.

Minggu, 10 Oktober 2021

Kajian Kimia Kontekstual tentang Energi Baru Terbarukan dari Limbah Tumbuhan di Indonesia

 Oleh: Ika Devi Mayang Sari (@T03-Ika) 

 

Peta Konsep Kimia Konseptual dengan Topik-Topiknya

Abstrak

Perkembangan ilmu kimia dan teknologi kimia dari awal penemuannya hingga saat ini semakin berkembang pesat, bahkan telah menyentuh berbagai aspek kehidupan. Pada awal perkembangannya ilmu dan riset kimia hanya berkaitan dengan Fisika dan Biologi, sehingga muncul irisan keilmuan seperti Fisika Kimia, Biofisika dan Biokimia. Interaksi antara kimia dengan bidang atau keilmuan lain, memunculkan kajian atau mata kuliah Kimia Konteksual (Kimia Kontemporer). Pengkajian dan pembahasaannya sangat bergantung pada isu atau persoalan apa yang sedang menjadi trending topik. Salah satu topik yang akhir-akhir ini tidak pernah padam dalam pembahasan Kimia Kontekstual adalah tentang penemuan dan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Terutama pemanfaatan limbah pertanian untuk dijadikan sumber energi baru terbarukan.

Kata kunci: kimia, pengkajian, kontekstual, energi, EBT, biokimia, biomassa, energi baru, limbah, pertanian

Abstract

The development of chemistry and chemical technology from the beginning of its discovery to the present is growing rapidly, and has even touched various aspects of life. At the beginning of its development, chemical science and research was only related to Physics and Biology, so that scientific slices emerged such as Chemical Physics, Biophysics and Biochemistry. The interaction between chemistry and other fields or sciences gives rise to the study or courses of Contextual Chemistry (Contemporary Chemistry). The study and discussion really depends on what issues or issues are currently trending topics. One of the topics that has never been extinguished in the discussion of Contextual Chemistry is the discovery and development of New and Renewable Energy (EBT). Especially the use of agricultural waste to be used as a new renewable energy source.

Keywords: chemistry, assessment, contextual, energy, NRE, biochemistry, biomass, new energy, waste, agriculture

1.    Pendahuluan

Menurut Hidayat (2021), “perkembangan ilmu kimia dan teknologi kimia dari awal penemuannya hingga saat ini semakin berkembang pesat, bahkan telah menyentuh berbagai aspek kehidupan. Kehidupan interaksi saati ini di perantarai ilmu dan sains, masyarakat dan industri menyebabkan riset dasar (fundamental) dan riset terapan (engineering) semakin berbaur begitu pula kolaborasi dengan disiplin ilmu lainnya makin meluas.

Pada awal perkembangannya ilmu dan riset kimia hanya berkaitan dengan Fisika dan Biologi, sehingga muncul irisan keilmuan seperti Fisika Kimia, Biofisika dan Biokimia, serta ada irisan diantara ketiganya Biofisika Kimia atau Fisika Supramolekuler. Kemudian Peta Pengetahuan Kimia berkembang menjadi interaksi atau irisan antara Kimia Terapan dan Biomedis/Biomekanik yang melahirkan kajian Ilmu Material, Bioteknologi dan Fisika medis, sedangkan interaksi ketiganya memunculkan Bionanoteknologi atau Teknologi Koloid dan Permukaan.

Peta pengetahuan kimia selalu dinamis seiring dengan dinamika kehidupan manusia yang dipengaruhi sekaligus mempengaruhi trend global, sehingga muncul inovasi yang berkaitan dengan kimia. Interaksi antara kimia dengan bidang atau keilmuan lain sudah berkembang begitu pesat, bahkan diberbagai perguruan tinggi sudah memunculkan kajian atau mata kuliah Kimia Konteksual (Kimia Kontemporer).

Kimia Konseptual atau Kimia Kekinian berkaitan dengan beragam aspek kehidupan menusia. Pengkajian dan pembahasaannya sangat bergantung pada isu atau persoalan apa yang sedang menjadi trending topik. Sesuai dengan pendapat Mudasir (2012), Kimia Konseptual dibekalkan kepada mahasiswa untuk mengatasi persoalan kemasyarakatan dan kekinian yang terkait dengan bidang serta memperkenalkan mahasiswa terhadap trend global penelitian kimia masa yang akan datang.”

Salah satu topik yang akhir-akhir ini tidak pernah padam dalam pembahasan Kimia Kontekstual adalah tentang penemuan dan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan.  Sumber energi ini biasanya berasal dari tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi (Biomassa), dan panas bumi.

 

2.   Rumusan Masalah

Ø  Apa yang dimaksud dengan Energi Baru Terbarukan?

Ø  Apa saja dampak dari penggunaan energi bahan bakar fosil yang masih menjadi ketergantungan sumber energi di Indonesia?

Ø  Bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian permasalahan tersebut?

Ø  Sumber energi terbarukan apa yang bisa menjadi salah satu peluang yang dapat dikembangkan di Indonesia?

 

3.   Tujuan

Ø  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Energi Baru Terbarukan.

Ø  Untuk mengetahui apa saja dampak dari penggunaan energi bahan bakar fosil yang masih menjadi ketergantungan sumber energi di Indonesia.

Ø  Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam penyelesaian permasalahan tersebut.

Ø  Untuk mengetahui sumber energi terbarukan apa yang bisa menjadi salah satu peluang yang dapat dikembangkan di Indonesia.

 

4.   Pembahasan

Energi Baru Terbarukan

Menurut wikipedia.org, yang dimaksud dengan energi baru terbarukan yaitu energi yang berasal dari "proses alam yang berkelanjutan". Konsep energi terbarukan sendiri mulai dikenal sejak tahun 1970-an, sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil. Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Dengan definisi ini, maka bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk di dalamnya. Dari definisinya, semua energi terbarukan sudah pasti juga merupakan energi berkelanjutan, karena senantiasa tersedia di alam dalam waktu yang relatif sangat panjang sehingga tidak perlu khawatir atau antisipasi akan kehabisan sumbernya. Energi yang berkelanjutan dan baru terbarukan berasal dari tenaga surya, tenaga angin, arus air, proses biologi (Biomassa), dan panas bumi.

 

Dampak dari penggunaan energi bahan bakar fosil yang masih menjadi ketergantungan sumber energi di Indonesia.

Pertama tama tentu kita tahu bahwa energi yang berasal dari bahan bakar fosil merupakan energi yang tidak dapat terbarukan, lama kelamaan artinya energi ini akan habis.

Belum lagi Indonesia termasuk negara dengan pemakaian energi cukup tinggi di dunia dan masuk kedalam sepuluh besar importir minyak mentah dari Arab Saudi. Kebutuhan minyak mentah Indonesia di masa depan masih tetap besar. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut angkanya pada 2030 dapat mencapai dua juta barel per hari. Pada tahun 2020, konsumsi minyak mentah mencapai 1,6 juta barel per hari. “Meskipun bauran energi akan menurunkan pemakaian migas (minyak dan gas bumi), namun dari sisi volume tetap meningkat,” katanya dalam acara Media Group News Summit 2021, Kamis (28/1) (Setiawan-Katadata.co.id, 2021).

Dan apabila energi yang berasal dari bahan bakar fosil ini habis, maka umat manusia akan kesulitan jika hanya mengandalkan energi dari bahan bakar fosil ini saja. Oleh karena itu perlu adanya energi yang dapat mengisi kekosongan bahan bakar fosil ini, salah satunya dengan alternatif atau pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) jangka panjang.

Selain itu peningkatan  populasi  dan  taraf  hidup  masyarakat  diikuti  dengan  peningkatan kebutuhan  energi  yang  berdampak  pada  tingginya  laju  pertumbuhan  emisi  CO2 apabila  tidak  diikuti  dengan  pemilihan  jenis  bahan  bakar  yang berkadar  karbon  rendah serta penggunaan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan. Pelepasan emisi  CO2  yang  dihasilkan  dari pembakaran  energi  di  pembangkit  listrik,  sektor transportasi,  industri,  komersial,  rumah  tangga,  dan  sektor  lainnya  ke  atmosfer  dalam jumlah tertentu akan berdampak terhadap pemanasan global. Untuk mengurangi  penyebab  pemanasan  global  dapat  dilakukan  melalui  peningkatan  efisiensi  teknologi  energi  dan  pemanfaatan  sumber  energi  dengan  kandungan  rendah karbon.

Menurut data Outlook Energi Indonesia (2019), berdasarkan  dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang disampaikan kepada United Nations Framework Convention on  Climate Change (UNFCCC), dalam persetujuan paris 2015, Presiden Jokowi berkomitmen untuk targetkan emisi sektor energi pada  tahun  2030 sebesar 1.355 juta ton CO2 untuk skenario CM1 (tanpa bantuan internasional) dengan target penurunan emisi 29% dari  kondisi skenario dasar tahun 2010 sebesar 453,2 juta ton CO2eq. Sedangkan target emisi untuk skenario CM2 (dengan bantuan  internasional) sebesar 1.271 juta ton CO2eq dengan target  penurunan emisi 41% dari kondisi skenario  dasar. 

 

Upaya pemerintah dalam penyelesaian permasalahan

Agenda besar Kebijakan Energi Nasional adalah meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga jauh ke depan. Hal ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 mengenai “Kebijakan Energi Nasional.” Sasaran yang ingin dituju adalah pangsa energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2025 telah  menjadi minimal sebesar 23 persen, dan pada tahun 2050  minimal 31 persen. Indonesia sekarang masih sangat mengandalkan pemenuhan kebutuhan energinya dari bahan bakar fosil, baik untuk penggunaan langsung  maupun untuk menjadi bahan bakar pembangkitan tenaga listrik.

Untuk merealisasikan target dan pemecahan masalah ketergantungan energi bahan bakar fosil ini, pemerintah melakukan upayanya secara bertahap dimulai dari meningkatkan (dengan lebih progresif) kapasitas pembangkitan listrik yang bersumber dari energi terbarukan (panas bumi, biomass, air, dsb.). Dengan semangat serupa, meningkatkan pemanfaatan BBN (bahan bakar nabati) Indonesia dilengkapi dengan pembangunan industri pemrosesannya. Kemudian yang kedua, menjaga agar pertumbuhan konsumsi batubara tetap rendah. Upaya mengurangi pemakaian batubara (dengan mengggantikannya dengan sumber-sumber/bahan energi terbarukan) ditingkatkan. Hal serupa diterapkan untuk pemakaian BBM, baik dengan menekan penggunaan mesin–mesin disel untuk pembangkitan listrik, maupun dengan mengembangkan pemakaian biogas dari berbagai macam sumber. Ketiga, memperluas upaya-upaya konservasi energi, yang juga berarti menekan penggunaan bahan bakar fosil.

 

Sumber energi terbarukan yang bisa menjadi salah satu peluang yang dapat dikembangkan di Indonesia.

Menurut Sysadmin (2020), sebagai negara yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia menjadi salah satu negara tropis di dunia yang memiliki sumber energi yang melimpah baik yang habis pakai maupun terbarukan atau sumber energi alternatif. Namun, seiring dengan semakin bertambahnya penduduk Indonesia, sumber energi yang dibutuhkan Indonesia akan semakin besar sedangkan Indonesia tidak bisa terus bergantung dengan energi habis pakai. Oleh karena itu, sumber energi alternatif dapat mengambil peranan penting untuk kelangsungan hidup masyarakat Indonesia di masa yang akan datang. Di Indonesia sendiri banyak sekali sumber energi alternatif yang dapat dimaksimalkan pemanfaatannya, seperti energi surya, energi air, energi angin, energi gelombang air laut dan energi biomassa. 

Salah satu diantara energi alternatif itu, Indonesia memiliki potensi pemanfaatan energi biomassa sebagai sumber energi alternatif baru. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati. Energi biomassa berasal dari tumbuhan seperti tanaman sisa pengolahan ataupun hasil panen secara langsung, yang kemudian diolah menjadi bahan bakar alternatif. Menurut penelitian, potensi sumber energi alternatif biomassa di Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW, yang dihasilkan dari tanaman dan limbah pertanian. Selain itu dengan melihat kondisi geografis di Indonesia yang memiliki hutan yang luas serta teknologi pertanian yang terus berkembang menambah peluang Indonesia untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi alternatif biomassa. Menurut Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), meskipun pemanfaatan sumber energi alternatif ini belum maksimal, tetapi pemerintah sudah mulai mengambil Langkah dengan mulai mengolah beberapa limbah seperti sampah dan pelet biomassa untuk diolah menjadi energi alternatif biomassa.

“Indonesia merupakan negara penghasil padi terbesar di kawasan Asia Tenggara dan terbesar ketiga di  dunia  (Abraham et al., 2016), sehingga budidaya padi dan rantai prosesnya memiliki posisi penting. Hal ini dapat dilihat dari sumbangannya yang mencapai 21% dari total produksi sektor pertanian  nasional (Samuel, 2013). Dengan luas panen mencapai 15.712 juta ha, produksi padi Indonesia mencapai 81.149 juta ton gabah kering giling (BPS, 2018). Proses produksi beras menghasilkan produk samping berupa jerami, kulit, dan bekatul. Pengelolahan limbah Jerami padi ini menjadi salah satu yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber energi terbarukan. Pada angka produksi jerami padi rata-rata 3.08 ton/ha dan luas panen padi tahun 2018 seluas 15.712 juta ha (BPS, 2018), maka total potensi  jerami padi Indonesia adalah 48.39 juta ton bahan kering pertahun. Dengan nilai kalori rata-rata 14.32 GJ/ton, maka potensi energi jerami padi adalah 693 PJ/tahun, setara 19.25 juta kiloliter solar. Potensi jerami padi ini diperkirakan meningkat dengan laju 3.1%/tahun (Makhrani, 2014). Potensi tahunan jerami padi di Indonesia mencapai 48.39 juta ton yang setara dengan 693 PJ. Karena kaya akan selulosa dan hemiselulosa dan tidak bersaingan dengan bahan makanan, jerami padi juga menjadi bahan baku yang  menjanjikan untuk produksi etanol generasi kedua.

Produksi biogas diakui sebagai salah satu proses konversi  biomassa menjadi energi terbarukan yang  paling ramah lingkungan  (Mussoline et al., 2013). Banyak penelitian yang membuktikan   vialibilitas produksi biogas dari campuran jerami padi dan limbah organik lainnya. Kalra dan Panwar (1986) melaporkan setiap   kilogram jerami padi dapat menghasilkan sekitar 220 L biogas.”(Haryanto dkk, 2019)

Selain limbah jerami padi, ada juga pengolahan tonggol jagung yang diubah menjadi energi baru terbarukan oleh PLN Gorontalo, Sulawesi Utara sebagai energi biomassa. Hal ini mengacu pada potensi pertanian jagung di Gorontalo yang cukup besar dan tentunya menyisakan limbah jagung yang cukup besar pula, mencapai 127.785 ton. PLT biomassa PuluBala, Gorontalo yang diresmikan tahun 2014 ini menjadi yang pertama di Indonesia yang memanfaatkan tonggol jagung sebagai sumber energi pertama, untuk menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

 

Mata Indonesia - Energi Baru Terbarukan: Biomassa dan Hibrid SEG-2


5.   Kesimpulan

Di Indonesia terdapat beraneka macam sumber energi terbarukan dalam jumlah besar dan  tersebar  di  berbagai  wilayah. Antara lain  panas  bumi,  tenaga  air,  biomassa,  berbagai tumbuhan yang bisa dikembangkan menjadi bahan bakar nabati (BBN), tenaga surya, tenaga angin, energi laut, dan sebagainya. Dibandingkan potensinya dan yang telah dikembangkan di  negara – negara tetangga  seperti  Malaysia,  Filipina  dan  Thailand,  pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia relatif kecil.

Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (2016), dalam rangka mendukung tercapainya target baruan energi primer sesuai dengan yang diamanatkan dalam KEN, pemerintah perlu melakukan terobosan antara lain,sebagai berikut:

1.    Mendorong peningkatan pemanfaatan mobil listrik yang diikuti dengan pembatasan umur kendaraan maksimal 25 tahun (BaU), 15 tahun (PB) dan 10 tahun (RK);

2.   Pemerintah  perlu  melakukan  substitusi  LPG  mulai  tahun  2025  dengan  DME  (20%),  jargas  (4,7  juta  SR)  dan  kompor  listrik  induksi  (0,5%  dari  permintaan  LPG di sektor rumah tangga) untuk mengurangi ketergantungan impor minimal  sebesar  5%  pada  tahun  2025  dan  45%  pada  tahun  2050  (skenario  BaU);

3.   Kebijakan substitusi LPG dengan menggunakan kompor listrik induksi khususnya di sektor rumah tangga dan pemanfaatan listrik di sektor transportasi  harus  diikuti  dengan  pembangunan  pembangkit  listrik  berbasis  EBT untuk mendukung skenario RK;

4.   Percepatan  pembangunan  PLTS  perlu  didukung  oleh  industri  baterai  dalam negeri yang memenuhi TKDN minimal sebesar 40%;

5.   Pemanfaatan  bioenergi,  penggunaan  biodiesel  (B30)  dan  green  diesel  (D100)  di  sektor  transportasi  dan  pembangkit  listrik  akan  menurunkan  emisi  gas  rumah kaca dan turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal;

6.   Pemanfaatan bioetanol (E5 hingga E100) menjadi alternatif utama diversifikasi BBM  pada  kendaraan  bermotor,  mengurangi  emisi  gas  rumah  kaca  dan  meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal;

7.   Untuk mencapai komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement, perlu mempertimbangkan  skenario  RK  diantaranya  dengan  penerapan  efisiensi energi  melalui  penggunaan  teknologi  hemat  energi  dan  pemanfaatan  EBT secara masif.

 

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. 2016. Perubahan Iklim, Perjanjian Paris dan Nationally Determined Contribution. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Fragkos, P., Tasios, N., Paroussos, L., Capros, P., & Tsani, S. (2017). Energy system impacts and policy implications of the European Intended Nationally Determined Contribution and low-carbon pathway to 2050. Energy Policy, 100, 216-226.

 

Haryanto, A., Suharyatun, S., Rahmawati, W., & Triyono, S. 2019. Energi Terbarukan dari Jerami Padi: Review Potensi dan Tantangan Bagi Indonesia. Jurnal Keteknikan Pertanian, 7(2), 137-146. Dalam https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jtep/article/view/26975.  Diakses pada 10 Oktober 2021.

 

Hidayat, Atep Afia. 2021. Lingkungan dan Pengetahuan Lingkungan Industri Kimia Kontekstual. Jakarta: Universitas Mercu Buana.

 

MataIndonesia. 2016. Energi Baru Terbarukan: Biomassa dan Hibrid SEG-2. Gorontalo: Mata Indonesia-Antaranews. Dalam https://www.youtube.com/watch?v=XA2tT4uA1eo. Diakses pada 10 Oktober 2021.

 

Mussoline, W., G. Esposito, A. Giordano and P. Lens. 2013. The anaerobic digestion of rice straw: A review. Critical Reviews in Environmental Science and Technology Vol. 43: 895–915.

 

Nugroho, H., & Muhyiddin, M. (2021). Menurun dan Meningkat, Maju Namun Belum Cukup: Kinerja Pembangunan Sektor Energi di Tengah Pandemi Covid-19 Tahun 2020. Bappenas Working Papers, 4(1), 1-12. https://doi.org/10.47266/bwp.v4i1.95.

 

Sekretariat Jendral Dewan Energi Nasional. (2019). Indonesia Energy Outlook 2019. Dewan Energi Nasional. Pada https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-outlook-energi-indonesia-2019-bahasa-indonesia.pdf. Diakses pada 10 Oktober 2021.

 

Setiawan, V. N. dan S. Tobing. 2021. Rapuhnya Ketahanan Energi RI yang Didominasi Bahan Bakar Fosil. Dalam https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/6013e4ade4c3a/rapuhnya-ketahanan-energi-ri-yang-didominasi-bahan-bakar-fosil. 

 

Sysadmin. 2020. Pengoptimalan Sumber Energi Alternatif untuk Keberlangsungan Hidup Masyarakat Indonesia di Masa yang akan Datang.  Jakarta: pertagas.pertamina.com. Dalam http://www.pertagas.pertamina.com/Portal/Content/Read/45. Diakses pada 10 Oktober 2021.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.