Oleh: Muhamad Aldi Setiadi (@T19-Aldi)
ABSTRAK
Kimia hijau,
juga disebut kimia berkelanjutan,
adalah filsafat penelitian dan rekayasa/teknik kimia yang menganjurkan desain
produk dan proses yang meminimasi penggunaan dan penciptaan senyawa-senyawa
berbahaya. Sementara kimia lingkungan adalah cabang kimia yang
membahas lingkungan hidup dan zat-zat kimia di alam, kimia hijau justru
berupaya mencari cara untuk mengurangi dan mencegah pencemaran pada
sumbernya.
Kata kunci: kimia hijau, kimia lingkungan
ABSTRACT
Green chemistry, also called sustainable chemistry, is a research and
chemical engineering/engineering philosophy that advocates the design of
products and processes that minimize the use and creation of hazardous
compounds. While environmental chemistry is a branch of chemistry that deals
with the environment and chemical substances in nature, green chemistry instead
seeks to find ways to reduce and prevent pollution at its source.
Keywords: green chemistry, environmental chemistry
PENDAHULUAN
Kimia hijau, juga disebut kimia berkelanjutan, membahas desain
proses dan produk kimia yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
penggunaan atau pembentukan zat berbahaya. Kimia hijau juga diakui sebagai
kimia berkelanjutan dan berlaku untuk kimia organik, kimia anorganik, biokimia,
kimia analitik, kimia fisik dan teknik kimia juga. Kimia hijau mengacu pada
siklus hidup suatu produk, termasuk desain, pembuatan, penggunaan, dan
pembuangannya. Selain itu, rekayasa hijau dapat didefinisikan sebagai tata
krama, nilai, dan prinsip yang sadar lingkungan, dikombinasikan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi, semuanya diarahkan pada peningkatan kualitas
lingkungan (Marteel-Parrish dan Abraham,
2014).
Pendidikan
kimia saat ini mempunyai fokus pada pemikiran pengaruh produksi senyawa kimia
pada lingkungan. Pada saat ini diperkirakan akan banyak sekali produk kimia
yang dahulu dianggap ramah lingkungan, tetapi nanti dibatasi pemakaiannya
karena berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Padahal penanganan limbah
industri, sebenarnya sudah sejak lama konsep pembangunan berkelanjutan
diwacanakan oleh masyarakat dunia dan dijadikan kerangka acuan program
pembangunan nasional di banyak negara. Bertolak dari konsep pembangunan
berkelanjutan tersebut, maka mulai tahun 1980-an telah
dikembangkan kimia hijau (Green Chemistry) yang berkaitan penerapan 12
(dua belas) prinsip yang bertujuan untuk mengurangi aktivitas dan dampak
industri kimia dan produk-produknya terhadap kesehatan manusia dan kondisi
lingkungan (Sudarmin, 2013).
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Kimia Hijau?
2. Apa saja prinsip Kimia Hijau?
3. Apa saja aplikasi penerapan dari Kimia
Hijau?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi Kimia Hijau
2. Untuk mengetahui prinsip Kimia Hijau
3. Untuk mengetahui aplikasi penerapan
Kimia Hijau
PEMBAHASAN
Green chemistry atau
“kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada pencegahan polusi. Pada
awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global setelah Environmental
Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act yang merupakan
kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi. Green chemistry
merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi
bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan.
Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan
penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan
maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry
ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan,
termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan penipisan sumber
daya alam (Anwar, 2015).
Istilah kimia digunakan dalam “green chemistry” dimaksudkan karena
melibatkan struktur dan perubahan suatu materi. Perubahan tersebut pasti
melibatkan energi sebagai sumbernya. Oleh karena itu konsep green chemistry ini
juga erat kaitannya dengan energi dan penggunaannya baik itu secara langsung
maupun yang tidak langsung seperti penggunaan suatu material dalam hal
pembuatan, penyimpanan dan proses penyalurannya (Anwar, 2015).
Green chemistry merupakan pendekatan yang
sangat efektif untuk mencegah terjadinya polusi karena dapat digunakan secara
langsung oleh para ilmuwan dalam situasi sekarang. Konsep ini lebih memfokuskan
pada cara pandang seorang peneliti untuk menempatkan aspek lingkungan pada
prioritas utama. Area penelitian dalam bidang green chemistry ini meliputi
pengembangan cara sintesis yang lebih ramah lingkungan, penggunaan bahan baku
yang terbarukan, merancang bahan kimia yang green, serta penggunaan
bioteknologi sebagai alternatif dalam industri (Sharma, 2008).
Menurut
Prof. Is Fatimah (2019), dalam
sejarah industri kimia, faktor produktifitas lebih banyak diarahkan untuk
mendapatkan hasil sintesis sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan efek yang
ditimbulkan seperti dihasilkannya residu, limbah bahan kimia serta efek
toksikologi dari produk yang dihasilkan. Dari aspek lain, konsumsi energi bagi
beberapa reaksi sangat tinggi.
“Jumlah
dan variasi produk kimia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tumbuh
dengan cepat. Untuk memproduksi material atau bahan baru, terkadang senyawa
baru digunakan yang barangkali memiliki efek kesehatan yang belum diketahui
atau bahkan merugikan,” paparnya.
Pada
perkembangan saat ini menurut Prof. Is Fatimah, kimia hijau berperan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada berbagai lini, yang didasarkan pada
12 (dua belas) prinsip meliputi: Pencegahan (Waste prevention), Atom economy,
Sintesis bahan kimia rendah bahaya (Less hazardous chemical synthesis), Desain
bahan kimia aman (Designing safer chemicals), Pelarut dan bahan tambahan aman
(Safer solvents and auxiliaries).
Selanjutnya
yakni Desain untuk efisiensi energi (Design for energy efficiency), Penggunaan
bahan terbarukan (Use of renewable feedstocks), Pengurangan produk
turunan/derivative (Reduce derivatives), Katalisis (Catalysis), Desain untuk
degradasi (Design for degradation), Analisis sewaktu untuk pencegahan polusi
(Real-time analysis for pollution prevention), dan Pencegahan kecelakaan akibat
bahan kimia secara inheren (Inherently safer chemistry for accident
prevention).
Anastas
dan Warner (1998) mengusulkan konsep “The Twelve Principles of Green
Chemistry” yang digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan
penelitian yang ramah lingkungan. Berikut adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang
diusulkan oleh Anastas dan Warner:
1. Mencegah timbulnya limbah
dalam proses
Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang
timbul setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat
besar.
- Mendesain produk bahan kimia yang aman
Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk
mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan
kimia yang aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan
kimia memiliki kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas
rendah). Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara
menurunkan nilai bioavailability.
- Mendesain proses sintesis yang aman
Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan
menghasilkan bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau
meminimalkan bahaya terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut.
- Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan
Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada
menggunakan bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi.
Bahan baku terbarukan biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam,
sedangkan bahan baku tak terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti
minyak bumi, gas alam, batu bara, dan bahan tambang lainnya.
- Menggunakan katalis
Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen
hasil yang meningkat, serta mampu mengurangi produk samping. Peran katalis sangat
penting karena diperlukan untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan. Dari sisi green chemistry
penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi
penggunaan reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.
- Menghindari derivatisasi dan modifikasi
sementara dalam reaksi kimia
Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung,
proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia
harus diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan
derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.
- Memaksimalkan atom ekonomi
Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan
proporsi produk yang diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar.Konsep atom
ekonomi ini mengevaluasi sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil
sebagai parameter untuk menentukan suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa
melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari reaksi tersebut.Atom ekonomi
disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang dihasilkan dibandingkan
dengan reaktan yang digunakan.Jika semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya
menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom
ekonomi 100%. Berikut adalah persamaan untuk menghitung nilai atom ekonomi:
Atom ekonomi (%) = x 100%
- Menggunakan pelarut yang aman
Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia
tambahan yang lain harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan,
maka harus seminimal mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam
proses sintesis, misalkan pada proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa
gerak pada kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan yang berlebih akan
mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain adalah
dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti
ionic liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan “biosolvents”. Selain itu ada beberapa
metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut
ataupun reaksi dalam media air.
9. Meningkatkan efisiensi
energi dalam reaksi
Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan
efek terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia
dilakukan dalam suhu ruang dan menggunakan tekanan. Penggunaan energi alternatif dan
efisien dalam sintesis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru
diantaranya adalah dengan menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave),
ultrasonik dan fotokimia.
- Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan,
oleh karena itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak
terakumulasi di lingkungan. Seperti sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta
bahan kimia lainya.
- Penggunaan metode analisis secara langsung
untuk mengurangi polusi
Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi
pembentukan produk samping yang tidak diinginkan. Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan teknologi
analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam
prosesnya.
12. Meminimalisasi potensi
kecelakaan
Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian
rupa sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia
ke lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari.
Aplikasi
penerapan ke-12 prinsip kimia hijau ini masih belum sepenuhnya dilakukan para
kimiawan khususnya yang bergerak pada bidang sintesis dalam hal desain reaksi
dan metode yang digunakan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya
pencemaran lingkungan. Marilah kita mulai penelitian yang lebih berwawasan
lingkungan dengan mempertimbangkan aspek green chemistry, agar generasi
mendatang dapat hidup lebih baik.
Beberapa
aplikasi Green Chemistry yang memenangkan penghargaan dari Presidential Green
Chemistry Challenge Awards yang didukung ACS Green Chemistry Institute antara
lain: Vitamin C (asam askorbat) untuk proses pembuatan polimer, Professor
Krzysztof Matyjaszewski dari Carnegie Mellon University telah mengembangkan
pelarut yang aman bagi lingkungan. Proses yang ditelitinya disebut Atom
Transfer Radical Polymerization (ATRP) yang biasa dilakukan untuk proses
pembuatan polimer. Proses ATRP ini dilakukan dengan Vitamin C sebagai pereduksi (Ulfah, dkk, 2013).
Beberapa
tahun terakhir ini, mulai dikembangkan metode sintesis yang berbasis green chemistry misalnya melalui reaksi
kondensasi Claisen-Schmidt bebas pelarut. Metode ini merupakan metode green chemistry, karena tidak banyak
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya, waktu reaksi yang pendek sehingga aman
bagi lingkungan (Prabawati, 2015)
Menurut
Susanti (2012) pernah melakukan sintesis senyawa
2,6-dihidroksi-3,4-dimetoksialkon dengan menggunakan reaksi kondensasi.
Claisen-Schmidt dengan Teknik grinding. Produk hasil sintesis diperoleh sebesar
70% dan hanya memerlukan waktu reaksi yang singkat.
KESIMPULAN
Green chemistry memiliki
peranan penting untuk mencegah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
proses dan produk bahan kimia beracun dan berbahaya. Prinsip Green Chemistry dapat diapliaksikan
dalam pembelajaran kimia, salah satunya yaitu dalam kegiatan praktikum di
laboratorium. Hal yang dapat dilakukan diantaranya mengurangi atau mengganti
bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam suatu reaksi kimia atau
sintesis suatu senyawa yang menghasilkan limbah berbahaya yang dapat menimbulkan
masalah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anastas, P., dan Warner,
J.C. (1998). Green Chemistry, Theory and Practice. Oxford
University Press: Oxford. Dalam https://global.oup.com/academic/product/green-chemistry-theory-and-practice-9780198506980?cc=id&lang=en& (Diakses pada
13 November 2021).
Anwar, Muslih. (2015). Kimia Hijau/Green Chemistry. Dalam http://bptba.lipi.go.id/bptba3.1/?lang=id&u=blog-single&p=343 (Diakses pada 13 November 2021).
Fatimah, Is. (2019). Kimia Hijau Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan di
Berbagai Lini. Dalam https://www.uii.ac.id/kimia-hijau-wujudkan-pembangunan-berkelanjutan-di-berbagai-lini/ (Diakses pada 13 November 2021).
Marteel-Parrish, A. E., & Abraham, M. A. (2014). Green
chemistry and engineering. Symbiosis Of Environmental Protection And
Occupational Safety In Toxic, Explosive And Flammable Atmospheres: Current
Knowledge And Advances, 13(6), 1551-1553. Dalam http://www.eemj.icpm.tuiasi.ro/pdfs/vol13/no6/34_BR_Green_chem.pdf (Diakses pada
13 November 2021).
Prabawati,
Susi Yunita., A. Wijayanto. 2015. Penerapan Green
Chemistry dalam Praktikum Kimia Organik (Materi Reaksi Nitrasi pada
Benzena). Jurnal. Vol.3. 1-8. Dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/29020/5/Susy%20Yunita%20Prabawati%20-%20PENERAPAN%20GREEN%20CHEMISTRY%20DALAM%20PRAKTIKUM%20KIMIA%20ORGANIK.pdf (Diakses pada 13 November 2021).
Sharma, S.K., Chaudhary, A., dan
Singh, R.V. (2008). Gray Chemistry Versus Green Chemistry: Challenges and
Opportunities, Rasayan J.Chem., 1, 1, 68-92. Dalam https://www.semanticscholar.org/paper/GRAY-CHEMISTRY-VERSES-GREEN-CHEMISTRY%3A-CHALLENGES-Sharma-Chaudhary/737dfd0d71a60e82c26077e34cdf22915f211d24 (Diakses pada 13 November 2021).
Sudarmin,
2013. Kemampuan Generik Sains Kesadaran Tentang Skala Sebagai Wahana
Mengembangkan Praktikum Kimia Organik Berbasis Green Chemistry. Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran. Vol. 20. No.1. Dalam http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-pembelajaran/article/view/3866 (Diakses pada 13 November 2021).
Susanti, E., Matsjeh, S.,
Wahyuningsi, T.D., Mustofa.2012. Sintesis 2,6-d dihidroksi-3,4-dimetoksialkon
Melalui Kondensasi Claisen-Schmidt dengn Teknik Grinding. Prosiding Seminar Nasional Kimia. UNY, Yogyakarta. Dalam https://eprints.uny.ac.id/51900/ (Diakses pada 13 November 2021).
Ulfah, dkk. 2013. Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry pada Program Studi
Pendidikan Biologi. Seminar Nasional X
Pendidikan Biologi FKIP UNS. Dalam
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/article/download/3208/2248 (Diakses pada 13 November 2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.