Pencemaran Lingkungan di Jawa Barat
POKOK-POKOK
PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Pokok-pokok
permasalahan lingkungan di Propinsi Jawa Barat yang telah teridentifikasi
hingga saat ini, dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Degradasi sumberdaya alam
khususnya air dan lahan, yang ditandai dengan deplesi
sumber air (permukaan dan air bawah tanah, baik kuantitas maupun kualitasnya),
semakin meluasnya tanah kritis dan DAS kritis, penurunan produktifitas lahan, semakin
meluasnya kerusakan hutan (terutama karena perambahan) baik hutan pegunungan
maupun hutan pantai (mangrove). - Permasalahan pencemaran, baik
pencemaran air, udara maupun tanah yang
penyebarannya sudah cukup meluas dan terkait dengan industri, rumah tangga dengan
segala jenis limbahnya, terutama sampah. - Permasalahan kebencanaan alam,
yaitu Jawa Barat terutama bagian tengah dan
selatan termasuk wilayah rawan gempa dan volkanisme. Wilayah ini termasuk daerah
yang paling sering tertimpa musibah tanah longsor dibanding wilayah lainnya di
Indonesia, yang terkait dengan "irrational land use" dan juga kegiatan pertambangan. - Inkonsistensi antara Rencana
Tata Ruang Wilayah dengan eksisting penggunaan
lahan/pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan. - Permasalahan kawasan pesisir
dan pantai, yaitu kerusakan hutan mangrove, abrasi dan
akresi pantai, perubahan tataguna lahan di wilayah pesisir, intrusi air laut, dan
pencemaran air laut. - Permasalahan sosial
kependudukan, ditandai dengan tingginya urbanisasi, munculnya
permukiman kumuh pada hampir seluruh kota di Jabar, pedagang kaki lima - PKL dan
kesemrawutan lalu lintas. - Tumpang-tindih peraturan
perundang-undangan terhadap lingkungan, baik dari
interpretasi materi maupun implementasinya di lapangan.
Terbatasnya
sarana dan prasarana pemantauan lingkungan (termasuk laboratorium lingkungan)
serta sistem informasi lingkungan. Lemahnya fungsi pengendalian, sebagai akibat
kurang efektifnya kegiatan pemantauan, dan juga akibat rendahnya penegakan
hukum (law enforcement), dan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan.
GAMBARAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN JAWA BARAT
·
Degradasi Sumberdaya Alam
1.
Sumberdaya Lahan
Pokok
permasalahan terjadinya degradasi sumberdaya lahan adalah karena inkonsistensi
atau ketidak sesuaian antara penggunaan lahan dan ruang yang ada dengan arahan
yang diperintahkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sekitar 33% lahan
tidak digunakan sesuai dengan arahan tata guna tanah dalam Rencana Tata Ruang
bahkan selama lima tahun terakhir telah terjadi penyimpangan terhadap
pemanfaatan kawasan lindung sekitar 12,9% . Kondisi terbesar dari penyimpangan
tersebut terutama disebabkan adanya alih fungsi pada kawasan hutan dan kawasan
resapan air.
2.
Sumberdaya Air
Wilayah
Propinsi Jawa Barat banyak diberkahi dengan sumber-sumber air tapi dengan
cepatnya kenaikan permintaan akan air telah mengakibatkan sistem penyediaan
yang dibangun tidak lagi seimbang. Curah hujan yang besar (terutama di wilayah
bagian tengah) memberikan aliran air permukaan berlimpah, tapi keragaman aliran
menurut musim dan keterbatasan fasilitas penyimpanannya sumber-sumber air
permukaan tidak lagi memadai untuk satu tahun penuh. Air tanah juga merupakan
sumber penting tapi pengembangannya dibatasi oleh jumlah pengisian kembali
sumber air tersebut.
Permintaan air sekarang untuk kebutuhan domestik, konsumsi industri, dan irigasi pertanian diperkirakan 17,5 milyar m3 pertahun, dan diperkirakan akan terus naik sekitar satu persen per tahun. Permintaan air irigasi sekitar 80% dari total permintaan air, meskipun angka ini diperkirakan berkurang dalam jangka panjang, mengingat kebutuhan domestik, perkotaan dan industri tumbuh lebih cepat. Kebutuhan ini dipenuhi dari sumber-sumber seperti: air permukaan dari sungai di wilayah Propinsi Jawa Barat dan air tanah.
.
3. Sumberdaya Hutan
Salah satu
masalah lingkungan paling serius di Jawa Barat adalah penurunan luas hutan.
Penurunan hutan yang sebagian besar terletak di bagian hulu DAS, memiliki
konsekuensi lingkungan yang luas dan sangat besar. Banjir dalam periode musim
hujan dan kekurangan air pada musim kemarau cenderung meningkat pada lima tahun
terakhir. Masalah-masalah lingkungan terkait lainnya yaitu tingginya
sedimentasi sungai dan waduk telah mengakibatkan berkurangnya produktifitas
pertanian dan gangguan terhadap infrastruktur lainnya secara signifikan bagi
pembangunan daerah dan nasional. Angka sedimentasi yang tinggi ini ditambah
dengan erosi tanah yang hebat di daerah-daerah tangkapan air, yang dalam
beberapa kasus disebabkan oleh penurunan luas hutan.
Angka
penurunan hutan yang tinggi di Jawa Barat sangat serius. Penyebab penurunan
hutan bermacam-macam mulai dari perambahan hutan yang berkaitan dengan krisis
ekonomi, tingginya kebutuhan akan lahan pertanian, masalah-masalah kelembagaan
dalam pengelolaan sumber daya hutan, hingga inkonsistensi antara rencana tata
ruang dan implementasinya di tingkat lapangan. Masalah terakhir ini sebagian
besar disebabkan karena lemahnya penegakan hukum. Dalam beberapa tahun
terakhir, skala penurunan hutan di Jawa Barat meningkat. Sebagai contoh, pada
skala lokal di KPH Bandung Selatan, perambahan hutan dilaporkan hingga 15.500
ha. Ini berarti 28% dari keseluruhan areal hutan yang melibatkan sekitar 41.500
keluarga (Anonymous, 1999). Hasil-hasil pertanian perkebunan pada lahan hutan
disatu sisi memberikan keuntungan ekonomi buat petani dalam jangka pendek. Tapi
pada sisi lain, hal ini akan mengurangi produksi hutan dan merusak
layanan-layanan lingkungan lainnya termasuk stabilisasi tanah dan air, iklim
mikro, dan merosotnya karbon. Konflik antara kepentingan-kepentingan ekonomi
dan ekologi ini perlu ditangani secara tepat sehingga keberadaan sumberdaya
hutan yang tersisa dapat tetap terpelihara.
4.
Masalah pertanian
Selama lima
tahun terakhir telah terjadi pengurangan atau alih fungsi lahan sawah di Jawa
Barat sebesar 62.834 Ha, yaitu dari luas sawah 976.869 Ha pada tahun 1997
berkurang menjadi 881.637 Ha pada tahun 2002. Perubahan terbesar terjadi di
Kabupaten Bandung sebesar 38.159 Ha, yaitu dari luas sawah 64.147 Ha pada tahun
1997 berkurang menjadi 25.988 Ha pada tahun 2002.
Sebaliknya
pertanian lahan kering selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi
penambahan luasan lahan kering atau alih fungsi ke lahan kering di Jawa Barat
sebesar 804.409 Ha, dari luas lahan kering 1.781.909 Ha pada tahun 1992
bertambah menjadi 2.586.318 Ha pada tahun 2002. Perubahan terbesar terjadi di
Kabupaten Garut sebesar 90.347 Ha, dari luas lahan kering 154.514 Ha pada tahun
1992 bertambah menjadi 244.861 Ha pada tahun 2002.
Pembangunan pertanian
pada saat ini khususnya tanaman pangan dan hortikultura diarahkan pada
penyediaan bahan pangan beras. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian
Jawa Barat tahun 1999 sebesar 1,59 % (NKLD, 2000). Produksi padi mencapai
10.340.686 ton GKG, atau mencapai 99,71 % dari sasaran sebesar 10.370.436 ton,
dan meningkat 5.57 % dari tahun 1998 yang mencapai 9.795.638 ton GKG (NKLD,
2000).
5. Masalah kegiatan pertambangan
Penambangan
bahan galian 'C' mencakup pengerukan, penggalian atau penambangan material yang
tidak termasuk material strategis. Bahan galian 'C' termasuk pasir, kerikil,
tanah liat, tanah, batu kapur dan batu yang digunakan sebagai bahan mentah
untuk kebutuhan industri dan konstruksi. Endapan tanah liat, pasir dan kerikil
ditemukan di dataran-dataran rendah dan sungai; batu keras (basal, andesit,
dasit) untuk agregat ditemukan di wilayah-wilayah berbukit dan pegunungan.
Pengadaan bahan galian 'C' sangat penting untuk mendukung pembangunan fisik wilayah
di Jawa Barat dan Jakarta.
Tingkat
kecepatan eksploitasi dan penggunaan material ini telah mengakibatkan beberapa
permasalahan lingkungan dimana belum ada ketaatan akan praktek-praktek
pengelolaan yang bijak dan kurangnya rehabilitasi pasca penambangan. Kerusakan
lingkungan karena penambangan, pengedukan dan pengerukan bahan galian 'C'
sebagian besar diakibatkan dari kurang mempertimbangkan masalah-masalah
lingkungan dalam perencanaan, pengoperasian dan perbaikan pasca penambangan.
Kerusakan lingkungan dapat diakibatkan oleh operasi kecil, besar dan mekanisasi
atau oleh dampak kumulatif dari operasi-operasi kecil.
Dampak-dampak
lingkungannya meliputi: (i) destabilisasi lereng dengan penggalian
dinding-dinding tinggi, yang sering meluas sampai batas wilayah perumahan, (ii)
meningkatnya bahaya tanah longsor atau runtuhnya batuan akibat terpotongnya
lereng curam yang terdiri dari batuan lepas dan batuan lapuk, karena cuaca dan
tidak terkonsolidasi, (iii) meningkatnya erosi tanah karena hilangnya vegetasi
penutup, (iv) meningkatnya kekeruhan dan pendangkalan selokan dan sungai karena
penggalian tanpa penyediaan penampung sedimen, (v) kerusakan daerah resapan air
tanah, (vi) semakin menurunnya permukaan air bawah tanah atau hilangnya air
tanah karena terpotongnya akuifer, (vii) polusi debu dan suara dari jalan-jalan
pengangkutan serta kerusakan vegetasi dan tanaman.
6.
Permasalahan lingkungan pantai dan wilayah pesisir
Masalah-masalah
umum yang dihadapi wilayah pesisir dan pantai Jawa Barat adalah degradasi hutan
bakau, gerusan (abrasi) dan sedimentasi, pencemaran pantai karena
kegiatan-kegiatan industri dan domestik serta intrusi air laut.
Dilaporkan
oleh BPLHD (Jawa Barat ASER, 2002) bahwa di pantai utara Jawa Barat abrasi
sejauh 400-500 m terjadi di Indramayu, 5 km di Subang dan 2 mil / tahun di
Karawang, sedangkan sedimentasi/penambahan (akresi) sejauh 5-7 km sepanjang
garis pantai terjadi di Indramayu, 5 km di Subang dan 300 m di Karawang.
Penurunan
hutan bakau sejauh 1 km panjang pantai terjadi di Indramayu, 6000 tanaman di
Subang, sekitar 1000 ha di Karawang, dan sekitar 64% dari total hutan bakau di
Bekasi. Di wilayah pantai Subang, pengendapan (sedimentasi) telah menutup
sekitar 6000 ha daratan.
7.
Permasalahan bencana alam
Keberadaan
gunung berapi aktif yang tersebar di wilayah Jawa Barat dapat menyebabkan
bahaya potensial terhadap kehidupan manusia di wilayah-wilayah sekitarnya.
Dampak-dampak dari letusan gunung berapi tidak hanya kehilangan jiwa dan
kerusakan dan harta benda, tapi juga dapat menjadi sumber polusi alami. Akan
tetapi, perlu juga diingat bahwa kegiatan gunung berapi memberikan keuntungan
yang sangat besar seperti tanah-tanah subur, bahan baku yang berlimpah, bijih
besi, energi geothermal, dan pemandangan yang indah (pariwisata). Dengan kata
lain, kegiatan gunung berapi selain menimbulkan dampak-dampak negatif, tapi
juga memberikan kontribusi aspek-aspek positif untuk kemakmuran manusia.
Daftar pustaka
Walhi. 2007. Permasalahan Lingkungan Jawa Barat. Dalam link http://uwadadang.blogspot.co.id/2007/12/permasalahan-lingkungan-jawa-barat.html