Definisi
Pencemaran
udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan
terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan
kesehatan tubuh manusia. Pencemaran udara biasanya terjadi di kota-kota besar
dan juga daerah padat industri yang menghasilkan gas-gas yang mengandung zat di
atas batas kewajaran. Rusaknya ata semakin sempitnya lahan hijau atau pepohonan
di suatu daerah juga dapat memperburuk kualitas udara di tempat tersebut.
Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang mengeluarkan gas
yang mencemarkan lingkungan akan semakin parah pula pencemaran udara yang
terjadi. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah, pengusaha dan masyarakat
untuk dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran udara yang terjadi.
Pencemaran
udara dapat terjadi dimana-mana, misalnya di dalam rumah, sekolah, dan kantor.
Pencemaran ini sering disebut pencemaran dalam ruangan. Sementara itu
pencemaran di luar ruangan berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri,
perkapalan, dan proses alami oleh makhluk hidup. Sumber pencemar udara dapat
diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam terdiri
dari pembangkit listrik, industri dan rumah tangga. Sedangkan sumber bergerak
adalah aktifitas lalu lintas kendaraan bermotor dan tranportasi laut. Dari data
BPS tahun 1999, di beberapa propinsi terutama di kota-kota besar seperti Medan,
Surabaya dan Jakarta, emisi kendaraan bermotor merupakan kontribusi terbesar
terhadap konsentrasi NO2 dan CO di udara yang jumlahnya lebih dari 50%.
Penurunan kualitas udara yang terus terjadi selama beberapa tahun terakhir
menunjukkan kita bahwa betapa pentingnya digalakkan usaha-usaha pengurangan
emisi ini. Baik melalui penyuluhan kepada masyarakat ataupun dengan mengadakan
penelitian bagi penerapan teknologi pengurangan emisi. Secara umum, terdapat 2
sumber pencemaran udara, yaitu pencemaran akibat sumber alamiah, seperti
letusan gunung berapi, dan yang berasal dari kegiatan manusia, seperti yang
berasal dari transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6
jenis zat pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia, yaitu Karbon
monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), partikulat,
hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia, termask ozon. Di Indonesia, kurang
lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kendaraan
bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif,
baik terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan, seperti
timbal/timah hitam (Pb), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox). Kendaraan bermotor menyumbang hampir
100% timbal, 13-44% suspended particulate matter (SPM), 71-89% hidrokarbon,
34-73% NOx, dan hampir seluruh karbon monoksida (CO) ke udara Jakarta.
Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah tangga, di mana mencakup
41% dari sumber debu.
Zat pencemar
Sulfur dioksida: Batubara, minyak bumi, dan bahan bakar
lainnya sering tidak murni dan mengandung sulfur serta senyawa organik (berbasis karbon). Ketika
sulfur yang juga dikenal sebagai belerang mengalami proses pembakaran dengan oksigen dari udara, maka sulfur
dioksida (SO2) diproduksi. Pembangkit
listrik dengan bahan bakar batubara merupakan sumber
polutan sulfur dioksida udara terbesar di dunia, yang memberikan
kontribusi untuk terbentuknya asap dan hujan asam, serta menimbulkan
masalah kesehatan, terutama penyakit paru-paru.
Karbon monoksida: Proses pembakaran yang kurang sempurna dan dalam kondisi kekurangan oksigen akan menghasilkan CO.
Karbon dioksida: Gas CO2 diproduksi oleh semua manusia melalui proses pernafasan. Gas tersebut merupakan bahan baku bagi tanaman untuk menghasilkan karbohidrat melalui proses fotosintesis. Gas CO2 biasanya tidak dianggap sebagai polutan. Namun, CO2 merupakan gas rumah kaca yang dilepaskan oleh mesin industri, mesin mobil dan sepeda motor, serta pembangkit listrik. Sejak awal Revolusi Industri gas CO2 sudah terakumulasi di atmosfer bumi dan berkontribusi terhadap masalah pemanasan global dan perubahan iklim.
Nitrogen oksida: Nitrogen dioksida (NO2) dan nitrogen oksida (NO) adalah polutan yang dihasilkan sebagai akibat tidak langsung dari pembakaran, yaitu ketika nitrogen dan oksigen dari udara bereaksi bersama-sama. Polusi nitrogen oksida berasal dari mesin kendaraan dan pembangkit listrik, dan memainkan peran penting dalam pembentukan hujan asam, ozon dan asap. Seperti karbon dioksida, nitrogen oksida juga merupakan gas rumah kaca (berkontribusi terhadap pemanasan global).
Senyawa organik volatil (VOC): Bahan kimia berbasis karbon (organik), dapat menguap dengan mudah pada suhu dan tekanan normal, sehingga mudah menjadi gas. Oleh karena itu digunakan sebagai pelarut dalam berbagai bahan kimia rumah tangga yang seperti cat lilin, dan pernis. Namun merupakan salah satu polutan udara, diyakini memiliki efek buruk secara jangka panjang terhadap kesehatan manusia. Selain itu berperan dalam pembentukan ozon dan asap.
Partikulat: Ini adalah deposit jelaga sebagai polutan udara yang menghitamkan bangunan dan kesulitan menyebabkan gangguan pernafasan. Partikulat memiliki i berbagai ukuran (PM diikuti dengan nomor). Dalam hal ini PM 10 berarti partikel jelaga kurang dari 10 mikron (10 sepersejuta meter). Di perkotaan yang ramai sebagian besar partikulat berasal dari asap kendaraan bermotor..
Chlorofluorocarbons (CFC): Gas CFC telah dintakakan
berbahaya dalam pemakainnya, baik untuk pendingin dalam lemari es maupun
penyemprot pada kaleng aerosol. CFC terbukti dapat merusak lapisan ozon di
stratosfer.
SOLUSI YANG DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH
PENCEMARAN UDARA
Solusi
teknologi
Pembangkit listrik, pabrik, dan kendaraan bermotor
terus-menerus membuang berbagai polutan ke udara, sehingga menimbulkan berbagai
kritik, pemberitaan, pengamatan, kajian, seminar, lokakarya dan sebagainya.
Namun yang paling penting sebenarnya ialah menerapkan solusi teknologi yang
tepat untuk mengurangi kualitas dan kuantitas polutan. Solusi pencemaran udara
memang memerlukan investasi yang besar, sebagai contoh industri mobil
memerlukan dana yang besar untuk membuat mobil bertenaga listrik untuk
menggantikan mobil yang menggunakan bahan bakar minyak. Di sisi lainnya di
Planet Bumi ini terdapat ribuan pembangkit listrik batubara dan ratusan
pembangkit listrik tenaga nuklir, keduanya berpotensi besar menimbulkan
pencemaran udara, solusi teknologinya ialah dengan mulai memperhatikan
keberadaan energy terbarukan, dengan menggunakan sumber energi dari panel
surya, turbin angina, dan sebagainya. Solusi pencemaran udara ialah dengan
menggunakan teknologi bersih.
Berbagai peralatan untuk mereduksi polutan terus dirintis dan dikembangkan, sebagai contoh mobil dengan sumber energi bensin saat ini sudah banyak yang dilengkapi dengan Mari kita optimis, meskipun. Sama seperti teknologi telah menyebabkan masalah polusi udara, sehingga dapat memberikan solusi. Mobil dengan mesin bensin konvensional sekarang secara sudah banyak yang dilengkapi dengan catalytic converter , yang berfungsi mengurangi konsentrasi gas buangan. Begitu pula banyak pembangkit listrik dilengkapi dengan electrostatic smoke precipitatorst yang menggunakan listrik statis untuk menarik kotoran dan jelaga dari gas yang muncul di sekitar cerobong asap. Selain itu sudah banyak pembangkit listrik yang dilengkapi dengan carbon capture systems, di mana karbon dioksida dijerap, sehingga tidak dilepas ke udara. Teknologi ramah lingkungan, teknologi hijau atau teknologi hemat energi terus dikembangkan, dan secara keseluruhan berkontribusi terhadap pengurangan dampak negatif akibat pencemaran udara.
Peraturan
dan Perundang-udangan
Peraturan dan perundang-undangan menjasi solusi penting untuk mengendalikan pencemaran udara. Peraturan dan perundang-undangan tersebut ada yang berskala local untuk kota atau kabupaten tertentu, nasional, dan global. Sudah banyak kota yang semula dalam kondisi udaranya tercemar berat, kini berubah menjadi kota yang berudara relatif bersih, hal itu antara lain karena penerapan peraturan daerah secara konsisten. Di DKI Jakarta misalnya terdapat Perda Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Sedangkan untuk hal yang sama di Provinsi Jawa Barat terdapat Perda Nomor 11 Tahun 2006. Setelah tragedi kabut asap tahun 1952, pemerintah Kota London segera menarapkan Clean Air Act of 1956, yang membatasi dan mengatur penggunaan batubara, antara lain dengan membangun cerobong asap yang lebih tinggi.
Setiap negara memiliki peraturan dan perundang-undangan tentang pencemaran udara. Di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, antara lain berisi : Ketentuan Umum; Perlindungan Mutu Udara (Baku Mutu Udara Ambien, Status Mutu Udara Ambien, Baku Mutu Emisi dan Ambang Batas Emisi Gas Buang, Baku Tingkat Gangguan dan Ambang Batas Kebisingan, dan Indeks Standar Pencemaran Udara – ISPU); Pengendalian Pencemaran Udara (Pencegahan Pencemaran Udara dan Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup, Penanggulangan dan Pemulihan Pencemaran Udara); Pengawasan, Pembiayaan, Ganti Rugi, Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Isu penipisan lapisan ozon telah menjadi masalah global sejak dikemukakannya hasil penelitian para ahli terkait adanya penggunaan bahan kimia yang dapat merusak ozon di lapisan Stratosfer. Kerjasama global untuk perlindungan lapisan ozon dimulai dengan negosiasi yang menghasilkan Konvensi Wina tentang upaya melindungi lapisan ozon yang lahir pada tahun 1985 dan diikuti dengan Protokol Montreal pada tahun 1987 mengenai langkah-langkah penghapusan bahan-bahan yang dapat merusak lapisan ozon. Protokol Montreal merupakan salah satu perjanjian internasional dibidang lingkungan yang paling berhasil pelaksanaannya yang dapat memberikan contoh bagaimana kerjasama antara negara maju dan negara berkembang, serta antara pemerintah dan industri untuk melindungi lingkungan. Selain sudah diratifikasi oleh seluruh negara, implementasi Protokol Montreal telah menunjukkan penghapusan dan penurunan produksi dan konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO) yang terukur sesuai jadwal yang disepakati. Protokol Montreal ditandantangani tahun 1987, berlaku mulai 1989, kemudian direvisi tahun 1990 (di London), 1992 (di Kpenhagen)m 1995 (di Vienna), 1997 (di Montreal) dan 1999 (di Beijing). (LH, 2011).
Meningkatkan
kesadaran dan mengubah perilaku
Dalam hal ini teknologi bersih dapat menggantikan teknologi kotor, selain itu hukum dapat mengatur dan memberikan sanksi terhadap para pelanggar atau encemar udara, namun semua itu tidak berate jika tidak ada upaya untuk meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku manusia. Kadang-kadang harus ada kejadian besar untuk memperkuat kesadaran manusia, seperti bencana asbut di London, bencana Bhopal dan Chernobyl. Sebagian kasus pencemaran lingkungan terjadi karena pelaku tidak menyadarinya. Pencemaran udara dan masalah lingkungan lainnya merupakan persoalan kolektif yang harus dicari dan ditempuh solusinya secara bersama, Karena pada dasarnya lingkungan tidak mengenal batas-batas, sorang tetangga yang membakar sampah di halaman rumahnya, tidak bisa mengisolasi polutan yang dihasilkannya khusus untuk lingkungannnya sendiri. Tetapi polutan tersebut menyebar ke tetangga lainnya, bahkan satu kampung. Pembakaran hutan di Riau daratan untuk pembukaan perkebunan, tidak hanya menimbulkan asap dan kabut di lokasi itu saja, tetapi juga menyebar hingga ke negara tetangga. Selain itu ternyata akumulasi penggunaan senyawa CFC oleh sebagian manusia di seluruh Planet Bumi, dapat menimbulkan dampak kebocoran lapisan ozon di stratisfer. Tidak ada pilihan lain, di antara sesama manusia harus saling menyadarkan dan berupaya mengubah perlilaku yang tidak ramah lingkungan.
Lantas kesadaran dan perilaku apa saja yang secara nyata dapat mengurangi pencemaran udara, mulai dari hemat energi, hemat air, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi pembakaran sampah, mengembangkan taman organik, mengurangi penggunaan bahan kimia rumah tangga, gunakan cat tembok berpelarut air, lakukan daur ulang, dan jauhi rokok.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.