Oleh : @H12- STEALLA
CINTAI BAYI, CINTAI BUMI
@ProyekH02
Abstrak :
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang
semakin pesat tentu dibarengi dengan banyaknya penggunaan diaper (biasa dikenal
popok) oleh para ibu-ibu. Popok yang umumnya dipakai oleh ibu-ibu zaman
sekarang adalah popok sekali pakai, karena tidak perlu memikirkan untuk mencuci
dan menunggu kering. Atau dapat dikatakan popok sekali pakai jauh lebih praktis
daripada popok kain. Tetapi disamping sifatnya yang praktis ketika digunakan, ternyata
popok sekali pakai juga memiliki beberapa efek.
Isi :
Menurut buku Ensiklopedia clodi, Niken
TF Alimah menjelaskan bahwa keberadaan clodi berawal dari sebelum abad ke-18
Masehi. Beberapa suku bangsa di Eropa dengan teknik bedong menggunakan bahan
alami seperti dedaunan, lumut maupun kulit binatang. Penggunaan Lumut spaghum
sebagai penyerap oleh suku Indian di Amerika, salah satunya suku Indian Cree.
Cara yang berbeda digunakan oleh masyarakat Jepang pada masa era ebdo
(1603-1868). Mereka menggunakan ejiko ayunan unik dari rotan yang dilapisi
dengan bahan-bahan penyerap cairan dengan lubang khusus dibagian belakang bayi.
Sedangkan popok tradisional yang ada di China bisa dikenal dengan sebutan
kai-dang-ku- pun berbeda, Popok ini yang lebih diarahkan untuk latihan pergi ke
toilet (toilet training) berbentuk celana dalam dengan lubang di bagian pantat
bayi.
Sekitar tahun 1800, popok kain mulai
digunakan dengan berbahan dasar kain katun atau linen yang dilipat membentuk
segi tiga, atau segi empat yang dibebatkan di pinggang bayi menutupi alat
kelaminnya. Popok ini dikunci dengan peniti besar di bagian depan perut bayi.
Istilah diaper atau popok mulai digunakan untuk kain kecil dengan pola
geometris.Pada periode ini bayi di Amerika utara maupun Eropa biasa dipakaikan
celana penutup popok berbahan wool yang disebut soaker atau pilch sehingga
lebih bersifat anti tembus saat buang air kecil.
Pada tahun 1887 popok kain mencapai
keemasan, bahkan diproduksi secara masal dengan dipelopori oleh Maria Allen
dari Amerika pada tahun 1887. Bahan yang digunakan mulai bergeser dari katun ke
handuk terry dan kain muslin yang lembut. Meski demikian, kebutuhan akan
kepraktisan rupanya membuat popok kain buatan pabrik dirasa kurang memuaskan.
Pada tahun 1947 Marion Donovan dari
Amerika dan Paddi oleh Valerie Hunter menemukan popok sekali pakai bernama
“booter”. Suami Istri Rick dan Erika Force melalui Motherease adalah pelopor
popok kain modern (modern cloth diapers) dengan desain unik yang kemudian
dikenal dengan sebutan AIO (All in one) pada tahun 1991 di Kanada. Kesadaran
akan besarnya anggaran untuk popok sekali pakai adalah motivator utama pasangan
ini untuk bergerak menciptakan desain popok ekonomis yang tetap nyaman dipakai
bayi. (Rahayu, 2016)
Bayi-bayi
jaman dahulu bisa dikatakan jarang terkena ruam popok, karena mereka hanya
mengenakan popok kain yang terbuat dari kain tipis sehingga saat bayi ngompol
bisa cepat kering sendiri.
Tetapi untuk menjaga kebersihan dan kesehatan bayi, popok
harus segera diganti. Hal ini tentu cukup melelahkan karena bayi bisa saja mengompol
hingga 2-3 kali per jam. Belum lagi jika bayi BAB, kotorannya bisa menyebar
(berantakan).
Kelebihan dari popok kain tentunya lebih hemat, karena
orang tua hanya perlu membeli beberapa popok kain dan menggunakannya berulang
kali. Bahkan, kadang kala bisa diwariskan kepada generasi berikutnya. Ada pula
beberapa keluarga yang memberikannya kepada calon ibu lain yang akan memiliki
momongan.
Tetapi
zaman sekarang, ibu-ibu lebih memikirkan segi praktiks. Sekarang sudah bukan
jamannya lagi bagi para ibu untuk berkutat seharian dengan tumpukan popok bayi
di dalam bak cucian dan proses penjemuran yang menjemukan. Apalagi, jika sedang
musim hujan, mereka harus berupaya mengeringkannya di dalam rumah agar tidak
sampai kekurangan popok.
Sekarang ini, para orang tua lebih memilih menggunakan
popok bayi sekali pakai dan tinggal membuangnya saja jika sudah kotor. Oleh karena
itu kebutuhan
akan popok sekali pakai semakin hari semakin meningkat. Penumpukan sampah popok
sekali pakai tentu berdampak pada pencemaran lingkungan.
Sampah
tersebut merupakan jenis sampah produk yang sulit terurai oleh mikroorganisme
sehingga jika dibiarkan akan semakin menumpuk. Salah satu bahan yang terkandung
dalam popok sekali pakai yaitu plastik. Plastik memiliki karakteristik sukar
terurai, tidak menyerap, bahkan kedap air serta tidak berkarat. Karena sifatnya
yang kedap air maka mikroorganisme pun enggan menyentuhnya sehingga tidak
adanya proses pembusukan. Akibatnya, tidak dapat dihancurkan oleh
mikroorganisme. Apabila sampah plastik tidak terurai, tidak membusuk, tidak
berkarat berarti bersifat kumulatif. Maka keberadaan sampah plastik akan
menggunung. Kehadiran sampah plastik di suatu perairan, apabila dalam jumlah
banyak akan menyita ruang. Plastik juga akan mengurangi tata guna air,
akibatnya hantaran panas air tidak sama dan lebih jauh mengganggu keseimbangan
cairan (homeostasis). Keberadaan plastik pada tanah akan menimbulkan
keterbatasan penggunaan tanah. (Rahayu, 2016)
Dimulai dari hal yang kecil yang
berada di lingkungan rumah akan tetapi berdampak sangat fatal bagi keseimbangan
lingkungan. Jika dalam satu rumah memiliki satu bayi atau balita yang masih
memakai popok, dalam sehari rata-rata bayi membutuhkan popok sekali pakai 3-6
buah dalam penggunaan popok sekali pakai selama satu tahun : 6 buah x 365 hari
= 2.190 sampah. Dilihat dari segi ekonomi, pemakaian popok sekali pakai pada
bayi sangat terasa. Jika satu anak memakai popok dengan harga yang paling murah
maka dapat dihitung pengeluaran pertahun untuk pemakaian popok sekali pakai
adalah : Rp.1.500,-x6 buahx365 hari = Rp 3.285.000,-
Selain biaya yang dikeluarkan lebih
besar dan memberi dampak buruk bagi lingkungan, popok sekali pakai ternyata memberikan
masalah kesehatan juga bagi bayi. Pada sebagian bayi popok sekali pakai menimbulkan
masalah diantaranya terjadinya iritasi kulit, gatal, dan luka. Menurut Weisbrod
dan Hoff (2011) uric acid pada urine neonates merupakan pemicu pertumbuhan
Candida sp. Dib (2005) mengemukakan bahwa ruam kemerahan (iritasi) pada
permukaan kulit bayi dapat terjadi juga pada di daerah pangkal paha bayi.
Kemerahan tersebut menunjukkan iritasi pada kulit bayi yang dipicu oleh bakteri
pada popok sekali pakai maupun bakteri pada urine. Ketika ammonia yang terdapat
pada urine bergabung dengan plastik diapers maka suasana dipermukaan kulit bayi
yang anaerobic akan mendukung pertumbuhan bakteri. Bayi yang sering enupresis
dan enkopresis tetapi tidak diganti akan memperburuk kondisi kulit bayi. Pada
bayi dengan ASI eksklusif makanan ibu juga dapat mempengaruhi terutama jika
kandungan zat makanan yang tergolong allergen. Penggunaan antibiotik juga dapat
menyebabkan iritasi karena antibiotik akan membunuh semua jenis bakteri
termasuk bakteri yang akan berkompetisi dengan jamur. Disamping itu juga bahan
kimia popok sekai pakai, bahan makanan bayi yang menyebabkan alergi baik pada
urine maupun feses. Penelitian tentang lamanya penggunaan diapers yang aman
pada setiap jenis diapers belum dilakukan Mullen (2005). Disamping disebabkan
oleh bakteri, kemerahan juga kemungkinan disebabkan oleh jamur, karena kondisi
yang lembab dan tersedianya faktor pendukung kehidupan jamur. Iritasi tersebut
juga dipengaruhi oleh acrodermatitis enteropathica yang berhubungan dengan
diare, hilangnya rambut pada permukaan kulit, erosive perioral dermatitis,
malabsorbtion, malnutrition, asma, alergi herpes dan HIV. Dampak iritasi
tersebut adalah luka, rasa gatal dan panas, demam, dan limphangitis. Infeksi
lain yang mungkin timbul adalah cystitis yang dapat berlanjut pada penurunan
fungsi urogenital. (Noriko)
Jika dilihat dampak positif dan negatif
yang ditimbulkan dari popok kain maupun popok sekali pakai, dapat dikatakan
bahwa popok kain sifatnya lebih aman. Entah aman bagi kesehatan bayi, aman bagi
lingkungan, dan pastinya aman bagi “dompet” orangtua. Walaupun popok kain tidak
praktis seperti diaper, tetapi kesehatan bayi adalah yang utama. Apabila ada
pilihan untuk menjaga kesehatan bayi dengan menggunakan popok kain, tentu ada
baiknya kita terapkan. Lagipula dengan tindakan kecil seperti menggunakan popok
kain, kita sebagai penduduk bumi telah menunjukan kepedulian dan cinta pada
bumi.
Daftar Pustaka :
https://id.theasianparent.com/pedebatan-soal-popok-bayi
Aisyah, Siti. 2016. HUBUNGAN
PEMAKAIAN DIAPERS DENGAN KEJADIAN RUAM POPOK PADA BAYI USIA 6 – 12 BULAN. http://journal.unisla.ac.id/pdf/19812016/d.%20dr.%20Siti.pdf
Hidayat, Atep Afia, Kholil,
Muhammad. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Industri
Norgitasari, Selvia. 2017. PEMAKAIAN
DIAPERS TERHADAP PERILAKU TEMPERTANTRUM PADA ANAK. http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/download/94/39
Noriko, Nita. DIAPERS BAGI
KESEHATAN BAYI DAN LINGKUNGAN. https://media.neliti.com/media/publications/175431-ID-diapers-bagi-kesehatan-bayi-dan-lingkung.pdf
Rahayu, Yayu. 2016. PERANCANGAN
KOMUNIKASI VISUAL KAMPANYE PENGGUNAAN CLOTH DIAPER SEBAGAI SOLUSI POPOK RAMAH
LINGKUNGAN. http://digilib.isi.ac.id/1261/7/yayu%20rahayu_0911909024.pdf
(semua diakses tanggal 10 Agustus 2018)
(semua diakses tanggal 10 Agustus 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.