Kimia hijau
Kimia
hijau, juga disebut kimia berkelanjutan, adalah
filsafat penelitian dan rekayasa/teknik kimia yang menganjurkan desain produk
dan proses yang meminimasi penggunaan dan penciptaan senyawa-senyawa berbahaya.[1] Sementara kimia lingkungan adalah
cabang kimia yang membahas lingkungan hidup dan zat-zat kimia di alam, kimia
hijau justru berupaya mencari cara untuk mengurangi dan mencegah pencemaran pada
sumbernya. Pada tahun 1990 Pollution Prevention Act (Undang-Undang
Pencegahan Pencemaran) telah disahkan di Amerika Serikat. Undang-undang ini
membantu menciptakan modus operandi untuk berurusan dengan
pencemaran secara inovatif dan asli. Undang-undang ini bertujuan untuk mencegah
masalah sebelum mereka terjadi.
Sebagai sebuah filsafat kimia, kimia hijau berlaku
pada kimia organik, kimia anorganik, biokimia, kimia analitik,
dan bahkan kimia fisis. Sementara
kimia hijau tampak berfokus pada terapan-terapan industri, sebenarnya ia
berlaku juga pada sembarang cabang kimia. Kimia klik seringkali
disebut sebagai sebuah gaya sintesis kimia yang konsisten dengan tujuan-tujuan
kimia hijau. Fokusnya adalah meminimasi bahaya dan memaksimasi efisiensi
sembarang bahan kimia. Ia berbeda dengan kimia lingkungan yang
berfokus pada gejala-gejala kimia di lingkungan.
Sejarah kimia Hijau
Pesatnya
peningkatan populasi mengakibatkan peningkatan produksi pangan dengan
industrialisasi berlebihan, yang menyebabkan peningkatan polusi dan penipisan
sumber daya. Dalam hal ini, sumber daya alam mulai digunakan seakan tidak ada
konsekuensi terhadap masalah lingkungan (Tobiszewski et al., 2009).
Masalah
lingkungan mulai menjadi fokus pada tahun 1968 dari Konferensi Para Ahli
tentang Pangkalan Ilmiah untuk Penggunaan Rasional dan Konservasi Sumber Daya
Biosfer, yang dikenal sebagai Konferensi Biosfer (Farias dan Fvaro, 2011). Pada
1960-an, penerbitan buku ''Silent Spring" merangsang gerakan lingkungan
kontemporer.
Hal
itu didasari oleh kekhawatiran tentang risiko eksploitasi sumber daya
alam yang berlebihan. Robert Downs, mendaftarkan buku itu sebagai ''Buku yang
Mengubah Amerika". Konferensi Stockholm di Swedia pada tahun 1972,
dihadiri oleh perwakilan dari sejumlah negara, termasuk anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi non pemerintah, di mana hukum lingkungan
juga dipertimbangkan di bidang hukum (Pereira, 2009). Dari konferensi ini,
dunia mulai waspada atas kerusakan lingkungan.
Tahun
1980 - an ditandai oleh berbagai konferensi dunia tentang Lingkungan Hidup. PBB
menciptakan Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1983
untuk melaporkan perkembangan dunia dan lingkungan. Laporan yang dikenal
sebagai ''Brundtland Report" direkonsiliasi lingkungan dan masalah sosial.
Laporan ini diterbitkan pada tahun 1987, yang untuk pertama kalinya
mendefinisikan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai pengembangan pemenuhan
kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi masa depan. Laporan itu
juga menekankan bahaya penipisan ozon dan dampaknya terhadap pemanasan global
(Marcondes, 2005).
Lebih
jauh, pada tahun 1985, dalam pertemuan Menteri Lingkungan Hidup dari negara
yang tergabung dalam Organisasi kerjasama ekonomi dan Pengembangan
(OECD),menghasilkan beberapa keputusan penting antara lain : :
Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan, Pencegahan Polusi, dan Pengendalian dan
Informasi Lingkungan dan Nasional review. Badan Perlindungan Lingkungan AS
(EPA) meluncurkan ''Program Rute Sintetis Alternatif untuk Pencegahan
Polusi" pada tahun 1991 yang melaporkan filosofi dan kebijakan baru
tentang pengendalian risiko produk kimia beracun untuk mencegah masalah dengan
zat ini (Woodhouse dan Breyman, 2005).
Tak
dapat disangkal bahwa, sejak 1992, dimasukkan topik lain , yakni pelarut
ramah lingkungan dan senyawa kimia yang lebih aman dan resmi mengadopsi nama
Green Chemistry (Farias dan Fvaro, 2011). Tahun 1990 ditandai oleh konsensus
dunia tentang kelestarian lingkungan. Di Brasil ada Perserikatan Bangsa-Bangsa
Konferensi Lingkungan dan Pembangunan Internasional pada tahun 1992 disebut
(ECO-92). Partisipasi para kepala negara menghasilkan elaborasi dari dokumen
berjudul ''Agenda 21", yang memiliki komitmen negara untuk menghargai
pembangunan berkelanjutan dengan bergerak pada masalah lingkungan, kebijakan
ekonomi, dan pengambilan keputusan (Strong, 1991).
Meskipun
kemajuan di lingkungan telah terbangun di seluruh dunia, kesadaran lingkungan
dari perusahaan itu sangat tidak aman. Untuk mengubah sektor bisnis, sebuah
program disebut ''Responsible Care", dikembangkan pada tahun 1984 di
Kanada dan sampai hari ini dipraktekkan di 68 negara di seluruh dunia,
perbaikan perilaku industri dalam kaitannya dengan lingkungan, kesehatan dan
keselamatan pekerja (Responsible Care, 2017).
Pada
tahun 1997 Green Chemistry Institute (GCI) didirikan sebagai korporasi nirlaba
untuk mempromosikan melalui pengetahuan, pengalaman dan kapasitas, pergerakan
perusahaan kimia menuju keberlanjutan, yang maju dalam aplikasi Green Chemistry
(ACS Kimia, 2017). GCI bergabung dengan American Chemical Society (ACS) pada
tahun 2001 untuk mengatasi masalah global dalam pertemuan kimia dan
lingkungan.
Buku
inovatif Green Chemistry: Theory and Practice, menghadirkan Paul Anastas dan
John C. Warner sebagai penulis bersama di tahun 1998, adalah perkembangan
penting lainnya untuk Green Chemistry. Dalam buku itu, 12 Prinsip Green
Chemistry secara jelas diuraikan dengan filosofi yang selalu mendorong ilmuwan
akademis dan industri untuk mengejar tindakan yang ramah lingkungan (ACS
Chemistry, 2017).
Pada
tahun 2002, setelah 30 tahun Konferensi Stockholm, sebuah acara KTT Dunia
tentang Pembangunan Berkelanjutan berlangsung di kota Johannesburg, Afrika
Selatan, dihadiri oleh ribuan orang (Sequinel, 2002). Organisasi pemerintah dan
non-pemerintah, perusahaan besar, asosiasi sektoral, delegasi dan jurnalis hadir
dalam pertemuan ini untuk menetapkan satu tujuan yaitu membahas solusi ''Agenda
21", sehingga tidak hanya pemerintah yang bisa menerapkannya, tetapi
populasi umum, selain menerapkan apa yang telah dibahas dalam ECO-92
(Marcondes, 2005; Sequinel, 2002).
Institut
Green Chemistry ACS (GCI) dan farmasi global perusahaan mengadakan diskusi
panel pada tahun 2005 untuk memungkinkan dan mendorong Green Chemistry dan
teknik hijau di industri farmasi (Poechlauer et al., 2012; Constable et al.,
2007). Persatuan Internasional Kimia Murni dan Terapan (IUPAC), bersama dengan
ACS dan GCI, mengadakan empat konferensi tentang Green Chemistry antara tahun
1997 dan 2011. Konferensi membahas topik seperti produk hijau dan proses ke
lingkungan, produksi energi, sumber terbarukan dari limbah kimia, juga untuk
mengadopsi kebijakan dan pendidikan hijau dalam Green Chemistry (Lenardo et
al., 2003).
Meskipun
dalam teknik kimia dan penelitian ekologi telah mengadopsi proses berkelanjutan
selama bertahun-tahun, investasi terus berlanjut dalam teknik dan kebijakan
industri untuk proses perbaikan lingkungan (Jenck et al., 2004).
Tujuan
Pengertian kimia hijau adalah suatu
perencanaan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali penggunaan
bahan-bahan kimia berbahaya mulai dari persiapan produksi, proses produksi
sampai ke produk yang dihasilkan agar dapat bermanfaat tanpa merusak
lingkungan. Untuk dapat tercapainya konsep kimia hijau ini ada beberapa hal
yang dapat dilakukan antara lain :
1. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan
2. Menggantikan perekasi kimia dengan katalis
3. Menggunakan bahan-bahan non toksis
4. Menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Mengurangi atau me-efisienkan bahan-bahan kimia yang digunakan
6. Mengurangi atau tidak menggunakan pelarut (bebas pelarut) atau menggunakan pelarut yang dapat di daur ulang
Tidak semua yang di atas itu dapat dilakukan secara bersamaan, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat sehingga tujuan dari kimia hijau ini tercapai yaitu :
mengurangi : –à limbah
–à material bahan-bahan toksis
–à bahaya
–à risiko
–à energy
–à biaya
1. Meminimalisasi limbah yang dihasilkan
2. Menggantikan perekasi kimia dengan katalis
3. Menggunakan bahan-bahan non toksis
4. Menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Mengurangi atau me-efisienkan bahan-bahan kimia yang digunakan
6. Mengurangi atau tidak menggunakan pelarut (bebas pelarut) atau menggunakan pelarut yang dapat di daur ulang
Tidak semua yang di atas itu dapat dilakukan secara bersamaan, akan tetapi ada beberapa hal yang dapat sehingga tujuan dari kimia hijau ini tercapai yaitu :
mengurangi : –à limbah
–à material bahan-bahan toksis
–à bahaya
–à risiko
–à energy
–à biaya
Prinsip
Anastas dan Warner
(1998) mengusulkan konsep“The Twelve Principles of Green Chemistry” yang
digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian yang
ramah lingkungan. Berikut adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang diusulkan oleh
Anastas dan Warner :
1.
Mencegah timbulnya
limbah dalam proses
Lebih baik mencegah
daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul setelah proses
sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar.
2.
Mendesain produk
bahan kimia yang aman
Pengetahuan
mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk mengkarakterisasi
toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang aman.
Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki
kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah).
Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai
bioavailability.
3.
Mendesain proses
sintesis yang aman
Metode sintesis
yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan menghasilkan bahan kimia
yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan bahaya
terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut.
4.
Menggunakan bahan
baku yang dapat terbarukan
Penggunaan bahan
baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada menggunakan bahan baku yang
tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku terbarukan biasanya
berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak
terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu
bara, dan bahan tambang lainnya.
5.
Menggunakan katalis
Penggunaan katalis
memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang meningkat, serta
mampu mengurangi produk samping.Peran katalis sangat penting karena diperlukan
untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan.Dari sisi green chemistry penggunaan
katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan
reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.
6.
Menghindari
derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia
Derivatisasi yang
tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung, proteksi/deproteksi, dan
modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus diminimalkan atau
sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi memerlukan
tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.
7.
Memaksimalkan atom
ekonomi
Metode sintesis
yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan proporsi produk yang
diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar.Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi
sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk
menentukan suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar
limbah yang dihasilkan dari reaksi tersebut.Atom ekonomi disini digunakan untuk
menilai proporsi produk yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktan yang digunakan.Jika
semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya menjadi produk, dapat dikatakan bahwa
reaksi tersebut memiliki nilai atom ekonomi 100%. Berikut adalah persamaan
untuk menghitung nilai atom ekonomi :
Atom ekonomi (%) =
x100%
8.
Menggunakan pelarut
yang aman
Penggunaan bahan
kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang lain harus
dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal
mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam proses sintesis,
misalkan pada proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa gerak pada
kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan yang berlebih akan mengakibatkan polusi
yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain adalah dengan menggunakan
beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic liquids,
flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”.Selain
itu ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa
menggunakan pelarut ataupun reaksi dalam media air.
9.
Meningkatkan efisiensi
energi dalam reaksi
Energi yang
digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek terhadap
lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam
suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien
dalam sintesis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru
diantaranya adalah dengan menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave),
ultrasonik dan fotokimia.
10.
Mendesain bahan
kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus
didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena itu suatu bahan
kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan.Seperti
sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia lainya.
11.
Penggunaan metode
analisis secara langsung untuk mengurangi polusi
Metode analisis
yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk samping
yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan
teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya
dalam prosesnya.
12.
Meminimalisasi
potensi kecelakaan
Bahan kimia yang
digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga potensi
kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan
dan api dapat dihindari.
Contoh
Seorang
konsumen tentunya memiliki peran penting dalam menekan perusahaan untuk
melakukan reformulasi produk menjadi lebih ramah lingkungan. Adanya tekanan dari
konsumen merupakan cara yang efektif dalam menghasilkan perubahan. Jika harga,
kualitas dan fungsi yang selama ini menjadi fokus utama masyarakat, maka
perusahaan akan kurang tertarik dalam mereformulasikan produk yang dihasilkan.
Salah
satu contoh green chemistry yang saat ini sudah diterapkan
yaitu busa pemadam kebakaran yang dahulu menggunakan surfaktan terflorinasi
yang memiliki efek toksik yang tinggi sehingga mengakibatkan akumulasi pada
pencemaran lingkungan, hal ini tentunya tanpa disadari akan mengancam kesehatan
seseorang. Saat ini bentuk pengembangan green chemistry yang
digunakan adalah busa pemadam kebakaran yang dibuat dari beberapa komponen
campuran (surfaktan hidrokarbon, gula, air, dan pelarut) yang dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan dan menghambat korosi.
Dari
paparan diatas, bahwasanya sang pemegang kebijakan terhadap beberapa senyawa
kimia keluaran produk harus melakukan re-evaluasi secara konsisten, saat
beberapa senyawa kimia tidak sesuai dengan standar keamanan, saat itu pemegang
kebijakan harus memperhatikan populasi, keselamatan anak, biaya ekonomi, dan
pertimbangan lainnya, mampu menetapkan prioritas untuk pengujian keamanan
terhadap senyawa kimia yang sudah ada dan baru ditemukan. Tentunya hal ini
dibarengi dengan peran masyarakat sebagai konsumen dalam mendorong konsep
green chemistry terhadap pabrik dan perusahaan besar dengan tidak
hanya mengejar akan profit-oriented purpose.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.