dan produk
molekuler asam lemah yang terbentuk dari oksidasi lemak meningkatkan reaksi
hidrolisis dalam kehadiran uap selama menggoreng. Produk hidrolisis ini
mengurangi stabilitas minyak goreng dan dapat digunakan untuk mengukur kualitas
minyak goreng.
2. Reaksi Oksidasi
Lemak
yang dapat dikonsumsi mengandung molekul tidak jenuh yang dapat diserang oleh
molekul oksigen. Proses ini merujuk kepada oksidasi lemak dan dapat memberikan
peningkatan komponen rasa yang tidak diinginkan, berpotensi menghasilkan
oksidasi racun dan reaksi deteriorisasi yang umum dalam sebuah kualitas lemak.
Oksidasi lemak ini diebabkan oleh sebuah input energi seperti cahaya atau
panas, komposisi dari asam lemak, tipe molekul oksigen, dan komponen minor
seperti logam, pigmen, fosfolipid, asam lemak bebas, mono- dan diasilgliserol,
senyawa oksidasi termal, dan antioksidan. Reaksi kimia yang terjadi dalam
proses oksidasi berkontribusi dalam pembentukan produk dekomposisi volatile dan
nonvolatil. Oksidasi dari minyak berpengaruh dalam kualitas nutrisi dan tingkat
racun yang terdapat dalam minyak.
3. Reaksi Polimerisasi
Hidroperoksida yang dihasilkan dari proses oksidasi biasanya akan mengalami pembelahan. Banyak senyawa polar nonvolatil dan polimer triasilgliserol diproduksi dari oksidasi minyak secara thermal. Polimerisasi meruapakan reaksi besar yang terjadi dalam oksidasi thermal minyak. Polimer merupakan molekul besar dengan besar berkisar diantara 692-1600 dalton dan terbentuk dari kombinasi dari gabungan -C-C- , -C-O-C-, dan -C-O-O-C- . Polimerisasi terjadi dengan mudah dalam minyak dengan kadar asam linoleate yang tinggi. Polimer yang kaya dalam oksigen memproduksi residu coklat, seperti resin. Seiring meningkatnya produk polimerasi dalam minyak, kekentalan dari minyak juga bertambah karena adanya dekomposisi peroksida yang berfluktuasi dengan cepat.
KESIMPULAN
Selama
proses penggorengan Deep Frying terdapat berbagai reaksi pemisahan
kimiawi seperti hidrolisis, oksidasi, polimerisasi dan dekomposisi minyak untuk
membentuk produk volatile dan monomer nonvolatil, dan senyawa polimer. Reaksi
tersebut memengaruhi komponen yang ada dalam proses penggorengan, mulai dari
rasa, tekstur, warna, kualitas komponen, kekentalan seiring penggorengan
berlangsung dalam Deep Frying yang lebih terlihat perubahannya
dibandingkan dengan Pan Frying. Reaksi hidrolisis dalam proses
penggorengan merupakan reaksi yang paling awal terjadi dengan adanya kontak air
dan minyak yang menghasilkan percikan gelembung uao air. Reaksi oksidasi yang
terjadi merupakan oksidasi lemak yang menghasilkan peroksida untuk proses
polimerisasi dan produk lain. Reaksi polimerisasi mengubah polimer peroksida
menjadi senyawa polar nonvolatil dan senyawa triasilgliserol yang memengaruhi
kekentalan minyak. Berbagai reaksi yang terjadi dalam proses penggorengan
saling berhubungan satu sama lain dengan indicator tertentu yang dapat
memengaruhi hasil dari penggorengan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi, Ali Khomsan, Sri Anna Marliyati. 2015. Kualitas Minyak Goreng dan Produk Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia. Bogor: Indonesia Food Technologists
Mariod, Abdalbasit dan Nuha Muhammad Ali Omer. 2014. Chemical Reaction Taken Place During deep-fat Frying and their Produtcs: A Review. Khartoum: SUST Journal of Natural and Medical Sciences
mulonoapriyanto.wordpress.com. (2010, 12 Juli). Chemistry of Frying Oils. Diakses pada 8 Oktober 2020, dari https://mulonoapriyanto.wordpress.com/kimia-lipid/
Artikel ini memberikan manfaat bagi ibu rumah tangga dalam hal pengetahuan memasak. Namun, pada bagian abstrak menyebutkan dua jenis teknik sedangkan dalam penjabarannya hanya menjelaskan satu teknik saja sehingga bagian abstak kurang menggambarkan isi artikel. Saran saya dalam penulisan abstrak lebih di perhatikan lagi apakah menggambarkan isi artikel.
BalasHapus