Abstrak :
Berbagai penelitian, perokok pasif mempunyai risiko yang
sama besar dengan perokok aktif untuk terkena penyakit jantung koroner, stroke,
emphysema, kanker paru, penyakit paru kronis yang semuanya itu merupakan sebab
utama kematian. Di negara berkembang angka perokok pada perempuan masih ckup
rendah disbanding pada laki-laki, sedangkan orang yang ada di sekelilingnya
umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Dengan demikian, perokok pasif merupakan
masalah perempuan dan anak karena dampak negatif dari asap rokok terhadap
kesehatan mereka. Asap rokok termasuk ke dalam polusi udara atau pencemaran udara, dikarenakan dapat mengganggu kesehatan dan pernapasan di sekelilingnya.
Kata Kunci : Polusi, Asap Rokok, perokok pasif
Pendahuluan :
Untuk kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan udara
pernafasan yang higienis
(Akhadi, 2015). Persoalannya udara pernafasan yang
higienis relative sulit diperoleh, seehingga dengan terpaksaan harus menghirup
udara dengan kualitas yang buruk dan tidak memenuhi standar kesehatan. Beragam
jenis zat pencemar terbuti mengkontaminasi udara sehinga secara langsung
menyebabkan degradasi kualiats udara yang sangat diperlukan untuk beragam
proses biokimia dalam tubuh (Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil, 2017).
Menurut Akhadi (2013), Pencemaran udara tak lain merupakan
kerusakan yang terjadi secara sistematis pada salah satu bagian atmosfer,
tepatnya lapisan troposfer. Polutan yang dilepaskan dari permukaan bumi akan
masuk langsung ke lapisan troposfer sebagai bagian atmosfer yang bersinggung
langsung dengan permukaan bumi.
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok
pasif. Karena asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydricarbons (PAHs) dan lain lain serta partikulat pemicu kanker seperti tar,
benzo pyrenes, vinyl chloride, nitro-sonor nicotine. Nikotin dapat menimbulkan
ketagihan baik pada perokok aktif maupun perokok pasif. (Pradono, Julianty dan
Ch. M. Kristianti. 2003).
Isi :
Perokok pasif adalah orang yang paling menderita, karena
harus menerima dampak dari paparan asap rokok orang lain. Di Indonesia,
prevalensi orang yang terpapar asap rokok orang lain sangat tinggi karena
prevalensi perokok yang tinggi dan lemahnya penegakan aturan kawasan tanpa
rokok. (Nurjanah dkk. 2014).
Indonesia sudah memiliki aturan tentang kawasan
tanpa rokok, yaitu pada UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 115
mengatur tujuh kawasan tanpa rokok, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum,
tempat kerja dan tempat umum. Kota Semarang juga telah memiliki Perda no. 3
tahun 2012 yang mengatur hal yang sama. Café dan restoran adalah salah satu
tempat umum yang menjadi kawasan tanpa rokok, namun demikian hal tersebut masih
sangat sulit diimplementasikan. Banyak café dan restoran yang masih memberikan
kebebasan pengunjung untuk merokok dalam ruangan atau menyediakan tempat
merokok yang masih berhubungan langsung dengan kawasan tanpa rokok. WHO sudah
menyatakan bahwa tidak ada batas aman bagi paparan asap rokok orang lain dan pemisahan ruang
merokok dan ventilasi tidak akan mengurangi polusi asap rokok menjadi level
aman. (Nurjanah dkk. 2014)
Prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun
ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, 65,6% laki-laki di Indonesia adalah
perokok, tahun 2010 meningkat menjadi 65,9% dan tahun 2013 meningkat lagi
menjadi 68.8%. Sedangkan proporsi penduduk perempuan yang perokok pada tahun
2007 sebesar 5,2%, tahun 2010 sebesar 4,2% dan tahun 2013 meningkat tajam
menjadi 6,9%. Tingginya angka perokok di Indonesia menyebabkan 97 juta orang
Indonesa non perokok secara reguler terpapar asap rokok orang lain (Kemenkes,
2004), dan jumlah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
perokok. Asap rokok orang lain adalah polusi dalam ruangan yang sangat
berbahaya dan dampaknya lebih besar karena lebih dari 90% orang menghabiskan
waktu dalam ruangan (Haris, 2012).
Menurut Pradono, Julianty dan CH. M Kristianty (2013), Terpaparnya
perempuan dan anak 0-14 tahun oleh asap rokok oleh perokok dalam rumah, memberi
kontribusi terhadap ketidaksetaraan gender dan telah merusak hak perempuan dan
anak untuk sehat, sebagai hak manusia yang paling mendasar. Fokus dari
Konferensi Internasional WHO di Kobe Nopember 1999 adalah mencegah epidemic
tembakau pada perempuan dan anak- anak. Pada konferensi ini, ilmuwan,
wakil-wakil dari pemerintah dan LSM mencanangkan usaha global untuk mencegah
meningkatnya epidemi penggunaan tembakau oada perempuandan anak-anak.
Menurut Nurjanah dkk (2014), asap rokok orang lain adalah
polusi dalam ruangan yang sangat berbahaya karena lebih dari 90% orang
menghabiskan waktu dalam ruangan (Haris, 2012). Asap rokok terdiri dari asap
utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap
sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya. Perokok
pasif mengisap 75% bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan
keluar oleh perokok. Berdasarkan wawancara, ratarata waktu paparan asap rokok
orang lain di restoran lebih lama (5,1 jam/hari) dibandingkan dengan di cafe
(4,4 jam/hari). Namun demikian level paparan yang lebih tinggi, bahkan hampir
dua kali lipat menyebabkan kemungkinan resiko karyawan cafe untuk mengalami
masalah kesehatan juga semakin besar
Kawasan yang bebas dari asap rokok 100% merupakan
satu-satunya cara efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari bahaya
asap rokok orang lain. Menurut WHO cost effectiveness akan naik apabila kawasan
tanpa asap rokok dilaksanakan secara komprehesif dengan strategi pengendalian
tembakau lainnya (Takala, 2005). Larangan merokok di tempat kerja memberikan
dampak kesehatan bagi perokok maupun bukan perokok. Larangan ini akan (1)
mengurangi paparan bukan perokok pada asap rokok orang lain, dan (2) mengurangi
konsumsi rokok di antara para perokok. Penelitian dengan jelas menyimpulkan
bahwa larangan atau pembatasan yang ketat terhadap merokok di tempat kerja
memberikan keuntungan ekonomis. Hal ini mencegah tuntutan hukum bukan
perokok/perokok pasif serta mengurangi biaya-biaya lainnya, termasuk diantaranya
biaya untuk kebersihan, pemeliharaan peralatan dan fasilitas, disamping risiko
kebakaran, absensi pekerja, dan kerusakan harta benda (Takala, 2005).
Daftar Pustaka :
- Hidayat, Atep Afia dan M. Kholil. 2017. Kimia, Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta: Pantona Media
- Wagiu, Amia F. dan F.H. Wulur. 2006. Hubungan Antara kadar timbal udara dengan kadar timbal darah serta dampaknya pada anak
- Pradono, Julianty. 2003. Perokok Pasif Bencana yang Terlupakan
- Nurjanah, Lily Kresnowati dan Abdun Mufid. 2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat : Gangguan Fungsi Paru dan Kadar Continine pada Urin Karyawan yang Teroaoar Asao Rokok Orang Lain.
- Takala J. 2005. Introductory report : decent work, safe work. International Labor Organization, Geneva.Available online https://www.110.org/publicenglish/protection/safework/wdcongrs17/inytrp.pdf. diakses pada 16 Februari 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.