Kimia
Hijau (Green Chemistry) adalah desain produk dan proses kimia yang berupaya
mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya. Green chemistry atau “kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus
pada pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara
global setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution
Prevention Act yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi
polusi. Green chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan
baik itu dari segi bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi
yang digunakan. Konsep ini menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada
pengurangan penggunaan dan pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi
perancangan maupun proses. Bahaya bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep
green chemistry ini meliputi berbagai ancaman terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik, perubahan iklim global, dan
penipisan sumber daya alam.
Green chemistry merupakan
pendekatan yang sangat efektif untuk mencegah terjadinya polusi karena dapat
digunakan secara langsung oleh para ilmuwan dalam situasi sekarang. Konsep ini
lebih memfokuskan pada cara pandang seorang peneliti untuk menempatkan aspek
lingkungan pada prioritas utama. Area penelitian dalam bidang green chemistry
ini meliputi pengembangan cara sintesis yang lebih ramah lingkungan, penggunaan
bahan baku yang terbarukan, merancang bahan kimia yang green, serta penggunaan
bioteknologi sebagai alternatif dalam industri (Sharma, 2008).
ISI
Lihatlah
sekeliling kita dan amatilah, ternyata ada bermacam-macam zat yang digunakan
sebagai pelarut. Demikian juga hampir semua proses produksi material umumya
menggunakan pelarut sebagai media reaksi. Coba bayangkan, pada perhitungan
tahun 1980, dari total konsumsi industri cat di Inggris sepertiganya
dibelanjakan untuk pelarut. Pelarut di industri terutama digunakan untuk
menghilangkan komponen padat atau cair dari campuran yang ingin dimurnikan,
untuk menghilangkan zat pengotor pada suatu campuran zat dan sebagai media
reaksi kimia sekaligus pelindung komponen padat. Kedudukan pelarut menjadi
semakin penting ketika dikaitkan dengan isyu dampak lingkungan dan teknologi
yang ramah terhadap lingkungan (green chemistry). Salah satu sumbangan polusi
yang menonjol dan sulit diatasi adalah limbah pelarut setelah digunakan dalam
proses produksi material. Apalagi ketidaktahuan bahkan ketidakpedulian kalangan
industri mengenai dampak pelarut semakin memperparah keadaan. Pelarut-pelarut
tersebut dikenal sebagai pelarut organik yang mudah menguap (volatile organic
compounds), berasal dari senyawa hidrokarbon dan turunannya yang berbahaya bagi
mahluk hidup maupun lingkungan. Sebagai contoh pelarut aseton maupun turunan
senyawa keton adalah pelarut organik yang paling banyak digunakan dalam
industri demikian juga senyawa siklik semacam Toluen atau xylen.
Pelarut
hijau atau istilah asingnya “Green Solvent” sesungguhnya bukanlah pelarut yang
berwarna hijau tapi hanya sebuah istilah yang kini sedang populer dibidang
teknologi ramah lingkungan. Pelarut hijau adalah pelarut yang benar-benar
memberikan dampak negatif seminimal mungkin terhadap mahluk hidup dan
lingkungan. Tentu saja pelarut yang paling memenuhi syarat tersebut adalah air
sebagai pelarut universal. Sayangnya sifat kimia dari air membatasi
penggunaannya sebagai pelarut dalam proses produksi. Sedangkan teknologi yang
berkembang seiring dengan isyu “green chemistry” adalah ionic liquids, fluida
superkritis dan yang paling mutakhir adalah sistem pelarut dua fasa menggunakan
turunan senyawa fluor. Walau demikian, kedua sistem yang disebutkan terakhir
masih menemukan kendala dalam pemanfaatannya secara massal disebabkan masalah
teknis sehingga ionic liquids merupakan satu-satunya kandidat yang layak dan
siap digunakan oleh industri terutama sebagai sistem pelarut dalam reaksi
kimia.
Tentang Ionic Liquids
Ionic liquid adalah cairan yang tersusun
hanya atas ion, tidak menguap, tidak terbakar dan stabil pada suhu tinggi. Larutan
itu berasal dari padatan yang dilarutkan dalam pelarut tertentu atau dari gas
yang dikompres sehingga menjadi larutan. Cairan/lelehan/leburan merupakan
padatan garam yang dipanaskan sehingga meleleh. Berangkat dari definisi ini,
maka perbedaan antara larutan dengan lelehan terletak dengan ada atau tidaknya
pelarut. Larutan mengandung pelarut dan lelehan tidak mengandung pelarut. Garam-garam
ionik anorganik biasanya memiliki titik leleh yang tinggi, di atas 1000 C.
Kebalikan dari garam-garam anorganik, ionic liquid merupakan garam
ionik/senyawa ionik yang memiliki titik leleh di bawah 100 C atau biasanya
meleleh pada suhu ruangan. Biasanya ionic liquid merupakan garam-garam dari
senyawa organik. Beberapa di antaranya dapat dilihat pada gambar.
Karena belum adanya
kesepakatan istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, maka artikel ini cukup
menyebutkan istilah asingnya saja yakni ionic liquids (ILs). Baru-baru ini Ionic
Liquid mulai banyak diterapkan di industri sebagai pengganti pelarut
konvensional semacam pelarut organik dalam reaksi kimia. Turunan
senyawa-senyawa imidazolium dan pyridinium juga phosponium dan
tetralkylammonium adalah beberapa contoh yang umum.
Sifat dan Penggunaannya
Ionic liquids yang
dikatakan sebagai pelarut ramah lingkungan ternyata memiliki sifat mudah
melarutkan hampir kebanyakan senyawa organik maupun anorganik yang umum
digunakan dalam proses produksi material. Selain itu, Ionic Liquid relatif
memiliki stabilitas panas yang tinggi, tidak mudah terbakar, memiliki nilai
tekanan uap yang demikian kecil bahkan nyaris tidak terukur dan terutama yang
penting adalah daya tahannya terhadap reaksi berulang kali. Sifat-sifatnya
semacam kepolaran atau hidrofilisitas/lipofilisitas yang bisa diatur tergantung
dari gugus molekul anion maupun kation yang menyusunnya menjadikan Ionic Liquid sebagai “tailored-made solvents”.
Sekarang ini banyak penelitian mengarahkan penggunaan Ionic Liquid sebagai
pelarut sekaligus katalis. Jadi keistimewaan lain dari Ionic Liquid adalah
kemampuannya sebagai katalis dalam reaksi kimia (katalis homogen), lebih dari
sekedar melarutkan senyawa reaktan dan produk. Reaksi sikloadisi Diels-Alder,
asilasi dan alkilasi Friedel Craft, hidrogenasi maupun oksidasi adalah beberapa
contoh reaksi yang bisa menggunakan ionic liquids sebagai pelarut maupun katalis.
Jika dikombinasikan dengan air atau pelarut lain, maka Ionic Liquid dapat
dimanfaatkan sebagai pelarut dua fasa dalam proses ekstraksi. Sedangkan
teknologi yang sekarang juga dikembangkan adalah pemanfaatan Ionic Liquid
sebagai elektrolit dalam baterai.
Perbedaan mendasar antara ionic liquid dengan lelehan garam
alkali hailda adalah di ionic liquid yang ada hanyalah ion dan pasangan ion
sementara lelehan garam halida murni ionik dan larutannya terdiri antara solven
dan kation/anion yang terhidrat.
Ionic liquid memang tidak mungkin benar-benar menggantikan
kedudukan pelarut organik, namun kehadirannya diharapkan dapat mengurangi
tingkat pencemaran maupun emisi dari pelarut yang mudah menguap dan berbahaya.
Pada masa sekarang kebutuhan terhadap Ionic Liquid memang masih kecil dan harganya yang relatif
tinggi, namun seiring dengan semakin majunya penelitian Ionic Liquid dan
tekanan terhadap industri untuk menggunakan “Pelarut Hijau”, maka Ionic Liquid akan menjadi solusi yang paling tepat.
Beberapa waktu lalu suatu lembaga riset di Korea Selatan telah berhasil
mengembangkan Ionic Liquid sebagai katalis homogen untuk reaksi kopling karbon
dioksida dengan epoksida menghasilkan senyawa karbonat siklik. Penelitian
tersebut berhasil mensintesa senyawa karbonat siklik diatas 90% dengan
selektivitas hampir 100%. Uji coba skala pilot menunjukkan hasil yang relatif
serupa dengan skala laboratorium setelah dilakukan penyesuaian temperatur dan
tekanan serta modifikasi terhadap proses pemisahannya. Kelebihan teknologi ini
adalah penggunaan katalis yang efisien dan stabilitas aktivitas katalis yang
tinggi. Proses ini benar-benar bisa dikatakan ramah lingkungan karena tidak
digunakannya pelarut apapun dalam reaksi kopling dan rupanya telah ada beberapa
perusahaan ternama di Korea Selatan yang tertarik dengan teknologi ini.
Daftar Pustaka:
Hidayat, Atep Afia. 2017. Kimia Hijau. Kimia, Industri
dan Teknologi Hijau. Jakarta
Anwar, Muslih. 2015. Kimia Hijau/Green Chemistry. “http://bptba.lipi.go.id/bptba3.1/?lang=id&u=blog-single&p=343”
(Diakses Jam 18.32 tanggal 29 Agustus 2018).
Anonim. 2015. Sekilas Tentang Ionic Liquid. “https://neax502.wordpress.com/2013/04/04/sekilas-tentang-ionic-liquid/”
(Diakses Jam 18.35 tanggal 29 Agustus 2018).
Anonim. 2011.
Reaksi Kimia dalam “Pelarut Hijau”. “http://kliwonanwonoyoso.blogspot.com/2011/01/reaksi-kimia-dalam-pelarut-hijau.html”(Diakses
Jam 18.40 tanggal 29 Agustus 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.