Konsep Bangunan Hijau atau Green Building muncul sebagai cara untuk mengurangi
kerusakan lingkungan. Selain dapat mengurangi kerusakan lingkungan, Bangunan Hijau juga dapat
memberikan manfaat dari segi finansial, pasar, industri serta dampak positif bagi pengguna gedung
tersebut.
Namun, penerapan konsep Bangunan Hijau dapat dikatakan tidaklah mudah, terdapat tantangan-tantangan dalam mewujudkan konsep Bangunan Hijau. Gedung Hemat Energi atau dikenal dengan sebutan green building dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat enrgi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Green Building sendiri terdapat beberapa literatur, yaitu; LEED(USA), GREEN STAR(Australia), dan GREENSHIP(Indonesia).
Kata kunci: Bangunan Hijau, Teknologi Hijau, Green Building, LEED, GREEN STAR, GREENSHIP
Namun, penerapan konsep Bangunan Hijau dapat dikatakan tidaklah mudah, terdapat tantangan-tantangan dalam mewujudkan konsep Bangunan Hijau. Gedung Hemat Energi atau dikenal dengan sebutan green building dan mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat enrgi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial. Green Building sendiri terdapat beberapa literatur, yaitu; LEED(USA), GREEN STAR(Australia), dan GREENSHIP(Indonesia).
Kata kunci: Bangunan Hijau, Teknologi Hijau, Green Building, LEED, GREEN STAR, GREENSHIP
PENDAHULUAN
Isu kerusakan lingkungan menjadi perhatian banyak pihak dewasa ini. Salah satu penyebabnya adalah
penggunaan energi dan sumber daya yang berlebihan. Berbagai kegiatan pembangunan, seperti desain,
konstruksi, penggunaan, perbaikan dan pembongkaran bangunan, secara langsung dan secara tidak
langsung dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Data dari sebuah penelitian di Amerika Serikat
menyatakan bahwa gedung-gedung perkotaan bertanggung jawab atas 72% penggunaan listrik, 39%
penggunaan energi, 35% emisi karbon dioksida (CO2), 30% sampah, dan 14% penggunaan air.
Berangkat dari permasalahan kerusakan lingkungan, munculah sebuah konsep yang dinamakan Green
Building atau Bangunan Hijau. Bangunan Hijau merupakan bangunan yang direncanakan untuk
mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.
Bangunan Hijau tidak hanya berdampak
positif bagi lingkungan namun juga memberi banyak manfaat dari segi finansial, pasar, industri serta
dampak positif bagi pengguna gedung tersebut. Namun disamping itu terdapat tantangan yang
menghambat penerapan konsep bangunan hijau. Tantangan tersebut yang umumnya berasal dari segi
keuangan, kurangnya perhatian dan pengetahuan masyarakat, maupun tantangan lain dari para pelaku
konstruksi (Landman, 1999 dalam Kevin dkk,2016).
PEMBAHASAN
Green building adalah konsep untuk ‘bangunan berkelanjutan’ dan
mempunyai syarat tertentu, yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan,
renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat enrgi serta harus
berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial.
Meskipun teknologi baru yang terus dikembangkan untuk melengkapi praktek
saat ini dalam menciptakan struktur hijau, tujuan umum adalah bahwa bangunan hijau
dirancang untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan alam dengan cara :
1) Efisien menggunakan energi, air, dan sumber daya lainnya. Dirancang dengan
biaya lebih sedikit untuk mengoperasikan dan memiliki kinerja energi yang
sangat baik.
2) Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan
3) Mengurangi sampah, polusi dan degradasi lingkungan
4) Bangunan alami, yang biasanya pada skala yang lebih kecil dan cenderung
untuk fokus pada penggunaan bahan-bahan alami yang tersedia secara lokal.
5) Bangunan hijau tidak secara khusus menangani masalah perkuatan rumah yang
ada.
6) Mengurangi dampak lingkungan : Praktek green building bertujuan untuk
mengurangi dampak lingkungan dari bangunan.
Menurut Brenda dan Robert Vale dalam
bukunya “Green Architecture : Design for A
Sustainable Future” dalam Nugroho, 2011 ada 5 prinsip dasar dalam
perencanaan Green Architecture, yaitu :
- Conserving energy, pengoperasian
bangunan harus meminimalkan penggunaan
bahan bakar atau energi listrik dengan
memaksimalkan energi alam sekitar lokasi
bangunan.
- Working with climate, mendesain bangunan
harus berdasarkan iklim yang berlaku di
lokasi tapak bangunan itu berada.
- Minimizing new resources, mendesain
dengan meminimalisir kebutuhan
sumberdaya alam, agar sumberdaya tersebut
tidak habis dan dapat digunakan di masa
mendatang.
- Respect for site, bangunan yang dibangun
jangan sampai merusak kondisi tapak
aslinya, dengan perubahan tapak seminimal mungkin.
- Respect for user, memperhatikan semua
pengguna bangunan dan memenuhi semua
kebutuhannya.
Literature Green Building
LEED (Leadership in Energy and
Environmental Design)
LEED
(Leadership in Energy and Environmental
Design) yang dikeluarkan oleh United States
Green Building Council (USGBC) pada tahun
1998. LEED digunakan untuk menilai
bangunan atau lingkungan pada tahap praperancangan
maupun dalam kondisi telah
terbangun. Parameter utama adalah seperti
berikut :
- Tapak/Lokasi yang Berkelanjutan
(Sustainable Site), meliputi pemilihan
lokasi, kepadatan dan konektivitas dengan
lingkungan, transportasi alternatif,
pengembangan tapak, pengurangan polusi.
- Efisiensi Air (Water Efficiency), meliputi
pengurangan penggunaan air, penataan air
yang efisien, inovasi teknologi pengelolaan
air limbah.
- Energi dan Atmosfir (Energy and
Atmosphere), meliputi optimalisasikinerja
energi, sistem energi terbarukan
pada tapak , manajemen lanjut
AC,penggunaan energi ramah lingkungan.
- Material dan Sumber Daya (Material and
Resources), meliputi konservasi bangunan,
manajemen pengelolaan sampah
konstruksi, penggunaan ulang material,
daur ulang, material regional, material yang
terbaharukan, penggunaan kayu yang
bersertifikasi.
- Kualitas Lingkungan Ruang Dalam
(Indoor Environmental Quality), meliputi
optimalisasi ventilasi, manajemen kualitas
udara, material dengan emisi rendah (lowemitting),
sistem yang terkontrol untuk
pencahayaan dan penghawaan buatan,
optimalisasi pencahayaan alami dan
pemandangan luar.
- Inovasi Perancangan (Innovation in
Design)
- Prioritas Regional (Regional Priority)
Penilaian LEED dilakukan dengan
scoring/points, dengan tingkatan sebagai
berikut :
* Certified, 40 – 49 points
* Silver, 50 – 59 points
* Gold, 60 – 79 points
* Platinum, 80 points ke atas.
GREEN STAR (Standar Bangunan Hijau
Australia)
Standar penilaian bangunan hijau GREEN
STAR dikeluarkan oleh Green Building
Council Australia (GBCA) pada tahun 2002.
Perumusan standar hijau ini bertujuan untuk
menciptakan sistem penilaian bangunan hijau
secara komprehensif terutama di dalam
industri properti.
Kategori penilaian GREEN STARterdiri dari :
- Management, untuk mengetahui tingkat
adopsi terhadap prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan
konstruksi dan pengoperasian.
- Energy, terkait reduksi emisi gas rumah
kaca, melalui efisiensi dan penggunaan
energi alternatif.
- Water, mengurangi penggunaan air melalui perancangan sistem pelayanan
bangunan yang efisien, penerapan sistem
daur ulang air dan sumber air lain (misal
air hujan).
- Land Use and Ecology, mengurangi
dampak negatif terhadap ekosistem
dengan merestorasi flora dan fauna.
- IEQ, penerapan sistem utilitas bangunan
yang efisien seperti HVAC, pencahayaan
dan penghunian.
- Transport, pengurangan kendaraan
pribadi dengan menyediakan sistem
transportasi alternatif.
- Material, pemilihan material yang sesuai,
penggunaan material daur ulang serta
manajemen yang efisien.
- Emissions, kontrol terhadap polusi dari
bangunan serta kontribusi bangunan
terhadap ekosistem sekitarnya.
Penilaian rating dilakukan dengan menentukan
point/score, dengan kategori sebagai berikut :
* One Star 10 – 19 points
* Two Star 20 – 29 points
* Three Star 30 – 44 points
* Four Star 45 – 59 points Best Practice
* Five Star 60 – 74 points Australian
Excellence
* Six Star 75 + points World Leader
GREENSHIP
GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti
halnya perangkat penilaian di setiap negara yang
selalu mengakomodasi kepentingan lokal
setempat. Program sertifikasi GREENSHIP
diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI (Green Building
Council Indonesia ) secara
kredibel, akuntabel dan penuh integritas.
GREENSHIP sebagai sebuah sistem rating
terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
• Tepat Guna Lahan (Appropriate Site
Development/ASD)
• Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy
Efficiency & Refrigerant/EER)
• Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
• Sumber & Siklus Material (Material
Resources & Cycle/MRC)
• Kualitas Udara & Kenyamanan Udara
(Indoor Air Health & Comfort/IHC)
• Manajemen Lingkungan Bangunan
(Building & Enviroment Management)
Daftar Pustaka
Kevin, Gregorius dkk.2016.Analisis
Tantangan Dan Manfaat Bangunan Hijau.Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil.
https://www.neliti.com/id/publications/82605/analisis-tantangan-dan-manfaat-bangunan-hijau diakses 30 Agustus 2018
Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media.
Nugroho, Agung Cahyo.2011.Sertifikasi
Arsitektur/Bangunan Hijau: Menuju Bangunan Yang Ramah Lingkungan.Jurnal JA! Vol.2 No.1
http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/ja/article/view/297/299 diakses 30 Agustus 2018
Sudarwani, M. Maria.2012.Penerapan Green
Architecture Dan Green Building Sebagai Upaya Pencapaian Sustainable
Architecture.Majalah Ilmiah Universitas Pandanaran Vol 10, no 24.
https://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/view/90 diakses 30 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.