PENGERTIAN KIMIA HIJAU DAN APLIKASI KIMIA HIJAU
OLEH : ATHARIC ALFADH (@T26-ATHARIC)
Abstrak
Teknologi atau pengolahan yang digunakan dalam industri untuk
menghasilkan produk yang kita butuhkan, akan mempengaruhi kualitas hidup kita
terutama untuk lingkungan dan kesehatan. Umumnya, banyak industri masih
menghasilkan limbah yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan solusi
untuk meminimalkan limbah industri atau perusakan lingkungan dengan pembangunan
bersih teknologi berbasis konsep kimia hijau. Pengembangan teknologi atau
proses untuk meminimalkan pemborosan perlu menjadi pertimbangan beberapa aspek
yaitu faktor lingkungan, pemanfaatan atom, dan peran katalisis (pengolahan
katalitik). Aspek terpenting yang juga memiliki pengaruh dalam meminimalkan
limbah industri adalah pengolahan katalitik.
Kata kunci: lingkungan; teknologi bersih; kimia hijau; faktor lingkungan; atom pemanfaatan; katalisator
Abstract
Technology or processing used in industries to produce the products
that we need, will affect our life quality mainly for environment and health.
Generally, a lot of industries still produce waste that damages the
environment. Therefore, solution is needed to minimize the waste of industries
or the destruction of environment by development of clean technology based on
green chemistry concept. Development of technology or process to minimize the
waste needed a consideration of some aspects i.e. environmental factor, atom
utilization, and the role of catalysis (catalytic processing). The most
important aspect that also has an influence in minimization of waste industries
is catalytic processing.
Keywords: environment; clean technology; green chemistry;
environmental factor; atom utilization; catalyst
Pendahuluan
Kimia merupakan salah satu disiplin ilmu yang memegang peranan
penting dalam menentukan keberlanjutan kehidupan di bumi. Kondisi pembangunan
industru dan kondisi saat ini masih didominasi oleh ketergantungan pada
penggunaan sumber daya alam yang Sebagian besar merupakan sumber daya yang
tidak terbaharukan. Pembangunan selanjutnya mengganti sumber daya yang diambil
dari lingkungan dengan limbah yang seringnya tidak ramah lingkungan, dan
akhirnya membahayakan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kesinambungan dalam ilmu dan teknolagi dimulai ketika kita mulai
berfikir bagaimana untuk memecahkan masalah atau bagaimana untuk
mengaplikasikan ilmu ke dalam teknologi. Kimia sebagai ilmu dari materi dan
transformasinya, berperan penting dalam proses ini dan menjembatani ilmu
fisika, material dan hayati. Hanya proses kimia yang telah dicapai melalui
optimasi yang hati-hati maksimum dalam efisiensi, akan membawa pada produksi
dan produk yang berkesinambungan. Ilmuwan dan teknokrat, yang menemukan,
mengembangkan dan mengoptimasi proses tersebut, oleh karenanya mereka memegang
peranan penting. Kepedulian, kreativitas dan pandangan kedepan mereka
dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi dan proses kimia dengan efisiensi
maksimum. Term “Kimia Hijau” telah digunakan untuk usaha-usaha mencapai tujuan
ini.
Pembangunan selanjutnya mengganti
sumber
daya yang diambil dari lingkungan
dengan limbah yang seringnya tidak ramah lingkungan, dan
akhirnya membahayakan kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Pembangunan selanjutnya mengganti
sumber
daya yang diambil dari lingkungan
dengan limbah yang seringnya tidak ramah lingkungan, dan
akhirnya membahayakan kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari Kimia Hijau?
2.
Apa
saja 12 prinsip Kimia Hijau?
3.
Apa
sintesis nanopartikel berbasis Kimia Hijau?
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
pengertian dari kimia hijau
2.
Mengetahui
12 prinsip kimia hijau
3.
Mengetahui
sintesis nanopartikel berbasis kimia hijau
Pembahasan
1.
Kimia Hijau
Kimia Hijau (Green Chemistry) adalah penerapan prinsip penghilangan
dan pengurangan senyawa berbahaya dalam desain, pembuatan dan aplikasi dari
produk kimia. Aspek Green Chemistry adalah meminimalisasi zat berbahaya,
penggunaan katalis reaksi dan proses kimia, penggunaan reagen yang tidak
beracun, penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui, peningkatan efisiensi
atom, penggunaan pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang. Green
Chemistry bertujuan mengembangkan proses kimia dan produk kimia yang ramah
lingkungan dan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan[3].
2.
12 Prinsip Kimia Hijau
Prinsip kimia hijau dapat diterapkan dengan penggunaan bahan baku
yang dapat diperbaharui, pemanfaatan limbah, menghindari penggunaan reagen dan
pelarut beracun dan / atau berbahaya dalam pembuatan dan aplikasi produk kimia.
Bahan alam baik yang bersumber dari tanaman atau hewan memiliki peran dalam
penerapan kimia hijau. Penerapan kimia hijau diharapkan dapat memfasilitasi
jaminan kesehatan manusia dan lingkungan, dengan tetap memperhatikan efisiensi
dan keuntungan. Aplikasi kimia hijau berpedoman pada dua belas prinsip, yaitu:
1.
Pencegahan Limbah : Bagaimanapun pengelolaan limbah yang muncul
sebagai bagian dari proses produksi akan menimbulkan biaya ekonomi tinggi.
Berbagai teknologi pengelolaan limbah sudah diterapkan, mulai dari sanitary
landfill, incinerator dan land treatment (Land Farming).
2.
Memaksimalkan Ekonomi Atom : Menurut Santosa (2008), metode
sintesis harus dirancang dengan memaksimalkan semua reaktan menjadi produk
akhir yang diinginkan.
3.
Perancangan Sintesis dengan Bahan Kimia yang Tidak Berbahaya :
Sintesis kimia ialah penyusunan atau pembentukan senyawa tertentu, biasanya
senyawa organic, dari bahan kimia komersial mudah tersedia atau murah,
tergantung kepentingannya.
4.
Perancangan Bahan dan Produk Kimia yang Aman : Produk kimia
seharusnya dirancang sesuai fungsi yang diinginkan dan meminimalkan terjadinya
toksisitas bagi manusia dan lingkungan. Prinsip keempat kimia hijau menjadi
paradoks bagi Sebagian orang, terutama dengan adanya paradigma bahwa semua
bahan kimia itu merupakan zat beracun.
5.
Pelarut dan Senyawa pembantu yang ramah lingkungan (Pelarut
Hijau) : Dengan demikian pelarut hijau perlu menjadi pilihan utama, dengan
kriteria aman dan penggunaannya sehemat mungkin. Hal itu sejalan dengan
pendapat Santosa (2008) dan Reyes (2015). Reyes (2015) selanjutnya mengemukakan
bahwa pelarut adalah contoh yang paling umum dari zat tambahan.
6.
Perancangan Untuk Efisiensi Energi : Penggunaan energi dalam
proses kimia perlu senantiasa memperhatikan dampak lingkungan dan nilai
ekonominya, dalam hal ini jumlahnya harus diminimalisir. Dalam hal ini jika
memungkinkan metode sintesis harus dilaksanakan pada suhu kamar dan tekanan
kamar atau Standard Ambient Temperature and Pressure (SATP), yaitu acuan dengan
suhu 25°C (298,15 0K) dan tekanan 101 kPa -1 atm.
7.
Penggunaan Bahan Baku (bahan dasar atau bahan mentah) Terbarukan
: FSE (2015) mengemukakan, bahwa sekitar 90-95 persen dari produk yang kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari bersumber dari minyak bumi.
8.
Mengurangi Tahapan Reaksi atau Derivatif : Derivatisasi yang
tidak dikehendaki harus diminimalkan atau dihindari, karena Langkah Langkah
tersebut akan membutuhkan tambahan reagen dan dapat menghasilkan limbah.
9.
Katalisis : Reagen katalis seharusnya lebih unggul untuk reagen
stoikiometri. Dalam hal ini Santosa (2018) menjelaskan, bahwa penggunaan senyawa
pemercepat reaksi dapat mengkonsumsi energi, bahan dasar, pereaksi dan waktu
reaksi, namun di sisi lainnya dapat menghasilkan reaksi yang lebih aman.
10. Rancangan untuk Degradasi
(peruraian) : Prinsip ke 10 kimia hijau bukan hanya menginginkan bahan dan produk
berasal dari sumber terbarukan, namun juga dikehendaki supaya mudah mengalami
degradasi dalam lingkungan (FSE, 2015).
11. Analisis Seketika (real time)
untuk Pencegahan Polusi : Metodologi Analitik perlu dikembangkan lebih lanjut
untuk memungkinkan control proses dan monitoring seketika, hal itu untuk
mengantisipasi terbentuknya zat berbahaya.
12. Minimalisir Potensi Kecelakaan :
Rancangan kimia dan bentuk fisik (padat, cair dan gas) harus sedemikian rupa,
sehingga potensi kecelakaan seperti ledakan, kebakaran dan kontaminasi terhadap
lingkungan menjadi sangat minimal.
Kedua belas prinsip ini diharapkan dapat menjiwai perancangan
proses kimia, baik sintesis maupun aplikasi. Prinsip pertama merupakan ruh
kimia hijau, didukung oleh prinsipprinsip berikutnya yang pada dasarnya
menekankan pada efisiensi bahan dan energi, memaksimalkan penggunaan bahan
terbarukan, pemanfaatan limbah, menghindari bahan beracun dan atau berbahaya,
mengurangi emisi zat berbahaya, dan mengutamakan diperoleh bahan yang mudah
terurai dan aman jika dibuang ke lingkungan
3.
Sintesis Nanopartikel Berbasis Kimia Hijau
Pengembangan nanopartikel logam dan oksida logam dari garamnya
dapat dilakukan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip kimia hijau. Penggunaan
senyawa-senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak tanaman darat dan
tanaman laut, serta penggunaan enzim dan bakteri sebagai bioreduktor merupakan
salah satu upaya ramah lingkungan dalam pengembangan nanopartikel. Limbah
makanan hasil budidaya dan limbah hortikultura juga mengandung biomolekul dan
senyawa yang bermanfaat yang dapat mereduksi ion logam (precursor) dalam
larutan berair membentuk nanopartikel logam dan oksida logam. Biomolekul dapat
juga bertindak sebagai template yang mengarahkan pertumbuhan partikel dalam orientasi
tertentu, atau bertindak sebagai agen pelindung/penstabil (pelapis) yang
mencegah aglomerasi nanopartikel (Ghosh, 2017). Alkaloid, asam amino, enzim,
phenolik, protein, polisakarida, saponin, tanin, terpinoid dan vitamin yang
terkandung di dalam bahanbahan alam tersebut memiliki potensi sebagai reduktor
untuk membantu dalam penciptaan nanopartikel dan beberapa di antaranya menjadi
agen penstabil (Akhtar, 2013). Sintesis biogenik nanopartikel ini termasuk
pendekatan bottom-up, di mana atom dan molekul bergabung membentuk blok
prekursor yang selanjutnya melakukan self-assembling menjadi nanopartikel
(Taufikurahman, 2008). Fitur lain yang menarik dari nanopartikel yang
disintesis berbasis kimia hijau adalah potensinya sebagai bagian dari teknologi
berbasis kimia yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, yang mempertimbangkan
resiko paparan zat kimia terhadap manusia dan lingkungan yang biasanya terkait
dengan penggunaan pelarut beracun.
Dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian melaporkan
keberhasilan sintesis nanopartikel menggunakan beragam sumber tanaman, jamur,
alga, limbah tanaman, enzim, maupun mikroorganisme. Sintesis dengan bioreduktor
telah berhasil mengembangkan produk nanopartikel logam mulia seperti emas,
perak, platinum dan paladium dan diaplikasikan sebagai antibakteri dan katalis
(Shah, 2015). Dubey (2010) telah melaporkan pembentukan nanopartikel perak dan
emas masing-masing dengan diameter 16 nm dan 11 nm dengan menggunakan prekursor
larutan Ag dan Au encer dengan bioreduktor ekstrak ekstrak Tanacetum vulgare
(buah tansi). Selain itu, beberapa ekstrak limbah makanan lain seperti Pyrus
sp. (buah pir) dan Mangifera indica (kulit mangga) telah menunjukkan
kemampuannya dalam mereduksi ion Au (III) untuk membentuk nanopartikel Au
(Yang, 2014; Ghodake, 2010).
Keuntungan menggunakan bioreduktor adalah berkaitan dengan
ketersediaan bahan pereduksi, sehingga mendukung prinsip penggunaan bahan yang
aman dan terbarukan. Akan lebih sempurna lagi jika proses sintesis cukup
dilakukan di suhu dan tekanan ambien. Produksi nanopartikel logam pada suhu
ruang langsung dimulai dengan mencampurkan larutan berair dari garam logam
prekursor dengan larutan berair yang mengandung ekstrak sisa makanan. Proses
reduksi biogenik ditandai dengan terjadinya perubahan warna yang khas yang
mengindikasikan pembentukan nanopartikel. Kaviya et al. (2011) melaporkan bahwa
proses reduksi nanopartikel Ag dengan bioreduktor ekstrak jeruk hanya terjadi
dalam 20 menit yang ditandai dengan berubahnya warna sistem reaksi dari tidak
berwarna menjadi coklat kekuningan. Hasil karakterisasi selanjutnya menunjukkan
morfologi nanopartikel adalah bulat dan ukurannya sangat bergantung pada suhu
reaksi. Pada 25⁰C diperoleh partikel dengan ukuran rata-rata adalah sekitar
35nm, sedangkan pada suhu lebih tinggi yaitu 60⁰C diperoleh partikel dengan
ukuran rata-rata sekitar 10nm. Studi menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan
nanopartikel melalui sintesis dengan biogenik dimulai dengan transformasi ion
logam dengan bilangan oksidasi satu atau dua menjadi menjadi logam dengan
bilangan oksidasi nol. Kemudian terjadi nukleasi dan pertumbuhan menjadi
nanopartikel. Keberadaan agen penstabil akan mengurangi aglomerasi partikel.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan karakter (yang meliputi ukuran, kristalinitas,
kemagnetan, kestabilan kimia, kestabilan termal, morfologi) nanopartikel yang
dihasilkan bergantung pada beberapa faktor (Ghosh, 2017), antara lain (1)
karakter dan konsentrasi bioreduktor; (2)konsentrasi ion logam dalam larutan
prekursor; (4) pH sistem reaksi; (5) suhu sistem reaksi; dan (6) waktu kontak.
Tabel 3 menyajikan hasil biosintesis dengan ekstrak tanaman.
Kesimpulan
Sintesis nanopartikel dengan prekursor ion logam dapat dilakukan
dengan memanfaatkan bioreduktor yang terkandung dalam ekstrak tanaman, limbah
makanan, dan limbah hasil pertanian, maupun mikroorganisme. Ada kalanya
bahan-bahan tersebut juga menyediakan template ataupun agen pelapis. Tindakan
ini, paling tidak telah memenuhi beberapa prinsip dalam kimia hijau, yaitu
meminimalkan penggunaan bahan berbahaya dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya alam terbarukan. Penerapan prinsip-prinsip kimia hijau yang lainpun dapat
diupayakan dalam rangka menjaga keselamatan lingkungan dan sebagai upaya
penerapan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Fajaroh, Fauziatul. 2018. Sintesis
Nanopartikel dengan Prinsip Kimia Hijau. http://kimia.fmipa.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/04/Hal-24-32-FAUZIATUL.pdf (Di akses 14 November 2021)
Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia
Hijau. Modul Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. (Di akses 14
November 2021)
Maria, Praptining, Lussana. 2013. Konsep
Pengetahuan Lingkungan Green Chemistru Pada Program Studi Pendidikan Biologi. (Di
akses 14 November 2021)
Sidjabat, Oberlin. 2008. Pengembangan
Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam Meminimalisasi Limbah Industri. (Di
akses 14 November 2021)
Wati, Fajar. 2019. Makalah Kimia
Hijau. https://idoc.pub/documents/makalah-kimia-hijau-green-chemistry-qvndyqmrw5nx (Di akses 14 November 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.