BAHAN PANGAN BERPENGAWET
?
DAMPAK BURUK
BAGI KESEHATAN
Kebijakan (UU Nomor 18 Tahun 2012)
tentang Pangan mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata,
dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan
ketahanan pangan nasional. Dalam kaitannya dengan kimia konstektual kasus yang
menjadi perhatian publik yaitu kasus makanan yang menggunakan bahan pengawet
makanan berbahaya. Menurut Hidayat dan Kholil (2018) menyatakan bahwa
penggunaan bahan pengawet berbahaya seperti formalin (formaldehida atau
metanal) pada bahan makanan seperti mie potong, mie basah, ikan segar, tahu dsb
merupakan bahan kimia yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, bahan
pembuatan pupuk, pembasmi lalat sebagai kasus yang paling banyak dibahas publik.
Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, disebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk. meningkatkan
kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka
ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi
masyarakat, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan
harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu
juga untuk mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama
masyarakat rawan pangan dan gizi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing
komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri, meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan
bergizi bagi konsumsi masyarakat. Tujuan penting lainnya juga meningkatkan
kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan
dan melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.
Bahan pangan yang seharusnya memiliki
keamanan mutu dan gizi bagi masyarakat tetapi malah ditambahkan bahan kimia
berbahaya yang dapat menganggu kesehatan manusia apabila di konsumsi dalam
jangka panjang. Penggunaan bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah
pertumbuhan bakteri memang sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), dengan catatan pemberian dosisnya tepat. BPOM dalam Perka BPOM
No. 36 Tahun 2013 telah mengatur jenis pengawet apa saja yang boleh digunakan
dalam bahan pangan tertentu. Dijelaskan pula mengenai detail batas maksimum
penggunaannya. Penetapan batas maksimum penggunaan pengawet tentunya didasari
kajian ilmiah analisis risiko. Analisis risiko yang dilakukan telah
mempertimbangkan kemungkinan paparan maksimum oleh manusia, dan dosis terendah
penggunaan yang tidak menimbulkan efek negatif terhadap manusia, atau disebut no-observed-effect-level(NOEL).
Menurut Perka BPOM tersebut, ada bahan
pengawet legal yang dalam kadar tertentu aman untuk digunakan sebagai bahan
tambahan dalam makanan seperti asam sorbat dan garamnya, asam benzoat dan
garamnya, etil para-hidroksibenzoat, metil para-hidroksibenzoat, sulfit, nisin,
nitrit, nitrat, asam propionat dan garamnya, dan lisozim hidroklorida. Meski
demikian, konsumsinya harus wajar dan penggunaan bahan pengawet pada makanan
harus sesuai standar dosis yang dianjurkan.
Bahan kimia berbahaya yang dijadikan
sebagai pengawet makanan antara lain :
·
Boraks
Serbuk
kristal berwarna putih atau padatan berwarna kuning ini biasa digunakan untuk
mengawetkan kayu. Selain itu, boraks biasa dicampurkan dalam pembuatan
kaca/gelas serta produksi pupuk. Boraks sering ditambahkan dalam makanan
seperti baso atau mie agar bertekstur kenyal. Padahal, efek jangka panjang dari
boraks sebagai bahan pangan dapat membahayakan fungsi saraf, ginjal, dan juga
hati.
·
Formalin
Formalin,
merupakan zat yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat, pembunuh kuman,
perekat kayu lapis, serta disinfektan kandang hewan. Bentuknya adalah larutan
jernih berbau menyengat. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang maka ancaman
kesehatan seperti kanker, kerusakan otak, hati, dan paru-paru.
·
Sodium benzoate atau natrium benzoate
Sodium
benzoate merupakan bahan tambahan (zat aditif) yang digunakan sebagai
pengawet dalam berbagai produk makanan dan minuman olahan. Sayangnya, menurut
penelitian, pengawet makanan ini diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya
perilaku yang hiperaktif dan dapat menyebabkan kanker.Leukemia dan jenis kanker
lain bisa terjadi terutama jika natrium benzoat ditambahkan ke dalam
minuman yang rasanya asam (vitamin C buatan). Campuran ini menghasilkan benzene,
yaitu suatu zat kimia yang sifatnya memicu kanker (karsinogenik)
·
Sodium nitrate atau natrium nitrat
Natrium
nitrat adalah bahan pengawet makanan yang digunakan dalam daging olahan,
seperti sosis, dendeng, ikan atau daging asap, dan daging ham. Menurut dugaan,
natrium nitrat mampu meningkatkan risiko penyakit jantung karena dapat merusak
pembuluh darah, hingga membuat arteri cenderung mengeras dan menyempit. Nitrat
juga dapat memengaruhi cara tubuh menggunakan gula, sehingga tubuh rentan
terserang diabetes
·
TBHQ
TBHQ atau tertiary butylhydroquinone atau tert-butylhydroquinone merupakan bahan pengawet untuk makanan olahan. TBHQ biasanya digunakan pada minyak nabati, biskuit, mie, makanan beku, atau makanan cepat saji, untuk memperpanjang umur simpan produk dan mencegah bau tengik.Pengawet makanan ini sering kali digunakan bersama dengan zat aditif lain, seperti propyl gallate, butylated hydroxyanisole (BHA), dan butylated hydroxytoluene (BHT). Penelitian menemukan bahwa bahan ini kemungkinan dapat mengganggu kesehatan hati, saraf, dan meningkatkan pertumbuhan tumor. Selain itu, juga diduga bisa memengaruhi perilaku manusia menjadi hiperaktif dan tidak bisa fokus pada suatu hal (ADHD).
TBHQ atau tertiary butylhydroquinone atau tert-butylhydroquinone merupakan bahan pengawet untuk makanan olahan. TBHQ biasanya digunakan pada minyak nabati, biskuit, mie, makanan beku, atau makanan cepat saji, untuk memperpanjang umur simpan produk dan mencegah bau tengik.Pengawet makanan ini sering kali digunakan bersama dengan zat aditif lain, seperti propyl gallate, butylated hydroxyanisole (BHA), dan butylated hydroxytoluene (BHT). Penelitian menemukan bahwa bahan ini kemungkinan dapat mengganggu kesehatan hati, saraf, dan meningkatkan pertumbuhan tumor. Selain itu, juga diduga bisa memengaruhi perilaku manusia menjadi hiperaktif dan tidak bisa fokus pada suatu hal (ADHD).
Dampak lainnya akibat makanan
berpengawet terhadap kesehatan yaitu :
1.
Perubahan
perilaku. Sebuah penelitian pada anak-anak menemukan adanya peningkatan
perilaku hiperaktif pada anak-anak yang mengonsumsi makanan berpengawet.
2.
Gangguan
pernapasan. Terlalu banyak makan makanan berpengawet juga diketahui dapat
berpengaruh terhadap pernapasan. Bagi Anda yang memiliki asma, konsumsi makanan
berpengawet yang tidak wajar dapat memicu asma kambuh. Timbulnya infeksi juga
mungkin terjadi akibat konsumsi bahan pengawet tertentu
3.
Gangguan jantung.
Bahan pengawet ternyata juga dapat melemahkan fungsi jantung dengan mengganggu
jaringan di sekitarnya. Bahkan, ada pula yang dapat merusak pembuluh darah
dengan menjadikan arteri mengeras dan menyempit, sehingga risiko terkena
serangan jantung meningkat.
4.
Gangguan
pencernaan. Karena dikonsumsi, makanan berpengawet dapat berdampak langsung
pada sistem pencernaan. Salah satunya adalah keluhan diare yang dapat membuat
seseorang kehilangan cairan dalam jumlah banyak.
5.
Gangguan ginjal.
Banyaknya penggunaan zat kimia sebagai bahan pengawet tentunya memengaruhi
beratnya kerja ginjal.
6.
Gangguan saraf. Banyak
yang melaporkan adanya keluhan sakit kepala akibat mengonsumi makanan berpengawet.
7.
Meningkatkan
risiko kanker. Kemampuan bahan pengawet dapat berubah menjadi zat karsinogen.
Bahan pengawet buatan tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
kanker.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Atep Afia dan M Kholil, 2018,” Kimia Pengetahuan Lingkungan dan Industri”,
Penerbit WR, Yogyakarta.
Chatarina dkk, 2013, “Penggunaan Pengawet dan Pemanis Buatan Pada
Pangan”, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ratnani, 2009, Bahaya
Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan, Universitas Wahid Hasyim, Semarang
https://ylki.or.id/2014/06/membedah-uu-no-18-tahun-2012-tentang-pangan-dalam-rangka-kesiapan-indonesia-menghadapi-pasar-bebas-asean-economic-community/
(diakses tanggal 03 Agustus 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.