Hujan Asam
Oleh : Gayatri Wahyu Andini (@P13-GAYATRI)
Abstrak
Hujan asam memiliki pH dibawah 5, yang dimana memiliki efek
buruk bagi lingkungan, tanaman, manusia, dan hewan. Penyebab nya adalah
kegiatan industri, kendaraan bermotor, dan sebagainya. Dijelaskan bahwa gas
sulfur dioksida dan nitrogen oksida yang bereaksi dengan air membentuk asam
sulfat dan asam nitrat.
Kata Kunci :
hujan asam, pH, molekul, penyebab, dampak
I. Pendahuluan
Negara tropis seperti Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim
kemarau dan musim
penghujan. Musim kemarau biasa terjadi pada April hingga September dan
musim hujan terjadi pada Oktober hingga Maret. Saat musim hujan tiba, hujan dapat
turun setiap saat. Hujan merupakan salah satu dari Siklus hidrologi yang
merupakan suatu siklus perputaran air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke
bumi dan berlangsung secara terus menerus. Hujan merupakan salah satu fenomena
atau peristiwa alam yang terajdi di bumi.
Hujan normal memiliki pH sedikit asam, namun kondisinya tidak
separah hujan asam. Air hujan biasanya memiliki pH berkisar 5,6, namun berbeda
dengan hujan asam yang memiliki pH dibawah angka 5. Air hujan yang normal
memiliki sifat asam karena adanya kandungan karbon dioksida (CO2) di
udara. Karbon dioksida ini bereaksi dengan air sehingga membentuk asam karbonat
lemah. Kandungan asam karbonat lemah dalam air hujan masih dianggap normal
karena jenis asam ini dapat membantu melarutkan mineral tanah yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup.
II.
Permasalahan
Hujan asam memiliki pengaruh yang negatif bagi lingkungan dan
masyarakat yang menempatinya, selain itu ada juga pengaruh positif. Hujan asam
disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor alam berupa semburan dari gunung berapi dan
faktor dari kegiatan manusia.
III.
Pembahasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata hujan adalah
titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses pendinginan. Ada
beberapa macam hujan, yang salah satunya adalah hujan asam. Hujan asam yaitu hujan
yang memiliki pH dibawah 5 dan bersifat asam. Hujan asam merupakan fenomena
yang disebabkan oleh pencemaran udara yang semakin memburuk.
Asal Usul
Hujan Asam
Menurut Ecolifestyleisme (2009) menyatakan bahwa
fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17, hal ini diketahui dari
buku karya Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul “A General History of the Air“. Buku tersebut menggambarkan fenomena
hujan asam sebagai “nitrous or salino-sulforus spiris“.
Selanjutnya
revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar awal abad ke 18 memaksa
penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai sember utama energi untuk
mesin-mesin. Sebagai akibatnya, tingkat emisi precursor (faktor penyebab) dari
hujan asam yakni gas-gas SO2, Nox dan HCl meningkat. Padahal biasanya precussor
ini hanya berasal dari gas-gas gunung berapi dan kebakaran hutan.
Istilah
hujan asam pertama kali digunakan oleh Robert Angus Smith pada tahun 1872 pada
saat menguraikan keadaan di Menchester, sebuah daerah industri di Inggris bagian
utara. Smith menjelaskan fenomena hujan asam pada bukunya yang berjudul “Air and Rain: The Beginnings of Chemical
Technology“.
Masalah
hujan asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada tahun 1960-an
ketika sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga mengakibatkan
berkurangnya populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di Amerika Utara, pada
masa itu pula banyak hutan-hutan di bagian Eropa dan Amerika yang rusak. Sejak
saat itulah dimulai berbagai usaha penaggulangannya, baik melalui bidang ilmu
pengetahuan, teknis maupun politik.
Pada tahun
1970 US mulai mengontrol emisi SO2 dan Nox dengan peraturan pemerintah Clean Air Act. Peraturan ini menentukan
standar polutan dari kendaraan bermotor dan industri. Pada tahun 1990 Congress
menyetujui amandemen untuk lebih memperketat kontrol emisi yang menyebabkan
hujan asam. Amandemen tersebut tercatat mempu mengurangi pengeluaran SO2 dari
23,5 juta ton menjadi sekitar 16 juta ton. US juga merencanakan untuk
mengurangi emisi Nox hingga 5 juta ton pada tahun 2010.
Molekul yang terdapat dalam hujan asam yaitu :
S(s) + O2 (g) →SO2(g)
2SO2(g) +
O2(g) →2SO3(g)
SO3(g) +
H 2O(l) → H 2SO4(aq)
Penyebab hujan asam
Menurut Lapan (2015) Hujan asam dapat
disebabkan oleh proses alam, misalnya kerusakan vegetasi, letusan gunung
berapi, dan aktifitas manusia. Pada umumnya hujan asam yang disebabkan oleh
aktifitas manusia seperti kegitan industri, pembangkit listrik, kendaraan
bermotor, dan pabrik pengelolahan pupuk untuk pertanian.
Dampak Positif
Menurut Desy Fatma
(2016)kemanfaatan dari hujan asam sendiri bagi alam sekitar atau alam semesta
raya. Meskipun sebenarnya hujan asam lebih identik dengan sesuatu hal yang
negatif, namun keberadaannya di Bumi ternyata juga membawa sedikit manfatat.
Satu- satunya manfaat dari hujan asam yang banyak diketahui oleh banyak orang
adalah hujan asam ini mampu melarutkan berbagai mineral yang sangat di butuhkan
oleh binatang dan juga tumbuhan yang ada di Bumi. Kandungan asam yang tinggi
inilah yang mampu melakukannya (melarutkan mineral di dalam tanah).
Dampak Negatif
1.
Dapat menyebabkan gangguan
pernapasan pada manusia. Kabut yang mengandung asam sulfat bersama-sama dengan
udara terhisap dan masuk ke dalam saluran pernapasan manusia dapat merusak
paru-paru bahkan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
2.
Menyebabkan
korosi dan merusak bangunan. Hujan asam dapat
mempercepat proses korosi. Proses korosi (perkaratan) dapat terjadi pada
beberapa material dari logam. Korosi adalah peristiwa perusakan logam akibat
terjadinya reaksi kimia antara logam dengan lingkungan yang menghasilkan produk
yang tidak diinginkan.
3.
Merusak ekosistem perairan. Hujan asam yang
jatuh pada danau akan meningkatkan keasaman danau. Keasaman danau yang
meningkat menyebabkan beberapa spesies biota air mati karena tidak mampu
bertahan di lingkungan asam. Meskipun ada beberapa spesies yang dapat
bertahan hidup tetapi karena rantai makanan terganggu maka spesies tersebut
dapat mengalami kematian pula.
Menurut Susmitha Zen (2012) cara menanggulangi hujan asam pada lingkunhan yaitu :
1.
Bahan bakar dengan kandungan belerang rendah
Dengan menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol,
etanol dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah
dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain.
Misalnya pembakaran metanol menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide
daripada pembakaran bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu
kanker).
2.
Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90% (Soemarwoto, 1992).
3.
Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle,
Reduce)
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.
Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.
IV.
Kesimpulan
Berdasarkan isi artikel diatas bahwa hujan asam sangat berpengaruh bagi
lingkungan dan mahluk hidup lainnya. Sebagian besar penyebab hujan asam itu
sendiri bersal dari masyarakat yang menduduki suatu tempat. Kita harus bisa
meminimalisir atau melalukan upaya agar kita semua tidak dapat efek dari hujan
asam. Efek negatif yang kita rasakan salah satunya saat kita keluar rumah atau
berkendara setelah hujan kita merasakan sesak nafas, mata perih, udara dilingkungan
menjadi tidak sehat.
Daftar Pustaka :
Hidayat, A A; kholil, Muhamad. 2018. Kimia dan
Pengetahuan Lingkaran Industri. Yogyakarta: Penerbit Wahana Resolusi.
Ecolifestyleisme.
2009. Asal Usul Hujan Asam. Dalam https://suaranusantara.wordpress.com/2009/05/19/asal-muasal-hujan-asam/
Lapan. 2015. Penyebab
dari Hujan Asam. Dalam http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg/article/view/6/9
Fatma, Desy. 2016.
Dampak Positif Hujan Asam. Dalam https://ilmugeografi.com/fenomena-alam/hujan-asam
Ansyari, Isya. 2018.
Dampak Negatif Hujan Asam. Dalam https://learnmine.blogspot.com/2013/06/dampak-negatif-hujan-asam.html
Zen, Susmitha. 2012.
Cara Menanggulangi Hujan Asam. Dalam http://susmithazen.blogspot.com/2012/08/penanggulangan-hujan-asam_23.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.