.

Sabtu, 10 Agustus 2019

INDUSTRI PETROKIMIA DI INDONESIA

 
INDUSTRI PETROKIMIA DI INDONESIA
 
Oleh: Winni Fazriah Mahmudah

 
Industri petrokimia adalah industri yang bergerak di bidang pembuatan bahan kimia menggunakan bahan baku hasil proses pengolahan minyak bumi dan gas alam. Dengan kata lain, industri petrokimia merupakan industri yang menghasilkan produk-produk turunan dari minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan kimia atau bahan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga industri petrokimia ini erat kaitannya dengan industri pengolahan minyak bumi dan gas alam. Tanpa minyak bumi dan gas alam, industri petrokimia tidak akan berjalan. Begitu pula semakin berkembangnya industri pengolahan minyak bumi dan gas alam maka akan merangsang pertumbuhan industri petrokimia juga.

Dalam hal ini industri petrokimia dibagi menjadi dua bagian besar (Yuliusman, 2011), yaitu Industri Petrokimia Hulu (upstream petrochemical), masih berupa produk dasar (produk primer) dan produk antara (produk setengah jadi); Industri Petrokimia Hilir (downstream petrochemical), berupa produk akhir dan atau produk jadi (Hidayat dan Kholil, 2018).

Industri petrokimia hulu bertugas melakukan proses pengolahan produk dasar berupa minyak bumi dan gas alam tersebut. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 8 th 2007 Pasal 1 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Petrokimia Hulu, industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah bahan baku berupa senyawa–senyawa hidrokarbon cair / gas (natural hydrocarbon) menjadi senyawa – senyawa kimia berupa olefin, aromatic dan syngas yang mencakup industri yang menghasilkan etilen, propilen, butadine, benzene, etilbenzene, toluene, xylen, styren dan cumene.

Industri petrokimia hilir  merupakan industri yang mengolah bahan berupa produk setengah jadi hasil pengolahan sebelumnya menjadi produk yang siap digunakan oleh masyarakat. Contoh produk yang dihasilkan dari industri petrokimia hilir ini yaitu pupuk urea, polyester, nilon, dsb serta produk jadi berupa alat – alat rumah tangga yang banyak dipakai sehari – hari.

Industri petrokimia di Indonesia sebagian besar berada di pulau Jawa. Hal ini karena Jawa merupakan daerah industri petrokimia nasional yang dimiliki Indonesia. Perusahaan industri petrokimia banyak tersebar di seluruh wilayah Jawa, mulai dari provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Industri petrokimia di Indonesia belum bisa stabil dimana adanya ketidakseimbangan antara produk yang dihasilkan oleh industri petrokimia hulu dengan hilir, sehingga tingginya kebutuhan produk impor masih tak bisa dituntaskan dengan baik. Akibatnya, petrokimia nasional menjadi industri manufaktur yang tidak mandiri dan bergantung pada impor bahan baku dari negara lain.

Kebutuhan komoditas ethane, naptha, dan propane mayoritas disuplai oleh negara – negara penghasil minyak seperti Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, dan UAE. Sementara untuk komoditas olefins dan aromatic, industri petrokimia di Jawa masih dapat mengekspor produknya ke Tiongkok dan Thailand, meski secara total Jawa masih mengalami defisit perdagangan untuk komoditas dimaksud dengan mengimpor dari Singapura dan Saudi Arabia (Wicaksono dkk, 2017).

Prospek industri petrokimia di Indonesia ke depannya masih tinggi seiring dengan besarnya permintaan produk petrokimia dari sektor industri. Namun di tengah positifnya prospek permintaan pasar dan melimpahnya potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan produk petrokimia, yaitu diantaranya tingginya ketergantungan impor bahan baku, biaya investasi yang besar untuk pengembangannya serta kendala dalam penerapan teknologi terbaru dalam pengolahan industri petrokimia.

Impor bahan baku yang masih tinggi didorong oleh produksi dalam negeri yang tidak mampu menutupi kebutuhan domestik. Saat ini pemenuhan yang berasal dari produksi domestik baru sekitar 50% dari total kebutuhan (Wicaksono dkk, 2017).

Umumnya bahan baku impor yang digunakan dalam pengolahan di industri petrokimia di Indonesia adalah naptha dan olefin yang masih sulit didapatkan di Indonesia. Sedangkan industri petrokimia di Thailand, Tiongkok dan India telah menggunakan gas sebagai bahan bakunya.
Adapun tantangan berikutnya, adalah investasi pembangunan kilang dan pabrik petrokimia yang mahal. Industri petrokimia merupakan jenis industri padat modal, teknologi, dan lahap energi. Industri petrokimia menyerap investasi dalam jumlah besar dan menggerakkan perekonomian. Saat ini investasi asing yang masuk di BKPM umumnya bersifat pengembangan pabrik dan penghiliran saja, sehingga diperlukan inovasi pembiayaan untuk mempercepat pembangunan industri petrokimia di Indonesia.

Tantangan selanjutnya, adalah sulitnya menerapkan teknologi terbaru dalam pengolahan di indutri petrokimia di Indonesia. Tantangan yang paling mendesak adalah soal energi baru terbarukan (EBT). Terkait EBT ini, tantangannya adalah di sistem komersialisasi, jenis EBT yang layak dikembangkan, teknologi dan kesiapan sumber daya manusia. Selain itu juga, komunikasi pembuat regulasi dengan pelaku industri juga tidak terjalin baik. Karena itulah, salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pembangunan SDM sektor migas agar pemerintah dan swasta memiliki pemahaman yang sama.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, ada beberapa solusi yang ditawarkan, yaitu dengan mengurangi impor bahan baku, adanya kerjasama antar lembaga pemerintah dan swasta untuk bersama-sama mengembangkan industri petrokimia di Indonesia, serta menerapkan teknologi yang terbarukan dalam pengembangan industri petrokimia di Indonesia.

Untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku pemerintah saat ini masih berupaya mencari bahan alternatif pengganti minyak bumi untuk diolah menjadi produk petrokimia. Pilihan untuk menggunakan gas alam dan batu bara sebagai substitusi bahan baku petrokimia sangat tepat mengingat Indonesia memiliki cadangan gas bumi dan batu bara yang banyak.

Ketersediaan sumberdaya dan cadangan batu bara Indonesia relatif lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya fosil lainnya walaupun jumlahnya hanya sebesar 3,3% cadangan dunia. Pada tahun 2013, sumberdaya batu bara Indonesia sebanyak 120.525 juta ton dengan cadangan sebesar 31.361 juta ton. Pada 2013 potensi cadangan gas Indonesia cukup besar yaitu mencapai 150,39 triliun cubic feet (TSCF) dengan cadangan terbukti 101,54 TSCF dan cadangan potensial 48,85 TSCF. Sementara tingkat produksi gas alam Indonesia mencapai 2,97 TSCF pada tahun 2013 (Anonim, 2014).

Kemudian untuk bisa membangun kilang dan pabrik industri petrokimia yang baru, diharapkan adanya kerjasama antara lembaga pemerintah dan swasta untuk bersama-sama membangun kilang dan pabrik industri petrokimia yang baru mengingat tentang mahalnya biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan dan pengembangan industri petrokimia tersebut. Karena pertumbuhan industri ini akan memberikan peningkatan kapasitas produksi guna mengisi pasar domestik dan ekspor serta menghasilkan substitusi produk impor. Untuk itu, pemerintah aktif berdiskusi dengan investor asing untuk mengembangkan industri petrokimia di dalam negeri. Pengembangan industri petrokimia juga harus terintegrasi. Jika pasokan untuk bahan baku petrokimia berjauhan, maka tidak efisien. Oleh karena itu, rencana pemerintah membangun kilang yang juga berdekatan dengan TPPI, dinilai tepat. Kepastian pasokan bahan baku akan lebih terjamin. 

Untuk meningkatkan produktifitas dan menurunkan biaya produksi industri petrokimia yang ada, diharapkan bisa meningkatkan teknologi yang ada baik dalam sistem produksi dan pengolahannya maupun pelatihan SDM terutama di sektor migas yang berhubungan langsung dengan industri petrokimia.

Saat ini industri makanan dan minuman merupakan pengguna plastik terbesar dengan porsi hingga 60 persen dari total konsumsi plastik di Indonesia. Karena itu, industri petrokimia sebagai penyuplai harus ditingkatkan kinerjanya dengan menerapkan teknologi terbaru saat ini.
Berikut ini beberapa Industri Petrokimia yang ada di Indonesia

A.    Pulau Sumatera
1.    PT. Asean Aceh Fertilizer (Aceh)
Perusahaan Asean Aceh adalah suatu perusahaan yang bergerak penghasil pupuk dari hasil kerjasama antara industri pada negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Perusahaan ini terletak di sekitar industri pengolahan migas di Aceh. Perusahaan ini mengeluarkan produk  seperti pupuk urea dan ammonia. Dimana perusahaan ini mempromosikan produknya di Vietnam, Tiongkok, India, Ceylon, Kamboja, dan Jepang, serta Taiwan. 

2.    PT. Justus Sakti (Riau)
PT Justus, berdiri sejak 1977, adalah perusahann Indonesia yang terdistribusi dalam bidang kimia. Perusahaan ini adalah perusahaan yang memimpin dalam bidang kimia khusus maupun kimia umum seperti: coating, aditif makanan, fiberglass, dan lain sebagainya.  Salah satu merek yang terkenal dari PT Justus Sakti yaitu Yukalak, dimana yang digunakannya adalah matrik sebagai pengikat. Produk lain hasil produksi PT Justus Sakti adalah resin poliester tak jenuh 157 MEKP dan BQTN-EX.

3.    PT. Pupuk Sriwidjaya (Sumatera Selatan)
PT Pupuk Sriwidjaya (Pusri) merupakan industri yang berdiri untuk pendukung produksi pupuk urea di Indonesia pada 24 Desember 1959 di Sumatera Selatan tepatnya di Palembang. Industri ini mulai beroperasi dengan tujuan untuk menunjang dan mewujudkan wewenang pemerintah dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain berperan sebagai penghasil pupuk nasional, perusahaan mempunyai tugas dalam usaha dan pemberian jasa yang berkaitan dengan pupuk. Perusahaan ini mempunyai peranan dalam menyalurkan dan menjual pupuk bersubsidi kepada para pembeli yang merupakan pelaksanaan dari PSO dalam menunjang pangan nasional, dengan mengutamakan produksi dan penjualan pupuk bagi konsumen yang ada di seluruh Indonesia.

B.    Pulau Jawa
1.    PT. Dover Chemical (Banten)
PT Dover Chemical didirikan pada 1960 yang terletak di Asia Pasifik,khususnya di Banten. Perusahanan ini bergerak dalam bidang produksi formalin, resin formalin (UF, MF, PF, PUF) dan paraform, dimana produk industri ini digunakan dalam industri papan, kayu dan juga perlengkapan rumah tangga.

2.    PT. Henkel Indonesia (Jawa Barat)
PT Henkel Indonesia didirikan sejak 1876. Perusahaan ini merupakan suatu industri petrokimia yang berkaitan dengan portofolio yang seimbang dan bervariasi. Di Indonesia, perusahaan ini menempati kedudukan yang tinggi dalam bidang bisnis, atau dapat dikatakan sebagai pemimpin dari beberapa pasar yang ada di dunia. Ini disebabkan karena merk henkel yang kuat dibidang industri yang ada di Indonesia yang selalu memiliki ide yang kreatif. 

3.    PT. Indo Acidatama Chem. Ind (Jawa Tengah)
PT Indo Acidatama merupakan suatu industri petrokima yang bergerak dalam bidang agro kimia. Dimana perusahaan ini didirikan pada 1983 yang awalnya diberi nama PT Indo Alkohol Utama. Lalu pada tahun 1986 nya perusahaan ini beganti nama menjadi PT Indo Acidatama Chemical Industry. Perusahaan ini memproduksi alat dan bahan – bahan petrokimia dengan produk utama yang diproduksi adalah etanol. Perusahaan ini selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, peningkatan ini dibuktikannya dengan telah didirikannya pabrik seluas 11 hektar. Perkembangan perusahaan ini terlihat dari telah mencantumkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.

C.    Pulau Kalimantan
1.    PT. Intan Wijaya Internasional (Kalimantan Selatan)
Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan petrokimia yang memproduksi bahan – bahan kimia seperti formalin dan resin formaldehid. Perusahaan ini didirikan sejak tahun 1982. Kemudian pada tahun 1990 perusahaan ini berubah menjadi perusahaan publik dengan mencantumkan sahamnya di di Bursa Efek Indonesia.

2.    PT. Korindo Ariabima Sari (Kalimantan Tengah)
Perusahaan ini bergerak dibidang playwood (kayu lapis) terbesar di Kalimantan Tengah yang mengalami kesulitan finansial yang disebabkan oleh ekonomi yang terus memburuk selama 3 tahun terakhir. Perusahaan ini telah berjalan selama kurang lebih 38 tahun. PT Korindo Ariabima Sari berdiri pada 1980 dan harus menanggung imbas ekonomi Indonesia yang terus memburuk dalam tiga tahun terakhir.

D.    Pulau Papua
1.    PT. Kayu Lapis Indonesia
PT. Kayu Lapis Indonesia adalah salah satu perusahaan swasta yang mengolah dengan bahan dasar adalah kayu. Sumber bahan baku dari perusahaan ini diproduksi dari hutan yang memili kualitas kayu yang baik lalu dikelola dengan menggunakan teknologi yang baik. Perusahaan ini berdiri sejak 2002, dengan bidang utama adalah pengolahan kayu untuk kayu lapis. Perusahaan terus mengalami peningkatan kualitas dari tahun ke tahun dengan mengutamakan kualitas produknya. Hal ini terbukti dengan berhasil memberikan produk yang terbaik ke pasar internasional di Eropa, Australia, Amerika Serikat dan beberapa negara Asia.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2018. Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Penerbit WR. Yogyakarta.

Wicaksono, Gunawan dkk. 2017. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Laporan Nusantara November 2017. Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 8 th 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Petrokimia Hulu.

Anonim, 2014. Profil Industri Petrokimia Hulu. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.