Oleh : Terbit K.S
ABSTRAK
Banjir sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah DKI
Jakarta dan sekitarnya. Setiap kali musim hujan tiba, Kota Jakarta seolah tidak pernah
terlepas dari pemberitaan seputar kejadian banjir yang melanda wilayahnya. Keadaan air
sungai sekarang ini sangat memprihatinkan,beberapa masalah yang terjadi karena
ulah manusia yaitu menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah rumah
tangga dan tempat pembuangan limbah industri yang semakin banyak di jumpai
di Seluruh
pelosok negeri ini.sehingga
Dapat menyebabkan banjir
karena ulah mereka sendiri. Mereka tidak sadar apa yang diperbuat telah merusak
lingkungan daerah mereka sendiri, oleh karena itu diperlukan pencegahan dan
solusi untuk mencegah terjadinya banjir akibat pencemaran di sungai tersebut .
Kata kunci : limbah pencemaran sungai dan banjir.
I. PENDAHULUAN
Pasca kejadian banjir besar pada
tanggal 17 Januari 2013 yang menggenangi
hampir seluruh wilayah DKI Jakarta dan sempat
melumpuhkan segala aktivitas di ibukota, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
bekerjasama dengan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan
upaya antisipatif dengan menyelenggarakan
Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
Untuk Redistribusi Curah Hujan Dalam Rangka
Tanggap Darurat Banjir di Provinsi DKI Jakarta
dan Sekitarnya. Dari hasil evaluasi, pelaksanaan
TMC di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya yang
berlangsung selama 33 hari (26 Januari - 27
Februari 2013) dinilai cukup berhasil
mengurangi intensitas curah hujan sebagai
penyebab banjir di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya. Terlepas dari adanya tanggapan pro
dan kontra dari masyarakat luas terkait
pelaksanaan TMC untuk redistribusi curah hujan
di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, satu hal
yang bisa diambil positifnya adalah bahwa
teknologi ini mulai dipercaya oleh Pemerintah
Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari
upaya aksi mitigasi bencana banjir di wilayah
DKI Jakarta dan sekitarnya yang hampir selalu
terjadi setiap tahun saat musim hujan tiba.
Namun demikian perlu dipahami bersama
bahwa upaya TMC dalam skema mitigasi
bencana banjir di wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya lebih bersifat “mengurangi resiko”,
bukan berarti “menghilangkan resiko” banjir,
karena bagaimana pun fenomena banjir sudah
tidak dapat dipisahkan dengan wilayah DKI
Jakarta.
Sejarah Banjir Jakarta
Sejarah mencatat banjir sudah
mengakrabi Jakarta sejak awal pendirian kota ini
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Awalnya pada
tahun 1619, Jan Pieterszoon Coen meminta
Simon Stevin merancang sebuah kota di muara
Sungai Ciliwung yang sering kebanjiran
sebagaimana Kota Amsterdam di Belanda. Kota
Batavia (sekarang menjadi Jakarta) dibangun
dengan dikelilingi parit-parit, tembok kota,
lengkap dengan kanal. Dengan kanal-kanal itu,
Coen berharap bisa mengatasi banjir, sekaligus
menciptakan sebuah kota yang menjadi lalu
lintas pelayaran, sebagaimana kota-kota di
Belanda. Sungai Ciliwung yang berkelok-kelok
dialihkan dan digantikan sebuah terusan lurus
yang membelah Kota Batavia menjadi dua
bagian. Namun demikian, sistem kanal yang
telah dibangun ternyata tidak mampu mengatasi
banjir besar yang melanda Batavia pada tahun
1932 dan 1933. Contoh bangunan kanal dan
pintu air peninggalan jaman Belanda yang
dahulu dibangun untuk mengatasi permasalahan
banjir di wilayah Jakarta dan masih ada hingga
kini antara lain Kanal Banjir Kalimalang, Pintu
Air Matraman, dan Pintu Air Karet (sumber :
Kompas, 18 Januari 2013).
II. PERMASALAHAN
limbah Manusia
Saat ini Planet bumi di huni oleh lebih dari tujuh miliar penduduk, tentu saja hampir saja setiap hari semua penduduk tersebut harus membuanga limbahnya sebagai sisa dari proses pencernaan makanannya. Pada dasarnya pengolahan limbah manusia masih dilakukan tradisional dan manual, kalau tidak ditimbun di septic tank, maka dibuang dan di alirkan langsung ke perairan. meskipun di beberapa negara saat ini sedang dikembangkan teknologi toilet kompos.prinsip kerja nya ialah perpaduan antara instrument dan bakteri aerob, yang merombak komposisi limbah menjadi sedemikian rupa, hingga terbentuknya kompos yang terbebas dari patogen yang berbahaya.
Limbah Industri
Limbah padat
industri berarti limbah yang dihasilkan oleh proses manufaktur atau industri
yang bukan merupakan limbah berbahaya. Limbah industri memiliki banyak sumber.
Yang paling mencemari mereka adalah kotoran kota dan limbah industri yang
dibuang ke sungai. Limbah industri didefinisikan sebagai limbah yang dihasilkan
oleh proses manufaktur atau industri. Jenis limbah industri yang dihasilkan
meliputi sampah kafetaria, tanah dan kerikil, batu bata dan beton, logam bekas,
sampah, minyak, pelarut, bahan kimia, rumput rumput dan pepohonan, kayu dan
kayu bekas dan limbah serupa.
Limbah
padat industri – yang mungkin padat, cair atau gas yang tersimpan dalam wadah –
terbagi menjadi limbah berbahaya dan tidak berbahaya. Limbah berbahaya dapat
terjadi akibat proses manufaktur atau proses industri lainnya. Produk komersial
tertentu seperti cairan pembersih, cat atau pestisida yang dibuang oleh
perusahaan komersial atau individu juga dapat didefinisikan sebagai limbah
berbahaya. Limbah industri yang tidak berbahaya adalah limbah yang tidak sesuai
dengan definisi EPA tentang limbah berbahaya dan bukan limbah kota.
Kepadatan penduduk
Jumlah penduduk yang berlebihan yang menetap dalam suatu daerah atau lingkungan juga berpengaruh terhadap pencemaran lingkungan .karena banyaknya tanah yang dipakai untuk pembangunan rumah dan pohon yang tergusur karena adanya proyek pembangunan sehingga tempat untuk resapan air tidak ada. Dan karena jumlah penduduk yang terlalu berlebihan tersebut membuat populasi sampah juga meningkat dan perilaku membuang sapah sembarangan seperti di sungai atau di selokan menghambat aliran air sehingga menimbulkan banjir.
III. PEMBAHASAN
Mengingat banjir sudah terjadi secara rutin,
makin meluas, kerugian makin besar, maka
perlu segera dilakukan upaya-upaya untuk
mencegah dan menanggulangi dampaknya,
yang dapat dilakukan secara structural maupun
non structural (Grigg, 1996 dalam Kodoatie
dan Syarief, 2006).
Upaya secara struktural a.l berupa tindakan
menormalisasi sungai, pembangunan waduk
pengendali banjir, pengurangan debit puncak
banjir, dll. Upaya ini telah dilakukan di
beberapa daerah. Selain beragam upaya
tersebut, juga dilakukan early warning system
(peringatan dini) supaya pihak yang terkait
dapat melakukan antisipasi sejak dini sehingga
dapat meminimalisir dampaknya. Upaya agar
setiap rumah membuat sumur resapan untuk
menampung air hujan, sehingga dapat
mengurangi banjir dan menambah cadangan
air tanah.
Upaya non-struktural merupakan upaya
penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia
supaya harmonis dan serasi dengan
lingkungan. Contoh upaya non-strktural adalah
pengaturan maupun pengendalian penggunaan
lahan atau tata ruang, penegakan
peraturan/hukum, pengawasan penyuluhan
kepada masyarakat, dll.
Selain upaya tersebut, upaya pengendalian
banjir dan dampaknya dapat dilakukan melalui
3 pendekatan utama yaitu memindahkan
penduduk yang biasa atau akan terkena banjir,
memindahkan banjirnya, mengkondisikan
penduduk hidup bersama dengan banjir
(Wisner et al, 2004). Dari 3 pendekatan
tersebut yang sering dilakukan adalah
mengendalikan banjirnya dan membiasakan
penduduk hidup bersama banjir.
Berbagai upaya tersebut telah banyak
dilakukan di berbagai daerah, namun hasilnya
belum seperti yang diharapkan, banjir masih
terus terjadi dengan korban dan kerugian yang
tidak sedikit.
Upaya mengatasi banjir juga kadang-kadang
ditentang penduduk karena mereka harus
pindah atau direlokasi ke wilayah lain. Di
Cieunteung, misalnya, untuk mengatasi banjir
yang secara rutin merendam wilayah tersebut
maka pemerintah kabupaten Bandung
berencana membuat kolam retensi yang
berfungsi untuk menampung air banjir.
Pembangunan kolam retensi ini memerlukan
lahan sehingga harus merelokasi penduduk.
Hal ini tidak sepenuhnya disetujui penduduk
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 24/No. 3 Desember 2013
248
karena mereka harus pindah. Selain
pembangunan kolam retensi juga dilakukan
upaya lain seperti pengerukan sungai untuk
normalisasi sungai, pembuatan tanggul
penahan banjir, dll (Rosyidie dkk, 2012).
Penanganan banjir secara menyeluruh dan
berkelanjutan menjadi tugas dan tanggung
jawab semua pihak baik instansi teknis
maupun lembaga lain yang terkait serta
masyarakat. Kerjasama inter dan antar mereka
harus dilakukan agar memperoleh hasil yang
optimal. Melalui beragam upaya struktural dan
non-struktural yang terpadu serta
berkelanjutan maka kejadian banjir di masa
mendatang dapat diperkecil baik kejadian
maupun dampaknya.
Upaya pengendalian banjir melalui
pengelolaan DAS selama ini dianggap belum
berhasil dengan baik antara lain karena
kurangnya koordinasi atau keterpaduan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan
pengelolaan DAS termasuk dalam hal
pembiayaannya. Hal ini terutama disebabkan
oleh banyaknya instansi yang terlibat dalam
pengelolaan DAS (Departemen Kehutanan,
2009).
Masalah pengelolaan DAS semakin kompleks
karena tidak sedikit pemerintah daerah yang
belum memahami konsep pengelolaan DAS
yang berbasis ekosistem dan lintas batas
administrasi. Sikap lebih mengutamakan aspek
ekonomi seperti Pendapatan Asli Daerah
(PAD) menyebabkan konsep pengelolaan
DAS terpadu yang mementingkan pelestarian
ekosistem menjadi terabaikan (Departemen
Kehutanan, 2009).
6. Penutup
Bila kecenderungan pembangunan dan
perilaku masyarakat terhadap lingkungan
masih seperti saat ini maka bencana banjir,
dan bencana lain, yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia, akan lebih sering terjadi di
banyak daerah dengan intensitas yang makin
tinggi dan dampak yang semakin besar dan
luas.
Program pengendalian banjir sudah banyak
dilakukan namun banjir (frekuensi, lamanya,
intensitas, luas genangan) terus meningkat.
Perubahan tata ruang atau guna lahan lebih
banyak pengaruh atau kontribusinya terhadap
terjadinya banjir dibandingkan dengan
pembangunan fisik pengendali banjir.
Perencanaan tata ruang Wilayah dan Kota
serta upaya kerjasama berbagai pihak dan
daerah diharapkan dapat berkontribusi dalam
pengelolaan bencana banjir khususnya
memperkecil kemungkinan dampak negatip
yang terjadi serta memanfaatkan potensi dan
peluang yang tersedia di kawasan bencana
banjir dengan tetap memperhatikan kondisi
masyarakat setempat.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Bila kecenderungan pembangunan dan
perilaku masyarakat terhadap lingkungan
masih seperti saat ini maka bencana banjir,
dan bencana lain, yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia, akan lebih sering terjadi di
banyak daerah dengan intensitas yang makin
tinggi dan dampak yang semakin besar dan
luas.
Program pengendalian banjir sudah banyak
dilakukan namun banjir (frekuensi, lamanya,
intensitas, luas genangan) terus meningkat.
Perubahan tata ruang atau guna lahan lebih
banyak pengaruh atau kontribusinya terhadap
terjadinya banjir dibandingkan dengan
pembangunan fisik pengendali banjir.
Perencanaan tata ruang Wilayah dan Kota
serta upaya kerjasama berbagai pihak dan
daerah diharapkan dapat berkontribusi dalam
pengelolaan bencana banjir khususnya
memperkecil kemungkinan dampak negatip
yang terjadi serta memanfaatkan potensi dan
peluang yang tersedia di kawasan bencana
banjir dengan tetap memperhatikan kondisi
masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Atep Afia Dan M. Kholil. 2018. Kimia dan Pengetahuan Lingkunagan Industri. Penerbit WR. Yogyakarta
http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/pencemaran-sungai.html
http://journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/viewFile/4110/2196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.