Macam Zat Kimia yang Sering Digunakan dalam
Industri Tekstil
Bahan-bahan kimia telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, menjadi bagian dari
aktifitas kita terutama di bidang industri tekstil.Banyak macam zat kimia yang
digunakan dalam industri tekstil, zat kimia tersebut sangat berperan penting
dalam proses penyempurnaan. Berikut adalah beberapa macam zat kimia yang sering
digunakan dalam industri tekstil:
2.2.1 Soda Api (NaOH)
Sodium hidroksida tersedia dalam
bentuk serpihan-serpihan (konsentrat 100%) atau dalam bentuk cair dengan konsentrasi
yang bermacam-macam.
2.2.2 Asam Klorida (HCl)HCl adalah cairan kekuning-kuningan dengan aroma kuat yang menusuk, bersifat sangat korosif.
2.2.2 Sodium Nitrit (NaNO₂)
Sodium nitrit adalah bubuk kristal putih kekuning-kuningan yang dapat dilarutkan dalam air. Senyawanya adalah agen oksidasi yang kuat.
2.2.3 Hidrogen Peroksida (H₂O₂)
Hidrogen peroksida memiliki sifat oksidasi yang kuat dan merupakan agen pengelantangan yang hebat. Hidrogen peroksida juga mudah terbakar.
2.2.4 Sodium Ditionit (Na₂S₂O₄)
Sodium ditionit (juga dikenal dengan sodium hidrosulfit) adalah bubuk kristal putih dengan aroma belerang. Senyawa ini adalah garam yang larut dalam air, dan dapat digunakan sebagai agen pereduksi dalam bentuk larutan encer.
2.2.5 Sodium Karbonat (Na₂CO₃)
Sodium karbonat adalah bubuk kristal putih yang dikenal juga sebagai abu soda.
2.2.2 Sodium Silikat (Na2SiO3)
Sodium silikat (water glass) adalah senyawa alkali yang kuat.
2.2.3 Zat warna Naftol dan zat warna reaktif
Zat warna Naftol dan zat warna reaktif termasuk dalam golongan senyawa Azo. Senyawa azo merupakan bahan kimia yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi. Senyawa Azo mampu mereduksi amina aromatik yang menghasilkan arylamines yang dapat menimbulkan alergi pada kulit. Selain itu, bahan penyempurna pewarnaan yang digunakan untuk kedua zat warna tersebut adalah sama yaitu zat warna naftol memerlukan bahan berupa garam diazium dan natrium hidroksida sebagai pelekatan zat warna ke dalam kain, sedangkan zat warna reaktif memerlukan natrium hidroksida dan alkali untuk proses pelekatannya.
DAFTAR PUSTAKA :
Zat Kimia Tekstil
Pengertian dari zat warna tekstil
Zat warna tekstil adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serap tekstil dan mudah dihilangkan kembali. Di Indonesia, belum ada Undang-Undang yang mengaturnya tentang penggunaan zat pewarna sehingga masih ada penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan; misal zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan (winarno, 1984).
Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor) dan dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil Kromofor berasal dari kata Chromophore yang bersal dari bahasa yunani yaitu Chroma yang berarti warna dan phoros yang berarti mengemban (Fessenden dan fessenden, 1982 ).
Dari berbagai referensi hasil penelitian tentang zat warna alam yang telah dibaca oleh tim peneliti, pemanfaatan zat warna alam pada umumnya masih menggunakan teknik pencelupan untuk mewarnai bahan tekstil. Oleh karena itu tim peneliti merasa perlu untuk mengembangkan penggunaan zat warna alam dengan teknik pencapan sablon. Hal ini didasari bahwa teknik pencapan sablon telah memasyarakat sehingga mudah dipelajari disamping itu akan dapat memperpendek waktu produksi jika digunakan untuk membuat motif batik pada kain oleh para pengrajin. Dari hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan produktivitas penggunaan zat warna alam untuk batik dan produk kerajinan.
Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Zat Pewarna Alat(ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil 130% tumbuhan atau hewan.
Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya pelestarian budaya. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil
Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Zat warna tekstil adalah semua zat berwarna yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serap tekstil dan mudah dihilangkan kembali. Di Indonesia, belum ada Undang-Undang yang mengaturnya tentang penggunaan zat pewarna sehingga masih ada penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan; misal zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan (winarno, 1984).
Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor) dan dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil Kromofor berasal dari kata Chromophore yang bersal dari bahasa yunani yaitu Chroma yang berarti warna dan phoros yang berarti mengemban (Fessenden dan fessenden, 1982 ).
Dari berbagai referensi hasil penelitian tentang zat warna alam yang telah dibaca oleh tim peneliti, pemanfaatan zat warna alam pada umumnya masih menggunakan teknik pencelupan untuk mewarnai bahan tekstil. Oleh karena itu tim peneliti merasa perlu untuk mengembangkan penggunaan zat warna alam dengan teknik pencapan sablon. Hal ini didasari bahwa teknik pencapan sablon telah memasyarakat sehingga mudah dipelajari disamping itu akan dapat memperpendek waktu produksi jika digunakan untuk membuat motif batik pada kain oleh para pengrajin. Dari hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan produktivitas penggunaan zat warna alam untuk batik dan produk kerajinan.
Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Zat Pewarna Alat(ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil 130% tumbuhan atau hewan.
Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan dijelaskan teknik eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya pelestarian budaya. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil
Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Komposisi Senyawa Kimia dalam Tekstil
Senin, 08 April 2013
Dari bahan hidrokarbon yang bisa dimanfaatkan untuk sandang adalah PTA (purified terephthalic acid) yang dibuat dari para-xylene dimana bahan dasarnya adalah kerosin (minyak tanah). Dari Kerosin ini semua bahannya dibentuk menjadi senyawa aromat, yaitu para-xylene. Rumus kimianya tau kan ? Bentuknya senyawa benzen (C6H6), tetapi ada dua gugus metil pada atom C1 dan C3 dari molekul benzen tersebut.
Senyawa hidrokarbon juga mulai digunakan untuk mengganti bahan alam
seperti kapas, sutra, dan wall. Bahan pakaian sintetis harganya lebih murah dan
dapat diproduksi secara besar-besaran dalam waktu singkat. Produk ini termasuk
polimer yang dibuat dari berbagai senyawa hidrokarbon molekul kecil yang
disebut monomer.
Proses pembuatan polyester
Proses pembuatan polyester
Kehalusan bahan yang terbuat dari serat poliester dipengaruhi oleh zat
penambah (aditif) dalam proses pembuatan benang (saat mereaksikan PTA dengan
metanol). Salah satu produsen PTA di Indonesia adalah di Pertamina Unit
Pengolahan III . Sebetulnya ada polimer lain yang juga dibunakan untuk pembuatan
serat sintetis yang lebih halus atau lembut lagi. Misal serat untuk bahan isi
pembalut wanita. Polimer tersebut terbuat dari polietilen.
Poliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional
ester dalam rantai utamanya. Meski terdapat banyak sekali poliester, istilah
"poliester" merupakan sebagai sebuah bahan yang spesifik lebih sering
merujuk pada polietilena tereftalat (PET). Poliester termasuk zat kimia yang
alami, seperti yang kutin dari kulit ari tumbuhan, maupun zat kimia sintetis
seperti polikarbonat dan polibutirat.
Kain dari poliester disebut-sebut terasa “tak alami” bila dibandingkan
dengan kain tenunan yang sama dari serat alami (misalnya kapas dalam penggunaan
tekstil). Namun kain poliester memiliki beberapa kelebihan seperti peningkatan
ketahanan dari pengerutan. Akibatnya, serat poliester terkadang dipintal
bersama-sama dengan serat alami untuk menghasilkan baju dengan sifat-sifat
gabungan. Poliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano,
tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrik untuk
kondensator, penyekat saput buat kabel dan pita penyekat.
Poliester kristalin cair merupakan salah satu polimer kristalin cair
yang digunakan industri yang pertama dan digunakan karena sifat mekanis dan
ketahanan terhadap panasnya. Kelebihan itu penting dalam penggunaannya sebagai
segel mampu kikis dalam mesin jet.
Poliester keras panas (thermosetting) digunakan sebagai bahan
pengecoran, dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapis
kaca serat dan dempul badan mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang
diperkuat kaca serat banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar
serta mobil.
Fairuz Hilwa Shahab13.23
Kimia tekstil
…adalah
salah satu cabang terapan dari ilmu kimia.
Kimia tekstil adalah salah satu cabang terapan dari ilmu kimia.
Kimia tekstil merupakan bidang yang sangat khusus dalam hal penerapan
prinsip-prinsip ilmu kimia untuk memahami bahan-bahan tekstil, juga dalam hal
memodifikasi bahan tekstil tersebut untuk mencapai fungsi (kegunaan) dan
estetika yang diinginkan. Misalnya untuk mendapatkan bahan tekstil dengan warna
tertentu serta memiliki sifat lembut, anti kusut, easy care, anti
bakteri, tolak air, tahan api, anti ngengat dan sebagainya. Selain itu, kimia
tekstil juga dapat diterapkan untuk membuat bahan-bahan tekstil yang bermanfaat
untuk bidang medis, militer, lingkungan dan sebagainya.
Pelajaran kimia tekstil dimulai dengan pengetahuan mengenai serat
tekstil (fibres) baik itu serat alam maupun serat buatan, juga
mempelajari bagaimana proses mewarnai bahan tekstil sampai proses finishing.
Serat-serat buatan atau sintetis sangat banyak diperdagangkan di seluruh dunia
oleh karena itu seorang ahli kimia tekstil juga dibekali pengetahuan mengenai
polimer. Kimia tekstil dan ilmu bahan (material science) memiliki
interaksi yang cukup besar dan terus berkembang.
Ilmu kimia tekstil juga menerapkan prinsip kimia permukaan (surface
chemistry) untuk proses-proses pencucian dan pada proses pencelupan maupun
penyempurnaan. Dalam hal ini seorang ahli tekstil harus memahami kimia organik
untuk mensintesa dan memformulasi produk-prosuk yang digunakan pada proses
tersebut.
…adalah
dinamis
Dulu seorang ahli kimia tekstil hanya memiliki pengetahuan tentang
struktur dan sifat-sifat dari serat alam dan sintetik serta mengenai
pencelupan, pencapan, dan penyempurnaan tekstil. Namun saat ini tidak hanya
itu, seorang ahli tekstil juga harus memiliki pengetahuan mengenai bagaimana
membuat proses tekstil yang ramah lingkungan, misalnya dengan membuat serat
yang biodegradable.
Saat ini juga berkembang mengenai biotextile, yaitu serat
yang dikembangkan untuk drug delivery systems. Hal lainnya adalah
aplikasi tekstil dibidang aeronautika, yaitu penggunaan material tekstil yang
dikenal dengan textile composite untuk bahan pesawat terbang dan bahan
lainnya yang menginginkan bahan yang kuat tapi ringan.
Jadi ilmu tekstil akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan manusia.
…terasa
Dalam bidang tekstil, Anda bekerja dengan sesuatu yang dapat
dipegang dan dirasakan. Keahliannya mencakup proses manufaktur, evaluasi
tekstil, pertenunan, perajutan, persiapan penyempurnaan, pencelupan, pencapan,
penyempurnaan sampai garmen.
Spesialisasi dalam bidang kimia tekstil memberikan kesempatan
aplikasi ilmu kimia yang kreatif dan dinamis. Kombinasi teori dan praktek
membuatnya memungkinkan dalam mengembangkan bermacam-macam textile chemicals
yang dibutuhkan untuk membuat bahan tekstil yang baik yang dapat bersaing dipasaran.
DAFTAR PUSTAKA : http://atobhai.blogspot.co.id/2008/12/kimia-tekstil_18.html
Jenis-Jenis Pewarna Bahan Tekstil
Menurut sumber diperolehnya zat warna
tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu:
- Zat Pewarna Alat (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil 130% tumbuhan atau hewan.
- Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena.
Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat
warna alam. Namun, seiring kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat warna
sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam.
Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh , ketersediaan warna
terjamin, jenis warna bermacam macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya
Meskipun dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan
zat warna sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan
budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada
proses pembatikan dan perancangan busana. Rancangan busana maupun kain batik
yang menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang
tinggi karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga
berkesan etnik dan eksklusif. Dalam tulisan ini akan dijelaskan teknik
eksplorasi zat warna alam dari tanaman di sekitar kita sebagai upaya
pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah sebagai salah satu upaya
pelestarian budaya. Zat Warna Alam untuk Bahan Tekstil
Zat warna alam
untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian
tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin
batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan tekstil
beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi
(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal
(Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium
guajava). (Sewan Susanto,1973).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan
yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun).
Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak
memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan
ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya
memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan
bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut:
Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen – pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut:
- Kain katun (birkolin) dan sutera, Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman di sekitar kita yang ingin kita jadikan sumber pewarna alam seperti : daun pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah manggis, daun jati, kayu secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun jenis tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi
- Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4) , tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini dapat di dapatkan di toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, ember, panci, kompor, thermometer , pisau dan gunting.. Proses Ekstraksi Zat Warna Alam
Daftar Pustaka : http://pengetahuantekstilbusana.blogspot.co.id/2016/06/jenis-jenis-bahan-pewarna-tekstil.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.