PENDAHULUAN
Hampir semua aspek dalam kehidupan sehari–hari berkaitan dengan produk kimia. Kedua perkembangan produk kimia telah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan bahkan efek-efek lain yang belum diketahui. Salah satu contoh adalah pemakaian pestisida DDT.
Kimia beserta aktivitas yang didasarinya telah terbukti dapat memberikan bencana seperti misalnya sakit itai-itai di Jepang atau limbah PT Newmon di Padang, dan lain sebagaianya. Ditambah lagi dengan efek yang ditimbulkan oleh emisi limbah maupun bahan pencemar, misalnya emisi persistent organic pollutant (POP), yang meskipun tidak kasat mata namun sangat berbahaya dampaknya.
Dengan paradigma baru yang mengubah konsep pembangunan dari konsep lama menjadi pembangunan berkelanjutan, maka kimiapun harus berbenah diri untuk tetap dapat menopang dan berperan aktif dalam paradigma baru ini. Hal ini merupakan tantangan sekaligus harapan bagi kimia. Di sisi lain, kimia kadang disalahartikan hanya berkutat dengan penggunaan reagent berbahaya untuk mencetak suatu produk lewat proses fabrikasi / industry dan menghasilkan limbah yang tidak bersahabat. Sebagai contoh industri obat, textile, peleburan logam, pembuatan senjata dan bom atom, proses pengilangan minyak, dst.
Apakah benar kimia hanya berperan layaknya monster yang siap mengikis kehidupan yang hijau nan segar ? Di sinilah kita akan ketahui betapa pentingya peran green chemistry (kimia hijau) yang ramah lingkungan.
1. Untuk mengetahui makna dari kimia hijau ramah lingkungan
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip kimia hijau ramah lingkungan
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengurangi dan mencegah pencemaran pada sumbernya
4. Untuk mengetahui upaya dan strategi penanggulangan pencemaran lingkungan.
Pembahasan
Pengertian Kimia Hijau Ramah Lingkungan
Green merupakan salah satu kata dengan berbagai konotasi, namun dalam kajian ini hubungan yang lebih penting adalah dengan lingkungan, dan untuk pertama kalinya penggunaan kata ini di awal 1970-an. Green Chemistry (Kimia Ramah Lingkungan) pertama kali digunakan secara luas di USA selama 1990-an. Pada 1996 EPA (Environmental Protection Agency) menginisiasi Program Green Chemistry (Green Chemistry Program). Dalam program ini termasuk di dalamnya riset, pendidikan, usaha lain seperti Presidential Green Chemistry Challenges Awards, dan program tahunan invasi dalam “cleaner, cheaper, smarter chemistry”. Pada mulanya, EPA mengenalkan dan mempelopori program ini dalam kerangka pencegahan polusi dan toksisitas (EPA, 2003). Demikian juga Himpunan Kimia Amerika (The American Chemical Society) secara aktif telah mempromosikan Green Chemistry (Gambar 1), dan Himpunan Kimia Inggris Raya (The Royal Chemistry Society in England) secara rutin telah mempublikasikan Jurnal Riset Green Chemistry. Beberapa universitas di kedua negeri tersebut telah membuka program gelar di bidang Green Chemistry (Kotz, dkk., 2006). Pada akhir-akhir ini konsep Green Chemistry telah berkembang di belahan dunia lainnya, seperti Eropa, Australia, dan Jepang.
Sebagai bidang kajian, Green Chemistry merupakan bidang kajian yang relatif baru. Kata green yang bisa diartikan sebagai ramah lingkungan atau bersahabat dengan lingkungan, bagaimana dengan chemistry be green. Masyarakat sudah tidak asing dengan istilah kimia atau bahan kimia (chemistry dan chemicals), dan kata ini sering disinonimkan untuk bahan-bahan toksik (racun) atau bahan-bahan yang berbahaya. Hal ini memang juga tidak terlalu salah. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak asing lagi dengan antibiotik dan berbagai macam obat-obatan, plastik, pupuk, pestisida, zat aditif makanan, dan sebagainya.
Green Chemistry mencakup rancangan bagaimana produk bahan kimia dan proses pembuatannya sedapat mungkin menurunkan atau mengeliminasi bahan-bahan kimia dan generasinya yang bersifat racun dan berbahaya (Dintzner, 2006). ACS mendeifnisikan Green Chemistry sebagai rancangan produk kimia dan prosesnya yang bersifat mengurangi atau menghilangkan penggunaan dan pembebasan bahan-bahan yang berbahaya, sedangkan EPA mendefinisikannya sebagai penggunaan kimia untuk pencegahan polusi (Kotz, 2006). Menurut Anastas dan Warner (1998), green chemistry merupakan penerapan sejumlah kaidah fundamental kimia untuk mengurangi pemakaian atau memproduksi bahan kimia yang berbahaya yang terkonsep dalam merancang, menggunakan, dan memproduksi bahan kimia. Green chemistry bertujuan untuk mencegah atau mengurangi bahaya polusi pada segala lini atau jalur timbulnya polusi tersebut. Menurut prinsip green chemistry dalam mendesain suatu proses atau reaksi kimia, kimiawan atau insinyur kimia harus memperhatikan dan mempertimbangkan segala aspek tentang kemungkinan bahaya suatu bahan kimia terhadap kesehatan maupun lingkungan, baik dari sisi bahan baku atau bahan dasar (raw material dan feedstock), proses, maupun produknya.
Jadi kimia hijau ramah lingkungan adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya dari bahan-bahan kimia, mengurangi atau menghilangkan bahaya dari proses pembuatan bahan kimia baik pada bidang industri maupun pada lingkungan. Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini. Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, diberikan penghargaan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan yaitu untuk menyelamatkan bumi.
A. Prinsip-Prinsip Kimia Hijau Ramah Lingkungan
Anastas dan Warner (1998) mengusulkan konsep“The Twelve Principles of Green Chemistry” yang digunakan sebagai acuan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian yang ramah lingkungan. Berikut adalah ke-12 prinsip kimia hijau yang diusulkan oleh Anastas dan Warner :
1. Mencegah timbulnya limbah dalam proses
Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar. Salah satu caranya adalah dengan pemilihan metode yang tepat untuk suatu sintesis kima, sehingga produk yang dihasilkan lebih banyak daripada limbahnya. Atau bisa juga dengan metode recycle zat kimia. Dimana zat sampingan yang dihasilkan dari reaksi kimia dapat digunakan kembali ke dalam reaksi kima tersebut.
2. Mendesain produk bahan kimia yang aman
Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability. Contohnya adalah dengan dibuatnya biosida ramah lingkungan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, alga, dan jamur di permukaan kapal dan ladang minyak yang berbasis pada 4,5-dikloro-2-oktil-4-isotiazolin-3-one oleh Albright dan Wilson Americas (US EPA,2004c). biosida ini digunakan untuk menggantikan biosida konvensional yang sangat beracun bagi kehidupan organism air dan manusia.
3. Mendesain proses sintesis yang aman
Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan menghasilkan bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan bahaya terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut. Contohnya adalah senyawa 4-aminodifenilamina, sebuah intermediet kunci dalam produksi antioksidan karet, secara tradisional dihasilkan dari klorinasi benzene. Riset kimia hijau yang dilakukan oleh Flexsys America mampu menggantikan proses produksi ini dengan menggunakan kopling langsung aniline dengan nitrobenzene yang teraktifkan oleh suatu basa (US EPA, 2004b). Reaksi ini tidak melibatkan klorin yang beracun dan membebaskan limbah organik, anorganik dan air masing masing 70,99% dan 97% lebih kecil.
4. Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan
Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada menggunakan bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku terbarukan biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan bahan tambang lainnya. Contohnya adalah penelitian Michigan State University berhasil mengganti benzene dan asam nitrat yang menghasilkan pencemar oksida nitrogen dalam produksi asam adipat dan katekol dengan glukosa dan air (US EPA,2004c).
5. Menggunakan katalis
Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang meningkat, serta mampu mengurangi produk samping. Peran katalis sangat penting karena diperlukan untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan. Dari sisi green chemistry penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.
6. Menghindari derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia
Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung, proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah. Industri BHC di Amerika berhasil menyusun sintesis baru untuk ibuprofen dimana mengurangi tahapan konvensional reaksi 6 tahap menjadi 3 tahap (US EPA,2004c). Dengan metode ini Atom Ekonomi meningkat 40%. Selain itu katalisnya dapat digunakan kembali.
7. Memaksimalkan atom ekonomi
Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan proporsi produk yang diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar. Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk menentukan suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Atom ekonomi disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktan yang digunakan. Jika semua reaktan dapat dikonversi sepenuhnya menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom ekonomi 100%. Berikut adalah persamaan untuk menghitung nilai atom ekonomi :
8. Menggunakan pelarut yang aman
Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang lain harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal mungkin. Kebanyakan pelarut bersifat mudah terbakar atau beracun, dan hampir semuanya merupakan senyawa organik yang mudah menguap sehingga menyumbang pencemaran udara. Pelarut sangat diperlukan untuk sebagian besar reaksi karena pelarut merupakan media untuk campur, transfer panas dan kadang mengontrol reaktivasi pereaksi. Disamping itu, sebagian besar pelarut digunakan juga dalam isolasi, pemisahan dan pemurnian.Penggunaan yang berlebih akan mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain adalah dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”. Selain itu ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut ataupun reaksi dalam media air.
9. Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi
Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien dalam sintesis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru diantaranya adalah dengan menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave), ultrasonik dan fotokimia. Pada skala laboratorium umumnya digunakan penangas seperti penangas air dan minyak, mantel listrik, dan gelombang mikro (microwave). Pengukuran radiasi infra merah menunjukkan bahwa penangas minyak memberikan efisiensi energi yang paling rendah, kemudian disususul dengan penangas air, mantel listrik, dan gelombang mikro (NOP Team Project,1998).
10. Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi (terurai) dan tidak terakumulasi di lingkungan. Banyak produk kimia yang tidak mudah terurai secara ilmiah dan penanganannya menjadi berbahaya. Sebagai contoh adalah asam poliakrilat, polimer anionic penting dalam berbagai produk industri yang pada akhir penggunaannya tidak mudah terurai di alam. Untuk mengatasi masalah ini, Korporasi Donlar telah membuat alternative untuk asam poliakrilat yaitu termal poliaspartat melalui proses yang sangat efisien dan hampir tidak membebaskan limbah (US EPA, 2004g).
11. Penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi
Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk samping yang tidak diinginkan. Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan metode dan teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dalam prosesnya.
12. Meminimalisasi potensi kecelakaan
Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari. Sebagai contoh, pembuatan nanopartikel atom emas dengan menggunakan diboran (sangat toksik dan mudah terbakar bila dekat dengan api pada suhu kamar) serta menyebabkan kanker karena adanya kandungan benzen. Saat ini diburan telah diganti dengan bahan yang ramah lingkungan NaBH4 yang dapat mengeliminasi gugus benzene.
Pada dasarnya pencemaran terdiri dari pencemaran air, tanah dan udara. Berikut ini akan dibahas mengenai cara mengurangi dan mencegah pencemaran tersebut.
a. Pencemaran Air
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air pada semua tingkat. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain :
1. Meningkatnya kandungan nutrien.
2. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat,toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.
3. Pencemaran air oleh sampah.
4. Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan.
Pencemaran air berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan cara menanggulangi pencemaran air. Berikut ini cara-cara yang dilakukan untuk mengurangi dan mencegah pencemaran air :
1. Sadar akan kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak atau mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar.
2. Tidak membuang sampah ke sungai.
3. Mengurangi intensitas limbah rumah tangga.
4. Melakukan penyaringan limbah pabrik sehingga limbah yang nantinya bersatu dengan air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem.
5. Pembuatan sanitasi yang benar dan bersih agar sumber-sumber air bersih lainnya tidak tercemar.
b. Pencemaran Tanah
Tanah akan dikatakan tercemar ketika banyak bahan kimia buatan manusia yang masuk kedalam tanah serta merubah lingkungan tanah alami. Banyak penyebab dari masuknya bahan kimia kedalam tanah seperti adanya:
· Kebocoran limbah cair.
· Pengunaan pestisida dalam jumlah yang tinggi
· Masuknya bahan cair yang mengandung zat kimia yang akan meresap ke permukaan tanah.
Dampak pencemaran tanah sangatlah berbahaya terutama bagi kesehatan makhluk hidup. Oleh karena itu, banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi dan mencegah pencemaran tanah, antara lain :
· Kita harus bisa memisahkan sampah yang dapat diuraikan dan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme dalam tanah.
· Mengurangi penggunaan pupuk sintetik atau zat-zat kimia yang berbahaya lainnya untuk pemberantasan hama dalam bidang pertanian.
· Mengolah limbah dari pabrik dan tidak langsung membuang ke laut atau sungai.
c. Pencemaran Udara
Pencemaran udara atau dapat dikatakan sebagai polusi udara adalah perubahan fisik, kimia dan biologi karakteristik udara yang menyebabkan efek burung pada manusia dan organisme lainnya. Efek dari pencemaran udara pada manusia sangatlah banyak. Beberapa diantaranya dapat menyebabkan dan memicu penyakit pernafasan, iritasi mata, dan tenggorokan. Gejala umum yang terlihat adalah sesak nafas. Oleh karena itu, dibutuhkan cara mengurangi dan mencegah pencemaran udara, antara lain :
· Reboisasi.
· Pengurangan penggunaan CFC yang dapat menipiskan lapisan ozon.
· Menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
· Menggunakan sumber energi alternatif seperti energi surya, energi angin dan sebagainya.
· Tidak membakar sampah daun-daun.
· Membuat kompos dari daun kering.
Upaya-upaya penangulangan pencemaran lingkungan :
1. Tidak membuang sampah atau limbah cair ke sungai, danau, laut dll.
2. Tidak menggunakan sungai atau danau untuk tempat mencuci truk, mobil, sepeda motor.
3. Tidak menggunakan sungai atau danau untuk wahana memandikan ternak dan sebagai tempat kakus
4. Tidak minum air dari sungai, danau atau sumur tanpa dimasak dahulu.
5. Penanggulangan limbah industri
Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan kimia, sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan mengurangi bahan pencemar di perairan. Dengan demikian, bahan dari limbah pencemar yang mengandung bahan-bahan yang bersifat racun dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem.
Menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat.
Contoh Penerapan Kimia Hijau: “Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari trigliserida. Trigliserida merupakan penyusun utama minyak nabati dan lemak hewani, sehingga dapat biodiesel bisa dibuat dari sumber minyak nabati. Sumber minyak nabati ini bisa berupa minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak, dan lain-lain.
Pada prinsipnya, pembuatan biodiesel didasarkan kepada proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol. Selain itu, untuk mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula katalis NaOH. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi produk samping dalam pembuatan biodiesel ini. Secara umum proses transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) digambarkan sebagai berikut:
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah melewati beberapa tahap sebagai berikut:
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi ini antara 50o-60oC. Selain itu, proses pemurnian dan penyaringan juga bisa mengurangi jumlah metil ester yang dihasilkan. Proses bleaching yang terlalu lama bisa menyebabkan minyak dan air teremulsi dan sulit dipisahkan karena antara asam lemak, minyak, dan air akan saling terikat.
Pada proses akhir (purifikasi) dimana metil ester dipanaskan, akan terjadi penguapan air dan sisa metanol yang tidak ikut bereaksi. Metanol dan air ini perlu dihilangkan untuk mencegah kerusakan mesin ketika proses pembakaran biodiesel dalam mesin. Metil ester yang baik memiliki pH netral (6-8). pH yang terlalu asam atau basa bisa menyebabkan kerusakan pada tangki bahan bakar apabila biodiesel ini digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.
1. Kimia hijau ramah lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya dari bahan-bahan kimia, mengurangi atau menghilangkan bahaya dari proses pembuatan bahan kimia baik pada bidang industri maupun pada lingkungan.
2. Kimia hijau ramah lingungan memiliki prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaannya.
3. Banyak sekali upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran tanah, air, dan udara.
4. Salah satu cara untuk mencegah pencemaran terhadap industri yaitu dengan menempatkan pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat.
5. Salah satu contoh penerapan kimia hijau yaitu pembuatan biodiesel dari minyak jelantah yang dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain.
Anastas, P. T. and Warner, J. C., 1998, Green Chemistry: Theory and Practice, Oxford University Press, New York.
Sharma, S.K., Chaudhary,A., dan Singh, R.V., 2008, Gray Chemistry Versus Green Chemistry: Challenges and Opportunities, Rasayan J.Chem., 1, 1, 68-92.
Kunarti, Sri Eka, et al, 2010, Manajemen Kimia Laboratorium Berbasis Kimia Hijau , Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Santosa, Sri Jauari, 2008, Kimia Hijau sebagai Pilar Utama Pembangunan Lestari, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.