Ilmu pangan
berkaitan dengan produksi, pengolahan, distribusi, persiapan, evaluasi, dan
pemanfaatan pangan. Dalam hal ini ahli kimia pangan bekerja dengan tanaman yang
telah dipanen untuk makanan, dan hewan yang telah disembelih untuk makanan.
Ahli kimia pangan mengkaji bagaimana produk makanan ini diproses, disiapkan,
dan didistribusikan. Sebagai contoh, untuk menjawab tuntutan konsumen, beberapa
ahli kimia pangan terlibat dengan menemukan lemak dan gula pengganti yang tidak
mengubah rasa dan tekstur makanan (Atep Hidayat dan M Kholil, 2018).
Terdapat tiga
komponen utama dalam makanan yang menjadi perhatian ahli kimia pangan, yaitu :
karbohidrat, lemak dan protein (Domel, 2014). Dalam perkembangannya, para ahli
kimia atau para ilmuwan mengungkap bahwa karbohidrat merupakan salah satu
komponen mengandung serat pangan yang bisa ditemukan pada tumbuh-tumbuhan.
Serat yang terdapat pada bahan pangan ternyata mempunyai efek positif bagi sistem metabolisme manusia. Awalnya
serat dikenal oleh ahli
gizi hanya sebagai
pencahar dan tidak memberi
reaksi apapun bagi tubuh.
Pandangan akan serat mulai berubah,
setelah dilaporkan bahwa konsumsi rendah serat menyebabkan banyak kasus penyakit
kronis seperti jantung koroner, apendikitis,
divertikulosis dan kanker kolon, serat
yang memiliki efek fisiologis tersebut kemudian
disebut sebagai serat pangan
atau dietary fiber.
Sayur-sayuran
dan buah-buahan merupakan sumber serat
pangan yang sangat mudah ditemukan dalam
bahan makanan. Sayuran merupakan menu yang hampir selalu terdapat dalam hidangan
sehari- hari masyarakat Indonesia,
baik dalam keadaan mentah
(lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam
bentuk masakan. Akhir-akhir ini adanya perubahan pola konsumsi pangan
di Indonesia menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran
dan buah-buahan hampir di semua propinsi di Indonesia. Keadaan
tersebut diikuti juga terjadinya pergeseran
atau perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan
morbiditas di kalangan masyarakat, ditandai dengan dengan perubahan pola
penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik. Olwin
Nainggolan dan Cornelis Adimunca (2005) melaporkan bahwa hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan kenaikan
kematian yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler dari 16,5% (SKRT
1992) menjadi 18,9% (SKRT 1995)
Di masyarakat perkotaan yang sebagian masyarakatnya begitu mobil dan sibuk cenderung mengkonsumsi makanan siap saji, masyarakat menengah keatas telah terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat dan rendah lemak ke pola konsumsi
rendah karbohidrat dan serat, tinggi
lemak dan protein (Sujono, 1993 dalam
Olwin Nainggolan dan Cornelis Adimunca,
2005). Hal inilah
yang menyebabkan tingginya kasus penyakit-penyakit seperti
jantung koroner, kanker kolon, dan penyakit degeneratif lainnya di Indonesia. Untuk itu agar pemahaman
masyarakat akan pentingnya serat pangan dalam pola konsumsi makanan di Indonesia
menjadi meningkat, maka karya
ilmiah tentang serat pangan (dietary
fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan menjadi penting
untuk disampaikan.
PENGERTIAN SERAT PANGAN
Serat
pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber,
merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi
dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan
terhadap proses pencernaan dan
penyerapan di usus halus manusia
serta mengalami fermentasi
sebagian atau keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001). Anik Herminingsih (2010); mendefiniskan serat pangan adalah sisa dari dinding sel
tumbuhan yang tidak terhidrolisis atau tercerna
oleh enzim pencernaan
manusia yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum,
dan lapisan lilin. Sedangkan Meyer
(2004) mendefinisikan serat sebagai bagian integral dari bahan pangan yang dikonsumsi sehari-hari dengan sumber
utama dari tanaman, sayur-sayuran, sereal,
buah-buahan, kacang- kacangan. Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu serat pangan yang
terlarut dan tidak
terlarut. Didasarkan pada fungsinya
di dalam tanaman,
serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural yang terdapat pada dinding
sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi
pektat; (b) non-polisakarida struktural yang sebagian besar
terdiri dari lignin; dan (c) polisakarida
non-struktural, yaitu gum dan agar-agar (Feri Kusnandar, 2010).
JENIS
DAN SUMBER SERAT PANGAN
Komposisi kimia serat
pangan bervariasi tergantung dari komposisi
dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen-komponen dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, mucilage
yang kesemuanyanya termasuk
dalam serat pangan. Serat pangan terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu : Serat
pangan larut (soluble dietary fiber),
termasuk dalam serat ini adalah pektin dan gum merupakan bagian dalam dari
sel pangan nabati. Serat ini banyak terdapat pada buah dan sayur,
dan serat tidak larut (insoluble dietary
fiber), termasuk dalam serat ini adalah
selulosa, hemiselulosa dan lignin, yang
banyak ditemukan pada seralia, kacang-kacangan dan sayuran. Secara
skematis komponen serat pangan dalam berbagai
bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Sayuran
dan buah-buahan adalah merupakan sumber serat
pangan yang paling mudah dijumpai dalam
menu masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan. Kadar serat pangan
beberapa sayuran, buah-buhan, kacang-kacangan dan produk
olahannya terlihat pada
Tabel 2. Sumber
serat pangan selain
dari sayuran dan buah-buahan, penelitian Robert E. Kowalski
dalam Anik Herminingsih (2010), juga dapat berasal dari dedak padi yang telah distabilisasi ditemukan mengandung serat pangan 33,0 – 40,0%.
Tabel 1. Komponen Serat Pangan dalam Berbagai
Bahan Pangan
MANFAAT SERAT
PANGAN UNTUK KESEHATAN
Beberapa
peneliti dan penulis Olwin Nainggolan dan Coenelis Adimunca, (2005); Sutrisno
Koswara (2010); Tensiska (2008);
Jansen Silalahi dan Netty Hutagalung (2010);
Anonim (2010a); Anik Herminingsih, 2010),
mengemukakan beberapa manfaat serat
pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu :
1.
Mengontrol berat badan atau
kegemukan (obesitas)
Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta
beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk
cairan kental dalam saluran pencernaan.
Sehingga makanan kaya akan
serat, waktu dicerna lebih lama
dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang
lebih lama sehingga mencegah
untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak.Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula
dan lemak rendah yang dapat
membantu mengurangi terjadinya obesitas.
2.
Penanggulangan Penyakit Diabetes
Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat
glukosa, sehingga mengurangi
ketersediaan glukosa. Diet
cukup serat juga menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat,
sehingga daya cerna karbohidrat
berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah
dan menjadikannya tetap terkontrol
3.
Mencegah Gangguan Gastrointestinal
Konsumsi
serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses
menhasilkan feces yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi
otot yang rendah feces dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada
fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat.
4.
Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar)
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam usus besar dengan
senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi
serta dalam waktu yang lebih lama. Beberapa hipotesis dikemukakan mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah
kanker usus besar yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, serat
pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga
senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan
bersifat mengikat air sehingga konsentrasi
senyawa karsinogen menjadi lebih rendah.
5.
Mengurangi Tingkat Kolesterol dan
Penyakit Kardiovaskuler
Serat larut air menjerat lemak di dalam
usus halus, dengan begitu serat dapat
menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau
lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk
akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan
bersamaan dengan feses. Dengan
demikian serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma
darah sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovalkuler.
PENGARUH
MERUGIKAN SERAT PANGAN
Di samping memberikan manfaat bagi kesehatan, serat pangan diketahui juga memberikan pengaruh yang merugikan. Adapun
pengaruh yang merugikan serat pangan
dilaporkan Leveile (1977) dan Espinosa- Nava, (1982) dalam Deddy Muchtadi (2001); yaitu sebagai penyebab ketidaktersediaan (unavailability) beberapa zat gizi seperti vitamin-vitamin larut dalam lemak
(terutama vitamin D dan
E), serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Dilaporkan Jansen Silalahi dan
Netty Hutagalung (2010) selain mengurangi absopsi zat gizi juga menyebabkan flatulen, juga
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyerapan mineral dan dapat menyebabkan defisiensi mineral sehingga meningkatkan
resiko osteoporosis pada orang usia lanjut (Tensiska
(2008).
PENUTUP
1.
Serat pangan tidak mengandung zat gizi, akan tetapi memberikan keuntungkan bagi
kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan
(obesitas),
menanggulangi penyakit diabetes, mencegah
gangguan gastrointestinal, kanker kolon
(usus besar), serta mengurangi tingkat kolesterol
darah dan penyakit kardiovaskuler.
2.
Serat pangan selain
memberikan efek positif terhadap kesehatan,
juga memberikan efek negatif, sehingga
serat pangan tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan dan sebagai acuan kebutuhan serat yang dianjurkan
yaitu 30 gram/ hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal
Foods World 46:pp. 89-148. http://
www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/ dietfiber.pdf
Anik
Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan.Universitas
Mercu Buana, Jakarta.
Deddy
Muchtadi, 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan
untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknol.
dan Industri Pangan, Vol. XII,
No. 1 Th 2001.
Feri Kusnandar, 2010. Mengenal Serat Pangan. http://itp.fateta.ipb.ac.id.
Olwin Nainggolan dan Cornelis
Adimunca, 2005. Diet Sehat Dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005 Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Sutrisno
Koswara, 2010. Serat Makanan Membuat Usus
Nyaman. www.ebookpangan.com
Hidayat,
Atep Afia dn M Kholil, 2018. Kimia dan
Pengetahuan Lingkungan Industri.
Hal-24. Penerbit WR Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.