.

Jumat, 24 Agustus 2018

Green Chemistry

Oleh: @H27-DINISHA
Green Chemistry @PROYEKH07-DINISHA




Abstrak
       Kondisi dunia yang bisa dibilang sudah mulai tidak stabil ini dikarenakan tingkat polusi yng semakin lama semakin tidak terkendali mendorong perkembangan teknologi dan industri yang lebih sehat. Karena tidak dapat dipungkiri jika polutan yang dihasilkan oleh industri - industri kimia ini sangat membahayakan keberlangsungan hidup manusia. Menurut Collins (2001), Ilmu kimia dapat memainkan peran penting untuk mencapai peradaban yang berkelanjutan di planet bumi. Tidak dapat dipungkiri, perekonomian saat ini masih sangat bergantung pada pengelolaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewables). Kimia Hijau merupakan teknologi yang dibentuk yang diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan dari pencemaran.

Kata kunci: Kimia Hijau, Pencemaran, Polutan

Isi
       Menurut EPA (2015), Kimia Hijau (Green Chemistry) adalah desain produk dan proses kimia yang berupaya mengurangi atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya. Kimia Hijau bukanlah cabang ilmu kimia baru, namun merupakan cara padang atau strategi dalam kaitannya dengan pemanfaatan kimia. Kimia hijau berupaya membuat langkah - langkah kreatif dan inovatif dalam proses kimia, salah satunya adalah dengan cara menggeser, menambah, mengurangi, memperbaharui proses kimia tradisional-konvensional menjadi lebih ramah lingkungan, namun tetap mengedepankan prinsip optimasi dalam proses produksi.
       Sementara menurut Manahan (2006) Kimia Hijau merupakan pendekatan filosoofiis baru yang dapat diaplikasikan, sehingga memberi kontribusinyang cukup nyata terhdap pembangunan berkelanjutanAnastas dan Warner (1998) menguraikan tentang konsep Kimia Hijau sebagai gabungan dari 12 prinsip. 
       Prinsip pertama menggambarkan ide dasar dari Kimia Hijau, yaitu pencegahan. Prinsip pertama ini menegaskan bahwa pencegahan limbah lebih diutamakan 170 Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City daripada perlakuan terhadap limbah. Selanjutnya prinsip pertama ini diikuti oleh prinsip-prinsip berikutnya yang memandu pelaksanaan prinsip pertama. Prinsip-prinsip Kimia Hijau yang dapat diterapkan untuk pembentukan dan pengelolaan kota cerdas, adalah atom economy, penghindaran toksisitas, pemanfaatan solven dan media lainnya dengan konsumsi energi seminimal mungkin, pemanfaatan bahan mentah dari sumber terbarukan, serta penguraian produk kimia menjadi zat-zat nontoksik sederhana yang ramah lingkungan (Dhage, 2013). Menurut Santosa (2008), pengurangan dampak negatif dapat diilakukan melalui penggunaan energi dan bahan dasar, peningkatan efisiensi untuk meminimalkan pembentukan produk samping dan limnah, serta menghasilkan produk yang aman. Kimia hijau juga perupaya mengurangi beragam sumber polusi, yaitu dengan cara meminimalkan bahkan menghilangkan bahaya dari bahan baku kimia, reagen, pelarut, dab produk. (EPA, 2015)
       Sumber inspirasi dari kegiatan ini berasal dari pemikiran Paul Anastas dari United States Environmental Protection Agency dan John C. Warner. Beliau mengembangkan 12 prinsip Green Chemistry/ Kimia Hijau yang berfungsi sebagai panduan pengaplikasian dalam tindakan nyata dalam tulisannya “Theory and Practice” (Oxford University Press: New York, 1998). Adapun 12 Prinsip dari kimia hijau adalah sebagai berikut: 

  1. Mencegah limbah; Mendesain sintesa kimiawi untuk mencegah limbah dan tak meninggalkan limbah untuk ditindaklanjuti atau dibersihkan. 
  2. Mendesain zat kimiawi dan produk kimiawi yang aman; Mendesain sintesa untuk digunakan dengan zat kimia yang dihasilkan hanya sedikit atau menjadi racun bagi manusia dan lingkungannya. 
  3. Mendesain sintesa kimia yang tidak terlalu berbahaya; Mendesain sintesa untuk digunakan yang menghasilkan zat kimia yang tidak atau hanya sedikit bahanya bagi manusia dan lingkungannya 
  4. Menggunakan bahan baku yang bisa diperbarui; Menggunakan material dan bahan baku yang bisa diperbarui, yang biasanya dibuat dari produk agrikultur atau merupakan limbah dari proses, sedangkan bahan baku yang tidak bisa diperbarui berasal dari fossil atau merupakan hasil tambang. 
  5. Menggunakan pengkatalis, bukan bahan reaksi stoikometri; Meminimalkan limbah dengan reaksi katalik. Pengkatalisi digunakan dalam jumlah kecil dan membawa sebuah reaksi tunggal kecil secara berulang beberapa kali. Pengkatalisi lebih diutamakan dibandingkan dengan bahan reaksi stoikometri, yang digunakan secara berlebih dan hanya bekerja sekali.
  6. Menghindari turunan kimiawi Menghindari penggunaan grup penghambat, pelindung, atau perubahan sementara karena turunan penggunaan bahan reaksi tambahan menghasilkan limbah. 
  7. Memaksimalkan ekonomi atom; Mendesain sintesa agar produk akhir mengandung proporsi maksimum dari penggunaan materi awal. Kalau pun ada atom yang terbuang, sebaiknya jumlahnya hanya sedikit. 
  8. Munakan pelarut dan kondisi reaksi yang aman; Hindari penggunaan pelarut, agen pemisahan, atau pelengkap kimia lain. Jika unsure tersebut sangat penting, gunakan zat kimia yang tidak berbahaya. 
  9. Mingkatkan efisiensi energy; Sedapat mungkin jalankan reaksi kimia pada suhu dan tekanan yang sesuai dengan lingkungan. 
  10. Mendesain zat kimia dan produk yang dapat terurai setelah digunakan; Mendesain produk kimiawi yang terurai ke dalam zat yang tidak berbahaya setelah zat tersebut digunakan supaya tidak terakumulasi dalam lingkungan. 
  11. Menganalisa dalam waktu sesungguhnya untuk mencegah polusi: Melakukan pemantauan dan pengontrolan waktu sesunggunya selama sintesa berlangsung untuk meminimalkan atau menghilangkan pembentukan limbah.
  12. Meminimalkan potensi terjadinya kecelekaan: Mendesain zat kimia dan bentuknya untuk meminimalkan potensi terjadinya kecelakaan kimiawi termasuk ledakan, kebakaran, dan pelepasan ke dalam lingkungan.
Mengacu pada paparan mengenai Pprinsip Kimia Hijau, maka produk kimia yang dianggap ideal ialah yang memiliki sifat; Dapat terurai oleh mikroorganisme (biodegradable); mampu beradaptasi dam sejalan dengan siklus 3R (Reuse, Reduce, Recycle); serta produk yang proses produksinya tidak menimbulkan bahaya.

Daftar Pustaka

Anggraeni, N.I. Kamara, D.S. Dahlan, A. 2012. SOSIALISASI KIMIA HIJAU DAUR ULANG LIMBAH ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA PADAKEMBANG DAN CILAMPUNG HILIR KECAMATAN CISAYONG KABUPATEN TASIKMALAYA. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. Dalam http://jurnal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/viewFile/8196/3745 Diakses pada 24 Agustus 2018 Jam 22.00

Collins, 2001. Toward Sustainable Chemistry. Science 05 Jan 2001: Vol. 291, Issue 5501, pp. 48-49. Dalam http://science.sciencemag.org/content/291/5501/48.full Diakses pada 24 Agustus 2018 Jam 21.45

EPA. 2015a. Basic of Green Chemistry. United States Environmental Protection Agency. Dalam http://www.epa.gov/greenchemistry/basic-green-chemistry Diakses pada 24 Agustus 2018 Jam 22.45

Hidayat, Atep Afia. Dan Kholil, Muhammad.2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau

Manahan, S. E. 2005. Green Chemistry - And The Ten Commandments of Sustainability. ChemChar Research, Inc. Columbia - USA. Dalam http://www.asdlib.org/onlineArticles/eco9urseware/Manahan/GreenChem-2.pdf Diakses pada 24 Agustus 2018 Jam 21.00

Mustafa, Dina. 2017. PERANAN KIMIA HIJAU (GREEN CHEMISTRY) DALAM MENDUKUNG TERCAPAINY A KOTA CERDAS (SMART CITY) SUATU TINJAUAN PUSTAKA. Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City. Dalam http://repository.ut.ac.id/7076/1/UTFMIPA2017-07-dina.pdf Diakses pada 24 Agustus 2018 Jam 21.30

Santosa, S. J. 2008. Kimia Hijau Sebagai Pilar Utama Pembangunan Lestari. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Kimia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.