Oleh: Juslina Ria Mahulae
Supply
listrik Indonesia sebagian besar bersumber dari pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Selain karena lebih
murah hanya Rp.300/kwh (Basuki et al, 2011), keterdiaan bahan bakar fossil ini juga
melimpah di Indonesia. Namun dalam perjalanannya sebelum sampai ke PLTU, proses
penambangannya sendiri memiliki masalah, salah satu masalahnya yaitu pencemaran
lingkungan. Pencemaran lingkungan (environmental
pollution) merupakan efek dari perubahan yang tidak diinginkan dalam
lingkungan, yang secara langsung berpengaruh buruk terhadap kondisi tumbuhan,
hewan, dan manusia (Hidayat & Kholil, 2018).
Dalam metode penambangan terbuka, lapisan
tanah yang ada di atas deposit batu bara akan disingkirkan dengan dikeruk untuk
mendapatkan batu bara pada karena letaknya ada di lapisan dalam tanah. Akan ada
3 potensi pencemaan lingkungan akibat proses penambangan ini, yang pertama
pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah.
1. Pencemaran
air terjadi akibat dari Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD)
yang tebentuk dari hasil oksidasi mineral sulfide tertentu yang
dikandung oleh batu bara itu sendiri oleh oksigen di udara pada lingkungan
berair. AAT mengakibatkan air disekitar lokasi penambangan tidak layak untuk
mendukung masyarakat sekitar. AAT ditandai dengan berubahnya warna air menjadi
merah jingga karena ion ferro (Fe2+) yang terdapat pada mineral
pirit teroksidasi menjadi ferri (Fe3+) (Widyati, 2009). Belum lagi kolam air
yang terbentuk pasca pengerukan yang tidak ditimbun kembali. Kolam-kolam air
ini membahayakan masyarakat sekitar dimana tercatat adanya korban jiwa yang
sebagian besar adalah anak-anak yang berenang dikolam ini tanpa tau sebenarnya
berapa dalam kolam bekas tambang ini.
2. Pencemaran
udara akibat dari debu (flying ashes)
yang berbahaya bagi kesehatan penduduk bahkan karyawan penambang itu sendiri.
Polusi udara menyebabkan infeksi saluran pernafasann akibat udara kotor yang
dihirup.
3. Pencemaran
tanah akibat dari penimbunan akibat pengerukan tanah dimana tanah bagian atas
digantikan oleh tanah dari lapisan bawah yang kurang subur, sebaliknya tanah
dari lapiran atas yang subur berada di lapisan bawah. demikian juga populasi
hayati tanah yang ada di tanah lapisan atas menjadi tebenam, sehingga
hilang/mati dan tida berfungsi sebagaimana mestinya. (G.Subowo, 2011)
Melihat banyaknya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh industri pertambang ini, diharapkan pengusaha lebih peduli dalam pencegahan selama proses penambangan maupun pemulihan pasca penambangan untuk meminimalisir bahkan menghilangkan dampak buruknya bagi mahluk hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Cahyo adi dkk, 2011 Analisis Konsumsi Bahan Bakar
Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Dengan Menggunakan Metode Least Square,
jurnal teknik elektro universitas diponegoro
G, Subowo 2011, PENAMBANGAN SISTEM TERBUKA RAMAH
LINGKUNGAN DAN UPAYA REKLAMASI PASCA TAMBANG UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS
SUMBERDAYA LAHAN DAN HAYATI TANAH, jurnal sumber daya lahan vol.5 No.2,
Desember 2011
sumber http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/jsdl-vol5no2-03-subowo%20g.pdf
Hidayat, atep afia & Muhammad kholil, 2018, Kimia dan
pengetahuan lingkungan industri, Penerbit WR, Yogyakarta
Widyati, Enny 2009 KAJIAN FITOREMEDIASI SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA MENURUNKAN AKUMULASI LOGAM AKIBAT AIR ASAM TAMBANG PADA LAHAN
BEKAS TAMBANG BATUBARA, Jurnal Tekno Hutan Tanaman, Vol 2, No.2 , Agustus 2009,
67-75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.