Oleh : CHANDRA EKA PRASETYA (@G04-CHANDRA)
Abstrak :
Hujan asam sebagai salah
satu jenis hujan yang mempunyai pengertian sebagai segala bentuk hujan yang
memiliki tingkat keasaman atau pH dibawah normal, yakni dibawah 5,6. Secara
umum, hujan yang turun di wilayah Indonesia memiliki pH normal sekitar 6. Dan
hujan asam ini mempunyai kandungan pH di bawah kadar normal tersebut. Asamnya
hujan ini dikarenakan adanya kandungan karbondioksida atau CO₂ yang larut dengan air hujan
tersebut dan memiliki bentuk sebagai asam lemah.
Hujan asam merupakan sebuah hujan yang intensitas
terjadinya meningkat ketika terjadi revolusi industri. Jenis industri yang
paling banyak menimbulkan atau memicu terjadinya hujan asam adalah indistri
yang melakukan pembakaran atau yang mempunyai cerobong asam dan menggunakannya
sebagai cara untuk membuang asap sisa pembakaran. Penggunaan cerobong asap
memang bisa mengurangi polusi udara yang ada di permukaan Bumi (khususnya di
bagian bawah), namun penggunaan cerobong asap ini justru akan menambah
kontribusi pada penyebaran hujam asam sendiri.
Kata kunci : Hujan
Asam
Isi :
Menurut Hidayat dan Kholil (2017) dalam
ELC(2008) bahwa sebenarnya hujan secara alami bersifat asam(pH hujan normal
5,6) karena merupakan hasil dari reaksi uap air, karbondioksida dan nitrogen
dalam atmosfer. Tingkat keasaman air hujan dapat meningkatkan secara drastis
karena masuknya sulfurdioksida dan nitrogenoksida ke atmosfer, sehingga
terjadilah hujan asam. Hal tersebut terjadi secara alami sebagai akibat adanya
kerusakan vegetasi dan letusan gunung berapi. Manusia pun secara langsung
berkontribusi terhadap hujan asam, yaitu dengan semakin intensifnya pemanfaatan
bahan fosil, terutama melalui kegiatan industri, pembangkit tenaga listrik
(minyak batu bara), knalpot kendaraan bermotor, dan areal pertanian yang
mengeluarkan amonia (seperti sawah)
Pada kondisi tertentu, oksida sulfur dan
oksida nitrogen dari hasil pembakaran fosil akan berubah secara kimiawi di
atmosfer, menjadi asam sulfat dan asam nitrat. Kedua asam tersebut akan tercuci
dan terlarut dalam hujan, yang berakibat pada buruknya mutu kualitas air hujan
(terjadinya hujan asam). Dampak hujan asam bagi lingkungan sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian serius, karena hujan asam berdampak negatif pada
lingkungan, seperti erjadinya kerusakan pada bangunan dan benda-benda yang
terbuat dari logam dan juga terjadinya pengasaman danau dan sungai. (Menurut
Budiyono : 2001)
Budiawati dkk. (2010) dalam KNLH (1996)
bahwa kontribusi gas seperti SO2 dan NO2 dari pembakaran
bahan bakar fosil akan menyebabkan keasaman atmosfer, selanjutnya menyebabkan
masalah lingkungan dengan terjadinya hujan asam. Issu hujan asam adalah seiring
dengan masalah polusi udara sebagai konsekuensi pertumbahan ekonomi yang
berdampak pada pemakaian bahan bakar. Kandungan sulfur dan nitrogen dalam
premium di Indonesia cukup tinggi bila dibandingkan dengan minyak di USA yaitu 2%. Selain gas polutan yang terus
meningkat konsentrasinya di atmosfer, pertikel tanah di Indonesia umumnya
sangat tinggi terutama di musim kemarau. Komposisi kimia partikel yang
mengandung unsur asam berpotensi menyebabkan deposisi asam.
Dari hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pada bulan Juni
2009, seluruh percontoh air hujan memenuhi persyaratan fisika kimia air minum,
dan pada bulan Mei 2009, percontoh air hujan yang berasal dari Pos Pengamatan
Gunung Api Gunung Tangkubanparahu, Cihideung dan Buah Batu juga memenuhi
persyaratan untuk air minum. Pada bulan Januari, Februari, Maret, dan Juli
2009, contoh air hujan tidak memenuhi persyaratan untuk air minum karena keruh,
berwarna, dan mengandung kadar amonium tinggi. Pada bulan Desember 2008 dan
April 2009 telah terjadi hujan asam dengan nilai pH <5,6. (Matahelumual,
2010)
Mengingat
dampak hujan asam yang luas, maka perlu dilakukan upaya pencegahan terbentuknya
hujan asam. Upaya pencegahan terbentuknya hujan asam antara lain :Menggunakan
bahan bakar dengan kandungan belerang rendah. Minyak bumi dan batu bara
merupakan sumber bahan bakar utama di Indonesia. Minyak bumi memiliki kandungan
belerang yang tinggi, untuk mengurangi emisi zat pembentuk asam dapat digunakan
gas alam sebagai sumber bahan bakar. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan
bakar non-belerang seperti methanol, etanol, dan hidrogen. Namun penggunaan
bahan bakar non-belerang ini juga perlu diperhatikan karena akan membawa dampak
pula terhadap lingkungan.
Daftar pustaka :
- Hidayat, Atep Afia dan Muhammad Kholil. 2017. Kimia Industri dan Teknologi Hijau. Jakarta :
Pantona Media.
- Budiyono (2001) . Berita Dirgantara, Vol.2 No.1
Maret 2001. Dalam : http://jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/view/687
(Diunduh pada tanggal
30 Januari 2018)
- Budiawati dkk. (2010). Analisis
Korelasi Pearson Pearson Untuk Unsur-Unsur Kimia Air Hujan Di Bandung http://jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_sains/article/view/1118/1006 (Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018)
-
Matahelumual (2010) . Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 1 No.
2 Agustus 2010. Dalam : http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg/article/view/6
(Diunduh pada tanggal 30 Januari 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.